By: Ancy Gasu
Sumber:
https://www.facebook.com/groups/1518594781721962/permalink/1539969246251182/
diakses pada 25 April 2015, pkl 15:30
Suku
Kolang hidup berdampingan dengan ke 37 suku kecil di wilayah ini.
Walaupun mereka memiliki identitas sendiri-sendiri, tapi pada dasarnya
mereka masih berkerabat dan banyak terjadi hubungan kekeluargaan di
antara mereka.
Suku Kolang dalam kepercayaan asli mereka telah mempercayai dengan adanya satu Tuhan, yaitu menyembah Mori Jari Dedek (Tuhan Maha Pencipta). Masyarakat Manggarai biasanya memberikan sesajian atau persembahan di compang (altar kampung) dan juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dianggap angker dan suci. Masyarakat Manggarai tidak pernah melupakan roh-roh orang yang telah meninggal, sehingga persembahan diberikan juga kepada nenek moyang. Hal ini dilakukan karena masyarakat Manggarai merasa tak terpisahkan dengan nenek moyangnya, sehingga rohnya tetap dihormati.
Masuknya bangsa Eropa ke wilayah Manggarai maka membawa pengaruh agama Kristen Katolik terhadap kepercayaan atau religi masyarakat Manggarai khususnya masyarakat suku Kolang. Adanya pengaruh tersebut sama sekali tidak melunturkan religi asli masyarakat Manggarai, melainkan karena adanya kemiripan antara agama Kristen dengan religi asli masyarakat Manggarai maka agama Kristen Katolik pun diterima sepenuhnya oleh masyarakat Manggarai.
Salah satu upacara yang dianggap penting dalam masyarakat suku Kolang adalah Upacara Adat Nongko Gejur, yaitu suatu upacara yang dilaksanakan pada saat sebelum panen. Upacara ini dilaksanakan sebagai ucapan syukur dan terima kasih kepada Mori Jari Dedek (Tuhan Sang Pencipta) dan Empo (para leluhur) atas segala penyertaan dalam segala usaha masyarakat khususnya di bidang pertanian dan perkebunan, sehingga padi dan jagung siap untuk dipanen.
Dalam setiap upacara adat, masyarakat suku Kolang menyiapkan hewan kurban. Hewan kurban di sini merupakan sebuah simbol penghargaan kepada Tuhan Sang Pencipta dan para leluhur yang tidak kelihatan wujudnya.
Dari cerita rakyat yang terpelihara dalam masyarakat suku Kolang, menceritakan asal usul masyarakat suku Kolang. Walaupun ini hanya merupakan cerita rakyat, tapi bisa dijadikan acuan untuk menelusuri masa lalu masyarakat suku Kolang.
Pada mulanya suku Kolang mendiami sebuah tempat yang bernama Nder Laho. Sebab musabab suku Kolang berada di desa Tueng adalah: pada waktu itu terjadilah hubungan perkawinan antara suku Kolang dan suku Suka yakni antara seorang pria yang bernama Jangga dari Kolang dan seorang wanita dari Suka yang bernama Umbur. Setelah menikah, mereka tinggal di Nder Laho. Umbur sering kembali ke Suka untuk menjenguk sanak keluarganya, tetapi saat Umbur pergi ke Suka, ia menceritakan bahwa orang Nder Laho menjelekkan nama orang suka. Sekembalinya Umbur dari Suka, ia juga menceritakan nama orang-orang Suka kepada orang-orang Nder Laho. Umbur mengadu domba orang suka dan kolang.
bagan silsilah suku Kolang
sumber: stengeon
Karena hal ini maka timbullah percekcokan antara orang suka dan orang Nder Laho. Baik orang Suka maupun orang Nder Laho, telah mengetahui bahwa yang menjadi penyebab pertikaian ini adalah Umbur. Tapi orang Nder Laho tidak mengadili Umbur karena dia sudah menjadi bagian dari keluarga Nder Laho. Lain halnya dengan yang dilakukan oleh orang Suka. Langkah pertama yang dilakukan orang suka adalah membunuh saudari mereka sendiri yakni Umbur, karena menurut mereka dialah penyebab pertikaian tersebut. Setelah membunuh Umbur, orang suka menyerang Nder Laho karena ditantang oleh orang Nder Laho yakni Wajang. Terjadilah pertikaian antara Suka dan Nder Laho. Wajang adalah seorang yang sakti mandraguna, kebal terhadap api dan besi. Dalam pertempuran, Wajang sanggup menahan gempurang dari orang Suka. Tak sedikitpun serangan-serangan dari orang Suka yang berhasil membunuh atau melukainya.
Walaupun demikian, karena orang Suka membagi serangan mereka menjadi 2 bagian, yakni sebagiannya menghadapi Wajang dan sebagiannya menghancurkan kampung Nder Laho. Usaha orang suka berhasil, mereka berhasil membakar kampung Nder Laho, sehingga warga kampung Nder Laho sebagian lari ke suatu daerah yang bernama Kolang, Tueng, dan sebagiannya lagi lari ke suatu daerah yang bernama Daleng. Orang Nder Laho yang lari ke Tueng kemudian menetap dan membuka kebun di sana. Pada tahun 1939 (pada masa perang dunia II), daerah Tueng menjadi salah satu sasaran pemboman jepang. Pemukiman maupun lahan perkebun dari orang Nder Laho di Tueng hancur. Oleh karena itu, masyarakat lari ke Ngalo (sekarang Dusun Ngalo), menetap dan membuka kebun di sana hingga sekarang.
Sedangkan menurut Yoseph Bang (69: 10 Mei 2011, tua adat), setelah kampung Nder Laho diserang oleh suku Suka, masyarakat suku Kolang yang menetap di Nder Laho lari dan berpencar ke beberapa daerah antara lain: daerah Tueng, daerah Kolang, dan daerah Daleng. Suku Kolang yang mendiami daerah Tueng adalah keluarga Jangkal dan keluarga Banja (Ngabal); suku Kolang yang mendiami daerah Kolang adalah keluarga Banja (Rapet) dan keluarga Jangga; dan suku Kolang yang mendiami daerah Daleng adalah keluarga Antol.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kita dapat mengetahui sejarah suku Kolang di Kabupaten Manggarai Barat yang walaupun mereka berada di beberapa daerah, tetapi pada mulanya berasal dari satu nenek moyang dan satu daerah.
Masyarakat suku Kolang adalah masyarakat agraris, terlihat dari kegiatan bertani dan berkebun. Daerah Manggarai sendiri dikenal dengan beberapa hasil pertanian dan perkebunan seperti padi, jagung, kopi, cengkeh, kemiri dan sebagainya. Selain bertani dan berkebun, mereka juga memelihara beberapa hewan ternak, seperti babi, ayam, kambing, kerbau sapi dan sebagainya.
Suku Kolang dalam kepercayaan asli mereka telah mempercayai dengan adanya satu Tuhan, yaitu menyembah Mori Jari Dedek (Tuhan Maha Pencipta). Masyarakat Manggarai biasanya memberikan sesajian atau persembahan di compang (altar kampung) dan juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dianggap angker dan suci. Masyarakat Manggarai tidak pernah melupakan roh-roh orang yang telah meninggal, sehingga persembahan diberikan juga kepada nenek moyang. Hal ini dilakukan karena masyarakat Manggarai merasa tak terpisahkan dengan nenek moyangnya, sehingga rohnya tetap dihormati.
Masuknya bangsa Eropa ke wilayah Manggarai maka membawa pengaruh agama Kristen Katolik terhadap kepercayaan atau religi masyarakat Manggarai khususnya masyarakat suku Kolang. Adanya pengaruh tersebut sama sekali tidak melunturkan religi asli masyarakat Manggarai, melainkan karena adanya kemiripan antara agama Kristen dengan religi asli masyarakat Manggarai maka agama Kristen Katolik pun diterima sepenuhnya oleh masyarakat Manggarai.
Salah satu upacara yang dianggap penting dalam masyarakat suku Kolang adalah Upacara Adat Nongko Gejur, yaitu suatu upacara yang dilaksanakan pada saat sebelum panen. Upacara ini dilaksanakan sebagai ucapan syukur dan terima kasih kepada Mori Jari Dedek (Tuhan Sang Pencipta) dan Empo (para leluhur) atas segala penyertaan dalam segala usaha masyarakat khususnya di bidang pertanian dan perkebunan, sehingga padi dan jagung siap untuk dipanen.
Dalam setiap upacara adat, masyarakat suku Kolang menyiapkan hewan kurban. Hewan kurban di sini merupakan sebuah simbol penghargaan kepada Tuhan Sang Pencipta dan para leluhur yang tidak kelihatan wujudnya.
Dari cerita rakyat yang terpelihara dalam masyarakat suku Kolang, menceritakan asal usul masyarakat suku Kolang. Walaupun ini hanya merupakan cerita rakyat, tapi bisa dijadikan acuan untuk menelusuri masa lalu masyarakat suku Kolang.
Pada mulanya suku Kolang mendiami sebuah tempat yang bernama Nder Laho. Sebab musabab suku Kolang berada di desa Tueng adalah: pada waktu itu terjadilah hubungan perkawinan antara suku Kolang dan suku Suka yakni antara seorang pria yang bernama Jangga dari Kolang dan seorang wanita dari Suka yang bernama Umbur. Setelah menikah, mereka tinggal di Nder Laho. Umbur sering kembali ke Suka untuk menjenguk sanak keluarganya, tetapi saat Umbur pergi ke Suka, ia menceritakan bahwa orang Nder Laho menjelekkan nama orang suka. Sekembalinya Umbur dari Suka, ia juga menceritakan nama orang-orang Suka kepada orang-orang Nder Laho. Umbur mengadu domba orang suka dan kolang.
bagan silsilah suku Kolang
sumber: stengeon
Karena hal ini maka timbullah percekcokan antara orang suka dan orang Nder Laho. Baik orang Suka maupun orang Nder Laho, telah mengetahui bahwa yang menjadi penyebab pertikaian ini adalah Umbur. Tapi orang Nder Laho tidak mengadili Umbur karena dia sudah menjadi bagian dari keluarga Nder Laho. Lain halnya dengan yang dilakukan oleh orang Suka. Langkah pertama yang dilakukan orang suka adalah membunuh saudari mereka sendiri yakni Umbur, karena menurut mereka dialah penyebab pertikaian tersebut. Setelah membunuh Umbur, orang suka menyerang Nder Laho karena ditantang oleh orang Nder Laho yakni Wajang. Terjadilah pertikaian antara Suka dan Nder Laho. Wajang adalah seorang yang sakti mandraguna, kebal terhadap api dan besi. Dalam pertempuran, Wajang sanggup menahan gempurang dari orang Suka. Tak sedikitpun serangan-serangan dari orang Suka yang berhasil membunuh atau melukainya.
Walaupun demikian, karena orang Suka membagi serangan mereka menjadi 2 bagian, yakni sebagiannya menghadapi Wajang dan sebagiannya menghancurkan kampung Nder Laho. Usaha orang suka berhasil, mereka berhasil membakar kampung Nder Laho, sehingga warga kampung Nder Laho sebagian lari ke suatu daerah yang bernama Kolang, Tueng, dan sebagiannya lagi lari ke suatu daerah yang bernama Daleng. Orang Nder Laho yang lari ke Tueng kemudian menetap dan membuka kebun di sana. Pada tahun 1939 (pada masa perang dunia II), daerah Tueng menjadi salah satu sasaran pemboman jepang. Pemukiman maupun lahan perkebun dari orang Nder Laho di Tueng hancur. Oleh karena itu, masyarakat lari ke Ngalo (sekarang Dusun Ngalo), menetap dan membuka kebun di sana hingga sekarang.
Sedangkan menurut Yoseph Bang (69: 10 Mei 2011, tua adat), setelah kampung Nder Laho diserang oleh suku Suka, masyarakat suku Kolang yang menetap di Nder Laho lari dan berpencar ke beberapa daerah antara lain: daerah Tueng, daerah Kolang, dan daerah Daleng. Suku Kolang yang mendiami daerah Tueng adalah keluarga Jangkal dan keluarga Banja (Ngabal); suku Kolang yang mendiami daerah Kolang adalah keluarga Banja (Rapet) dan keluarga Jangga; dan suku Kolang yang mendiami daerah Daleng adalah keluarga Antol.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kita dapat mengetahui sejarah suku Kolang di Kabupaten Manggarai Barat yang walaupun mereka berada di beberapa daerah, tetapi pada mulanya berasal dari satu nenek moyang dan satu daerah.
Masyarakat suku Kolang adalah masyarakat agraris, terlihat dari kegiatan bertani dan berkebun. Daerah Manggarai sendiri dikenal dengan beberapa hasil pertanian dan perkebunan seperti padi, jagung, kopi, cengkeh, kemiri dan sebagainya. Selain bertani dan berkebun, mereka juga memelihara beberapa hewan ternak, seperti babi, ayam, kambing, kerbau sapi dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar