Ritus adat apa makananya?
Menyelesaikan persoalan?
1. Simak kasus ritus adat untuk menemukan Mary Grace yang diduga dibunuh oleh Herman Jumat Masan. Untuk mengetahui apakah Mery Grace sudah meninggal atau belum maka diadakan upacara adat (Adonara - Flores Timur, NTT). Setelah upacara adat itu, disimpulkan Mery Grace sudah meninggal. Ritus adat memberikan kepastian akan hal itu.
2. Simak kasus Angeline
Angeline adalah anak perempuan usia 8 tahun, kelas 2 SD sering dimarahi orang tua angkatnya di Denpasar - Bali. Tanggal 16 Juni 2015 dia dinyatakan Hilang. bayal yang simpati dengannya, termasuk aparat pemerintah. Ada 2 mentri kabinet Kerja pemerintahan Jokowi - JK yang mengunjungi tempat rumah orang tua angkatnya, Yohana Yambesi, Mentri Perempuan dan Anak dan Mentri Pendayagunaan Aparatus Negara, Yuddy Krisnandy. Selain itu Aris Merdeka Sirait, aktivis HAM.Orang tua angkat Angeline, Ibu Margarait Megawe tidak menerima mereka dengan baik. Cari Angeline ke mana-mana, sampai ke kampung orang tua kandung Angeline di Banyuwanngi , Jawa Timur. Nihil. Ternyata Angeline ada di kompleks rumah orang tua angkatnya di Jl. Sedap malam Denpasar, Bali. Angeline msitemukan masih hidup atau sudah meninggal? Angeline sudah meninggal. Jenasahnya sudah membusuk.
Sebelum ditemukan, SDN tempat Angeline belajar mengadakan ritus adat Bali untuk menemukan Angeline. Acara dilakukan di Pura dekat sekolah. Ada kesurupan terjadi. Jiwa Angeline berteriak : "mama...".
3. Memuluskan perjalanan
Minggu, 12 Juli 2015. Saya berlibur ke Wela, Manggarai, Flores Barat. Saya hendak kembali ke Jakarta untuk mencari nafkah. Saat datang menuju kampung halaman saya sempat bertengkar dengan orang, terutama preman di Sape, Bima, NTB. Preman mengangkat golok hendak menikam saya di pelabuhan Sape. Untung saya tak meladeni tantangan dia. Saya memilih mengalah. Perkelahian terhindarkan. Ketika masih di kampung, tersiar kabar bahwa ada kerusuhan di Sape / Bima karena orang Flores (Maumere) membacok orang Sape / Bima karena cekcok di terminal / pelabuhan. Berangkat dari kondisi ini, saya berharap dan berdoa, semoga perjalanan pulang saya aman, terutama di pelabuhan Sape / terminal Bima atau terminal Mataram dan pelabuhan Lembar - Mataram. Atas dasar ini doa saya daraskan. Bukan hanya doa kepada Tuhan tapi juga doa kepada mereka yang telah meninggal, terutama, almarhum Bapa, kakek nenek, kakak adik dan semua leluhur. Dalam menyampaikan doa dan harapan ini seekor ayam jantan putih dipersembahkan dalam doa di Rumah Gendang Wela, Cancar - Manggarai. Sebelumnya kami mampir di pekuburan, berdoa di makam keluarga (leluhur)." "almarhum Bapa, almarhumah mama tua (end tua'), para kakek dan nenek, kakak dan adik semua yang ada di pekuburan ini, kami mohon doamu semua, guna keselamatan perjalanan kami menuju Jakarta. Kamu semua hendaknya menjadi pahlawanku (kami) dalam perjalanan. Jauhkan segala halangan dan rintangan, termasuk gangguan orang. Kami mengajak kamu semua ke rumah untuk menerima "santapan" segar" dari kami untukmu. Mari ke rumah sekarang, " demikian ajakan kami via kakak laki-laki sulung, Beny jelami. Lalu kami menuju ke rumah Gendang Wela. Kami mau menghargai mereka dengan memberikan "sesajian " segar dalam rupa ayam jantan putih (lalong lapak - ayam jantan warna-warni?). Di rumah Kakak Tinus Ntalbot membawakan doa adat "Torok Manuk". Setelah itu ayam disembelih. Atinya diberikan sebagai sajian bagi leluhur. Ayam dibakar. Aromanya harum bagaikan asap dupa membumbung naik ke hadirat Tuhan. Keluarga Ema Bone Kaso melayani kami di rumah. Daging kami bawa ke rumah di Ntalung Pada. Acara makan malam di sana. Daging kami bagi. Satu bagian paha ditinggal untuk ema Bone sekeluarga. Lalu kami pulang ke Ntalung Pada. Kami makan bersama di sana di rumah John. Mama tinggal di sana.
Keesokan harinya saya berangkat. Saya berangkat bersama John yang mau ke Ruteng untuk belanja. Saya berhenti di Cancar. Tunggu travel menuju Labuan Bajo. Ada travel, hanya tunggu lama karena harus menjemput penumpang. Baru berangkat sekitar pukul 11:00 am. Singgah di Lembor. Penumpang cukup banyak. kami berjejalan dalam mobil. Umumnya penumpang dari Ndoso. Kami mampir sebentar di Lembor. Sopirnya orang Rentung. Kami singgah untuk makan siang di Lembor. Menu ikan kuah di Depot Pa Puji, Rp 20.000. Saya tak makan karena masih kenyang. Lalu terus ke Labuan Bajo. Singgah sebentar di Roe untuk mengambil titipan teman yang mau dibawa ke Jakarta / Bekasi. Kami melanjutkan perjalanan. Tiba di Labuan Bajo sekitar pkl 15:00. Sempat tersesat masuk ke RS milik susteran, RS baru. Akhirnya Bp Tanti keluar dari Gang menuju jalan umum. Penumpang yang lain menggerutu. Saya malu juga. Saya tiba di Rumah besa saya, Bapak Darius Angkur, ketua DPRD Manggarai Barat, Ketua DPC PDIP. Saya malu karena tak ada oleh-oleh untuk mereka. Perjalanan babak ini aman. Sore kami ke pelabuhan untuk tanya informasi keberangkatan Fery dari labuan Bajo menuju Sape. Kami pakai Ojek. Saya, Bapa Any, Bapa Tanti ke sana. Kami sewa ojek Rp 45.000. "Ferry tak bisa jalan. karena ombak tinggi. Awan columinibus membuat gelombak besar di Laut Flores 2 - 4 meter. Kami tak bisa berlayar. Itu sangat berbahaya bagi pelayaran. Mungkin akan berlayar ke Sape, tanggal 16 Juli, bila kondisi aman," kata awak kapal Ferry. "Wow...berbahaya bagi saya. Saya sudah beli tiket bus dari Bima menuju Jakarta untuk tanggal 12 Juli 2015. Apakah tiket ini hangus atau masih berlaku? Bila hangus, saya rugi Rp 800.000.
Ya... say iklaskan saja. Saya coba kontak ke Bima. Tak masuk. Lalu agen bis Dunia Mas kontak balik saya. "Bapak, posisi di mana, apakah sudah mendapatkan kapal PELNI menuju Bima?" katanya. Wow.... rupanya tiketnya tidak hangus karena terlambat.," kataku menaruh harap. Kami terus mencari informasi kapal yang bisa menuju Bima. Kami menuju Pelabuhan Kapal besar di Wae Cicu labuan Bajo. "Loket baru bisa buka besok pkl 07:00 - 14:00 pm' kata petugas pelabuhan. Kami jalan-jalan sekitar pantai, termasuk pantai di kampung Ujung. Tempat itu telah menjadi pusat kuliner. Ada kuliner ikan bakar, kue, minuman. Ada beragam orang yang menikmati malam di kawasan itu, baik turis lokal maupun maupun manca negara. Kami minum kopi dan makan kue. Saya bayar Rp 16.000. Kami nongkrong di dermaga kayu. Geliat pasar Ujung sangat menjanjikan. Sayang geliat ekonomi itu hanya diisi oleh pendatang. Tak ada orang lokal, Manggarai Barat yang berinteraksi dari saya. Orang lokal malah menjadi tamu di situ. Kekalahan orang lokal? Mungkin. Orang lokal kalah dalam persaingan bisnis. Kami sempat mampir di pasar. Ada ikan, daging dan sayur-sayuran di sana. Ada beberapa orang lokal tapi umumnya pendatang, terutama orang Bima. Wow..., lagi-lagi orang Manggarai tersingkir. Lalu kami pulang ke rumah Bp mama Nelson (Karaeng Darius Angkur) di Golo Koe. "Saya mencari Ojek dulu," kata Bp Tanti. "Datang 3 ojek. Kami nego harga. "Rp 10.000" kata kami. Namun, dalam perjalanan kami tersesat lagi. Akhirnya sampai di rumah. Tukang ojek menggerutu. Akhirnya sampai juda di rumah. Kami bayar Rp 15.000 per orang. "Karena sempat mutar-mutar," kata tukang Ojek. Saya beri saya. Kami masuk rumah besan kami, Keraeng Darius. Kami ngobrol lalu makan malam lalu istirahat.
Besok pagi, Selasa, 13 Juni 2015. Kami masih ngobrol lagi. Terlambat ke pelabuhan untuk urus tiket. Di sana tiket untuk Kapal PELNI "TILONG KABILA" telah terjual habis. "Wow..... kita kalah gesit," kataku. Say ketemu dengan agen bus Dunia Mas. Saya ngobrol dengan dia. "Ada kapal Sirimau dari Labuan Bajo menuju Bima nanti malam. "Wow.... rahmat Tuhan, ikut kapal itu saja. Saya beli tiket kepadanya, namun hanya untuk Tanti dan Filo, lupa untuk saya sendiri. Wow.....Saya baru sadar ketika sudah di Golo Koe. Harga Tiket Dinia Mas Labuan Bajo Surabaya Rp 850.000. Mereka tak menjual tiket sampai Jakarta. "Bos tak izinkan menjual tiket sampai Jakarta, hanya boleh sampai Surabaya, ' kata agen, Kareng Alex yang berasal dari Pora, Ndoso, Manggarai Barat. Kami makan siang. Lalu istirahat sejenak. Kami pesiar ke bukit Golo Koe. Kami naik ke puncaknya. Di situ ada Gua Maria. Kami berdoa sebentar. Kami bisa melihat pemandangan Labuan Bajo. Kami lihat ada pesawat yang turun dan naik. Kami melihat hamparan rumah di Wae Mata - kampung Lancang - pantai, dll. Di puncak bukit Golo Koe ada kera. Ada keras di hutan kota Labuan Bajo. lalu kami turun. kami berencana turun ke pelabuhan. Kami cari angkot. Kami lobi angkot. Kami ketemu dengan kraeng Frans dari Rego. Kami sepakat untuk menunggu. Tarif Rp 10.000 per orang. kami 7 orang," kataku kepadanya. Sementara kami menunggu, Bp Nelson sudah memesan mobil - Avanza. Kraeng........, sopir lama datang menjemput kami. Kami numpang mobil itu menuju pelabuhan. "Terima kasih Bp - Mm Nelson, kami lanjutkan perjalanan dulu. Maaf, merepotkan,' kataku kepada mereka. Kami melanjutkan perjalanan. Kami tiba di Pelabuhan kapal penumnpang / kapal besar, Pelabuhan, Jl. Wae Cicu sekitar pukul 16:00. Kami masuk. Saya memberikan tips kepada kraeng..... yang sudah mengantar kami Rp 50.000. Saya menelepon kraeng Frans - Rego, awak angkot yang kami pesan tadi. Saya saya tak enak membatalkan pesanan. "Maaf, kami pakai mobil lain," kataku. Dia kesal. Dia mematikan teleponnya. Kami masuk ke ruang tunggu menunggu kapal Sirimau di sana. Saya didera rasa tak enak, karena tak dapat tiket kapal Sirimau. Namun saya tetap optimis bahwa bisa menuju Bima dengan kapal itu pada saat bersaman dengan Tanti dan Filo. Tanti merupakan kemenakan, anak dari adik sepupu, Robert karjon. Filo merupakan keponakan, anak dari saudari sepupu Theres Nuet. Mereka tinggal di Terang, Boleng, Manggarai Barat. Kami masuk ke ruang tunggu pelabuhan. Orang berdatangan. Kami ngobrol. Bp Tanti, Joy, Bo Any, Yos datang mengantar kami. saya membeli air mineral dan biskuit. kami makan bersama. Kami ngobrol. Dalam tiket, kapal Sirimau tiba pkl 11:00 malam. Sekitar 6 jam kami tunggu, bila kapal datang tepat waktu (pkl 23:00 pm). Say ketemu dengan sesama orang Manggarai. Dia adalah Ibu Mery, orang Cobol - Cancar. kami ngobrol. Kami ngobrol budaya manggarai. Ternyata dia paham adat Manggarai. "Kami orang Wae Welo, Todo. Kami punya totem, yakni anjing. "Bila melanggara totem amakn akan sakit" katanya. Obrolan kami sangat asyik. Saya ketemu dengan orang Jawa Timur yang merentau ke Flores. Mereka kerja di Manggarai, Ende, Maumere. "Orang Manggarai itu gengsi, tak mau kerja yang tampaknya sepele tapi sesungguhnya bisa mendatangkan duit, misalnya kumpulkan besi tua, barang pecah belah rumah tangga, daur ulang sampah. Semua yang kerjakan itu di sini orang Jawa. Ya... karena orang Jawa sudah melihat akses penjualannya di sana. Mereka sudah tahu penadahnya di sana (Surabaya)," katanya. Mereka benar. Saya ketemu orang dari kawasan Lumpur Lapindo. "Saya mendapat keuntungan besar dari marketing perjualan tanah / kawasan di daerah Lumpur Lapindo," katanya. "Wow.... ini orang rupanya calo tanah di sana. Dia licin, gesit memanfaatkan peluang, " kataku. Malam semakin larut. Kami agak lapar. Kami makan biskuit dan minum air. kraeng tua Alo (Bapa Any) tampak lelah. Dia tidur di lantai / kursi. Kasihan juga mereka. Tanti dan Filo juga mengantuk. waktu menunjukkan pkl 23:00 pm. Kapal Sirimau belum datang juga. Waktu terus berjalan. Waktu menunjukkan pkl 12:30 am. Kami putuskan untuk menuju dermaga, menunggu kapal yang akan sandar. Kami membawa barang-narang ke sana. Hati saya dag-dig - dug karena belum mendapatkan kepastian apakah bisa masuk dermaga / kapal Sirimau atau tidak namun hati tetap optimis bahwa bisa masuk kapl untuk melanjutkan perjalana, sebab kalau tidak, bagaimana solusinya, sementara Tanti dan Filo sudah dapat tiket, baik Kapal maupun bis. Namun, saya tetap menyakinkan diri bahwa saya bisa masuk kapal saat ini. Kami berdiri di dermaga menyambut datangnya kapal Sirimau yang hendak sandar. Dermaga Labuan Bajo masih terlalu tertinggal bila dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya, sebut saja Bima, Lembar - Lombok dan Benoa - Bali. Apanya yang tertinggal? Dermaga Wae Cicu Labuan Bajo tanpa tangga untuk menghubungkan tanggal kapal dengan Dermaga. Selama ini Tangga Kapal harus turun jauh ke dermaga dan atau menaikan tangga dari dermaga. Para buruh bekerja keras untuk maksud ini. Di tengah malam mereka melakukan hal ini. Ada dua tangga. Satu dari kapal Sirimau, kedua tangga yang dinaikan dari bawah, dari pelabuhan. Nreri-ngeri sedap juga pemandangan pelabuhan Wae Cicuc Labuan Bajo ini. Resiko kondisi pelabuhan yang miris ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk menurukan dan menaikkan penumpang sangat lama. Hari ni, Rabu, 14 Juli 2015. Kapal tiba pkl 01:00 am. Butuh waktu lebih dari 1 jam untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Saat tangga-tangga sudah terhubungkan dengan dermaga dan kapal, penumpang tujuan labuan Bajo turun. Sementara penumpang masuk antre. Antrean cukup panjang dalam suasana berdesak-desakan. Hati saya masih dag-dig - dug, apakah bisa masuk kapal ataukah tidak. Namun, saya tetap optimis bahwa bisa masuk kapal untuk selanjutnya melakukan perjalanan menuju Pulau Jawa. "Enu Tanti dan Filo, kamu masuk duluan ke dalam kapal. Tunggu saya di dalam kapal," kataku kepada mereka. Saya menyaksikan mental orang NTT yang tak sabaran, maumya instan, tak mau antri. Saling rebut terjadi. Mental orang Barat, para turis tampak lebih cerdas daripada orang lokal (Flores, NTT). Mereka (para turis) tampak santai meski sebagaian tak memiliki tiket kapal. Merka mengandanlkan tiket bis. "Sama kita. Ternyata saya memiliki teman. Saya tak sendiri yang tak memiliki tiket.Orang Barat agak santai, mereka antri, menunggu arahan petugas. Di pintu masuk ada pengamanan berlapis, petugas pelabuhan, petugas kapal, aparat polisi, aparat tentara. Ketika ada orang tak bertiket mau menerobos masuk dengan mudah diciduk para petugas. "Bersabar, semua kan diberi kesempatan untuk masuk, hanya tolong utamakan yang bertiket. yang tak bertiket, silahkan menunggu." kata petugas kapal. "Kasihan ya, orang yang tak punya tiket," celoteh seorang polisi yang menjaga di pelabuhan Labuan Bajo. "Kasihan benar polisi ini. Coba komentar yang membesarkan jiwa penumpang tak bertiket. Ini malah komen membuat galau," kataku dalam hati. Setelah sabar menunggu, seorang suster yang memiliki tiket masuk. Suster ini cerdas. Dia memilih waktu terakhir. Tak ada saling dorong dalam perjalanan. Dia naik dengan plong, aman. Hanya resikonya, tak mendapat tempat tidur dalam kapal karena orang duluan merebut tempat tidur. Ya... ada plus minusnya keputusan yang diambil. Tiba giliran kami yang tak berkiket. Petugas menghitung hampir 100 orang. Saya harus memikul beban yang cukup berat saat menaiki tangga kapal yang panjang dan cukup curam. Ada tiga jenis barang yang harus saya pikul: tas kecil (hitam), tas sedang (merah) dan kardus oleh-oleh. Keluarga yang mengantar tak diizinkan masuk kapal, jadinya saya harus pikul sendiri barang-barang ini. Wow... beratnya perjalanan ini. "Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan," kutipan lagu Ebith G. Ade ini pas melukiskan perjalanan ini. Aku harus berhenti di tangga guna bernafas. Lalu berusaha membangun kekuatan untuk melanjutkan perjalanan memikul beban. Semangat," kataku dalam hati. Akhirnya sampai juga di atas kapal. Saya menurunkan barang. Saya berhenti untuk mengambil nafas. "Papa, posisi di mana?" Tanti sms. "Tenang, saya sudah dalam kapal. Kapal berangkat dari palabuhan Labuan Bajo, Manggarai Barat menuju pelabuhan Bima, pkl 02:00 am. Kapal berlayar. Saya mengatur barang-barang. Saya titipkan kepada sesama orang Manggarai barang-barang saya. Saya membeli kertas plastik untuk alas tidur Rp 10.000. Saya beli 3 @ Rp 10.000 = Rp 30.000. Lalu saya telepon Tanti. Ternyata mereka di Dek 3. Mereka bersama teman-teman, orang Manggarai. Mereka bertemu teman laki-laki dari Manggarai. Mereka berasal dari Lekature dengan tujuan perantauan ulau Bali, yang seorang dari Hawe, Koang dengan tujuan perantauan kota Malang, Jawa Timur. Kami ngobrol. Saudara yang dari Hawe, Koang ternyata besannya Fon Jaban. Kami ngobrol. Lalu saya mengatur tempat untuk istirahat untuk Tanti dan Filo. "Permisi Pa, boleh geser sedikit, biar para perempuan tersendiri, laki-laki tersendiri," pintaku. Lelaki itu rela saja. Tanti dan Filo bisa tidur di kasur. Saya akhirnya dapat tempat tidur meski hanya untuk seukuran badan karena seorang penumpang mungkin ke tempat sholat. Selanjutnya saya tidur. Perjalanan aman. "Bagi saudara/i kaum muslimin - muslimat yang menunaikan ibadah puasa, silahkan ambil makanan sahur," demikian suara petugas kapal mengingatkan orang yang puasa. Pagi tiba. Kami tiba di pelabuhan Bima. "Bagi penumpang tujuan Bima yang mau makan pagi, silahkan ambil di tempat yanbg telah disiapkan," demikian suara awak kapal ketika kami sudah siap-siap turun. "Wow...ini ajakan tak iklas. Coba sejam sebelum turun dibrikan informasi untuk ambil makan, baru fair. Ini diumumkan ketika mau turun," celotehku bersama penumpang lain yang mau turun di Pelabuhan Bima, Sumbawa, NTB. "Kita kerja tim. Saya jaga barang-barang di kapal, Tanti, Filo, teman laki dari Lekaturi dan dari Hawe turun duluan. Tanti dan Filo jaga barang, kamu dua naik lagi untuk mengambil barang-barang," kami berkoordinasi. Sepakat. Kami lakukan itu. Saya terpancing untuk sewa buruh, namun mereka minta cukup mahal. Saya perlahan menggeser sendiri barang-barang kami. Kedua saudara saya muncul. Wow.... ternyata rencana kami sukses. Kerja tim yang baik. kami pikul barang-barang kami. Tanti dan Filo menjaga barang bawaan. sukses kerja team yang raih. Proses menurunkan dan menaikkan penumpang di Bima terlolong lancar karena di dremaga ada tangga di dermaga untuk menerima tangga kapal. Tangga kapal terhubung dengan tangga dermaga sehingga proses menurunkan dan menaikan penumpang berjalan lancar, lebih cepat. Kami beristirahat di ruang tunggu. Petugas pelabuhan dibantu polisi dan tentara sibuk mengatur penumpang yang keluar. Kami bertemu sesama orang Manggarai. Orang Manggarai yang turun kebanyakan penumpang kapal Tilong. Kapal Tilong baru berangkat hari ini, sekitar pkl 09:00 am dari Labuan Bajo, itu berarti sekitar pukul 15.30 tiba di Bima. Kami beristirahat sebentar. Kami makan biskuit dan minum air. Kami ngobrol. Setelah melepas lelah saya keluar ruang tunggu pelabuhan Bima. "Pa, kalau mau ke Terminal Bima dari sini, naik apa baiknya?" tanyaku kepada seorang tentara yang sedang bertugas. "Bisa pakai angkot, bisa pakai dokar," jawabnya. Terima kasi Bapak," kataku. Lalu saya keluar. Saya ketemu pemilik dokar. "Mas kalau ke Terminal Bima, mau? Ada 3 orang penumpang beserta barang. Berapa ongkos itu semua? tanyaku. Kami nego. Akhirnya sepakat Rp 40.000. Dua (2) saudara yang dari Hawe dan dari Lekature mengantar kami keluar. Barang mereka dititipkan pada sesama teman Manggarai. Saaya agak ringan jadinya karena dibantu mereka. pemilik dokar juga datang. Kami berpisah dengan suadara-saudara itu di pelabuhan Bima."Terima kasih unbtuk kebersamaan dan bantuan. Samapau jumpa," kataku. Kami naik ke dokar. Untuk pertama kali saya naik dokar. Wah..... ngeri juga hnetkannya di jalan jelek. Lebih dasyat dari hentakan mobil," Kataku. Setelah berjalan 20' menit kami tiba. Kami turun di agaen bus Dunia Mas. saya membayar Rp 40.000."Terima kasih ya Mas," kataku. Kami disambut oleh crew bus Dunia Mas. Kami ketemu orang Manggarai lain. Mereka mau ke Manggarai. Mereka diantar menuju ke pelabuhan Sape. Kami lapar. Kami pergi makan. Kami masuk warung di samping agen Bus Dunia Mas. Makanan 1 porsi Rp 25.000, menunya nasi ayam," kata ibu yang asli Malang. Wow...mahal banget. Tapi karena butuh, kami mau juga. Saya membayar Rp 75.000 untuk kami bertiga. Kemudian saya tahu bahwa masih ada warung yang lebih murah Rp 10.000. Wow.... kurang penjelajahan," kataku menyesal. Kami selesai makan. "Pa, itu tas kita diangkut ke mobil," kata Tanti. "Maaf, mobil ini ke mana? tanyaku. "Ke Sape," jawab crew bus. "Wow... kami ke Jakarta," kataku. Silahkan turunkan barang-barang kami," kataku. Wow.... berbahaya bila tidak cepat dilihat," kataku. "Akh...ke mana saja tadi," kata Pa Ahmad, agen Dunia Mas. "Waw... mengapa kamu meretui untuk menaikkan barang-barang ini? Kenbapa kamu tak melarang crew bis yang menaikan barang kami yang bukan tujuan Sape? kataku dalam hati. Kami berhasil menyelamatakan barang-barang kami dari proses salah muat. Lalu kami mandi, istirahat. Kamingobrolm soal harga tiket. "Pa, ini ada perubahan harga, karena hari Raya. Silahkan tambah Rp 300.000," kata Pa Ahmad kepada saya. "Jadinya ke Jakarta dapat Rp 1.100.000," kataku dalam hati. Kami nego. Akhirnya sepakat Rp 1.000.000. saya serahkan rp 200.000. Uang Rp 800.000 tidak hangus. "Ya... saya bersyukurlah. daripada rugi Rp 800.000, lebih baik rugi Rp 200.000," kataku dalam hati. Tanti dan Filo istirahat di lantai 2 di rumah agen dunia MNas. Tidur di lantai. Ya.... itulah perantau, harus rela hati untuk menaggung sengsara, rela berkorban. Jadwal berangkat bis dunia mas sore hari. Kmi ngobrol. kami beli es cendol di sana pada pkl 15:00. Ada penumpang dari Flores lain yang pakai bus Dunia Mas. Ternyata kelaurga dari Bapak Alex Dhase, orang Ngada / Nage keo yang sukses di manggarai. Sayangnya sudah meninggal. Beliau banyak membantu Manggarai, terutama kalangan Gereja," kataku. "Iya... betul, hanya sayangnya anak-anaknya teak terlalu sukses," kata ipar dan saudarinya. Mereka tujuan Mataram. Bapak itu pensiunan guru. "Kami orang Bajawa / Nagekeo itu pekerja," katanya. "Benar, kalau dilihat di manggarai, sopir dan kernet yang dipercayai Cina adalah orang Bajawa<' kataku.. Sore tiba. Bis Dunia Mas masuk terminal. Kami memasukkan barang-barang ke bus. Kami duduk. Sekitar pukul 19:30 bis berangkat. Saya tidur dalam bis. Bis penuh. Kami makan malam di Badas. Saya makan cukup kenyang. Pagi hari kami menyeberang ke Pulau Lombok. Kami tiba padi di Pelabuhan kayangan, Lombok Barat (? / Timur). Kami tiba pkl 07:00 di Terimal Mataram. Ternyata hanya 5 orang penumpang menuju Pulau Jawa. Wow..... bermasalah lagi perjalanan ini.Kami harus ganti bis. Penumpang lain yang tujuan Bandung, kami lihat mau pakai pesawat. Mereka hanya minta pengembalain separush uang tiket menuju Jakarta. Crew bus mengurus mereka tiket pesawat. Kami menunggu. Saya telepon Tin di Mataram. Bapa Oby di tempat kerja. saya telepon keluarga di Wela. Merek doakan yang terbaik untuk kami. Crew Dunia Mas mencari mobil untuk kami. Kami pakai bus Safari Dharma Raya. Kami masuk. Kami diberikan kue. Kami tampak berbut tempat dengan pemumpang dengan tujuan Jogyakarta / Solo. Bus Safari ini tujuan Solo / Yogyakarta. Kami numpang sampai Surabaya. "sampai di sana silahkan cari mobil lain menuju Jakarta," kata crew bus Dunia Mas. Kami naik. Kami masih dikenai biaya oleh crew bis berseragam Safari Dharma raya di mataraman Rp 20.000. Wow..... ini pungli lagi. NTB kuat dengan pungli," celotehku dalam hati. saya dapat tempat duduk. Crew bus melayani saya dengan baik, ramah dan sopan. Rupanya mereka orang Jawa. Beda sekali dengan pelayanan orang NTB. "Banyak tempat kosong, silahkan pilih saja yang kosong," kata crew bis kepadaku. "Terima kasih Pa," kataku. Kami berangkat. Di Pelbuhan Lembar sya pikir ada pemeriksaan KTP. Ternyata tidak. Kami masuk kapal. Hanya 1 bis yang dimuat Ferry saat ini Ada kendaraan pribadi dan beberapa truk. Muatan di dek kapal agak sepi hari ini. Penumpang juga sepi, mungkin karena menjelang hari Raya idulfitri. Saya tergesa-gesa mengambil keputusan membeli nsi. saya beli 3 @ 10.000 = Rp 30.000. Ternyata nasi lama. Ada bau amis karena ika dan nasinya sudah dingin. Ini repotnya beli nasi di atas kapal. saya memberi pop mie juga hanya tak ambil air. saya beli air di kapal. Rp 5.000 saya harus bayar air untuk 3 pop mie. Nasi bungkus bau amis. Kami buang. Ini resiko. Rugi. Daripada sakit, biar rugi Rp 30.000. Kami makan mie dan istirahat. Siang kami merapat di Padang Bai. Kami masuk Bis safari Dharma Raya. Fasilitas Bus ini terbiulang elit. Baru pertama kali kami numpang bis ini. Fasilitas dan pelayanan lebih bagus daripada bis-bis lain yang pernah sya ikuti. "Mungkin harganya juga lebih mahal," kataku dalam hati karena ada kualitas, ada harga. Saya menelepon kakak laki-laki sulung, Beny di Wela untuk mengantisipasi bilamana kami tiba dinihari di Terimanal Bungurasih. "Nanti saya kontak Tyas, saudara ipar kita dari karot di Surabaya," dia bilang. "Mohon kirim nomornya juga kepadaku," pintaku,. Beny mengirimnya. Saya menontak Tyas. "Ktaeng sore. Saya Frans, adiknya Beny dari Werla. Saya mohon bantuan. Mungkin kami tiba dinihari di terimanal Purbaya / Bungurasih. Mohon bantuan untuk menjemput, biar aman, sebelum kami melanjutkan perjalan ke Jakarta. Maaf, bila merepotkan. Okay, tak apa. bila agak dekat Syrabaya nanti tolong dikabarkan," katanya. Okaym terima kasuh. Kami melintasi Pulau Bali. Kami makan siang di Denpasar. Makanan di RM itu tak enak-enak banget. Itu standar enaknya. Cukup untuk menyenyangkan perut. "Penong bea" kata orang Manggarai. Kami melanjutkan perjalanan menuju Jembrana. Kami berjalan hampir sepanjang pantai. Hutan di daerah Klatakan, Jembarana Bali masih perawan. Wah... orang Bali sangat hebat. Pada zaman modern ini, orang masih megnhargai alam. Sementara hutam di kawasan lain di Indonesia hancur, hutan di Klatakan bali masih perawan. orang Hindu Bali sangat menghargai alam. Tak serakah sepaerti masyarakat di belahan dunia lainnya di Indonesia," kataku. Sore tiba. kami tiba di pelabuhan Gili Manuk Bali. Pulau Jawa dan gunung-gunungnya tamapak menjulang tinggi . Kami meyeberang pada senja hari.Gema takbiran di dalam Kapal Fery berkumandang. Malam ini adalah malam takbiran. Umat Muslin merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa. Sekitar 1,5 jam menyeberang kami tiba di Palabuhan Ketapang - banyuwangi, Jawa Timur. Perjalanan terus melaju meliontasi hutan Baluran - Banyuwangi - Situbondo. Kami makan malam di RM........ di Situbondo. Kami makan sepuas-puasnya. Kami harus ganti bis lagi di Situbondo. kami masuk ke Safari Dharma Raya tujuan Surabaya. Kami ganti bis lagi. Ya...inilah resiko perjalanan, resiko merantau. Perantau harus tahan banting, tahan uji, tidak cengeng, siap menerima segala kemungkinan yang bakal terjadi, termasuk gonta-ganti bis seperti ini. Di daerah Pasuruan saya coba kontak Tyas. Kami ada dekat pintu tol mau masuk Surabaya sekarang. Kami harus ganti bis lagi. Kami masuk ke bis Sandy Putra )Banyuwangi - Surabaya. wow.... benar-benar merepotkan. Saya kontak Tyas. Kami tiba di terminal Purbaya. Ternyata Tyas sudah tiba. Kami turun, ambil barang. Tyas mencari mobil. dapat travel / omprengan. Sepakat Rp 150.000 ke rumahnta di kawasan Tambak Sumur 2 Surabaya. kami ngobrol. Kami tiba di rumahnya pkl 03:00. Mereka terima kami dengan hangat. Kami tidur. Syukur sudah bisa tiba dengan selamat. Mereka tidur di luar rumah. Pagi kami bangun. Kami ngobrol. Kami bincang-bincang tentang keluarga, termasuk silsilah keluarga."Maaf, saya belum tanya mama tentang keluarga kita di karot, bagaimana hubungannya. Besannya Tyas membantu mengerjakan rumah mereka di Surabaya. "Sekaramg ini di manggarai, musin "Lonto Rae," tak ada pekerjaan karena baru selesai panen, yang ada adalah duduk-duduk ngobrol urus adat (PERKAWINAN, KEMATIAN, SEKOLAH)," DEMIKAIN KRAENG......., DARI Orong, Welak. Kami bica politik. "Pa Fedelis tak mendapat dukungan maksimal di 4 desa di Kecamatan Welak,, karena dia mau mengambil semua tanah yang telah diserahkan kepada orang di 4 desa itu. Bahkan padi yang sedang menguning juga dia dan keluarganya ambil juga" katanya. "Oh... begitu, maslah di Welak ya.... Padaahal orang di wilayah lain memfavoritkan Pa Fidelis," kataku. siang tiba.. Kami harus melanjutkan perjalanan ke Jkarta. Kareng Tyas mencari taksi setelah kami saraoan pagi. Taksi tiba. 'Terima kasih sekali atas bantuan selama kami di sini. Maaf, bila merepotkan," kataku kepada mereka. Tyan dan Katrin, anaknya mencari Taksi untuk kami. Taksi datang. Kami pamit. kami masuk taksi menuju terminal Purbaya / Bungurasih - Surabaya. Hampir Rp 100.000 biaya taksi. Semua itu ditanggung Tyas. Wow... luar biasa pengorbanan kraeng Tyas ini. Saya kontak dengan agen bis Dunia Mas. Dia telepon balik. "Nanti dengan bis Sari Indah menuju jakarta. berangkat pkl 15:00,' kata agen itu. Kami turun di dekat terminal lalu perlahan masuk ke dalamnya. Surabaya terminal besar. Kami harus jalan cukup panjang. Akhirnya tiba di tempat tunggu untuk bus tujuan jakarta. Tyas antar kami sampai di bus. Wow... kenapa pakai bus tua ini. Bisa tidask bisnya ini samapi jakarta. Kami ngobrol dengan agen / calo soal kondiisi bis. "Ini bis biasa ke Jakarrta. Tampaknya bis ini naru keluar dari kandangan pembuangan. Masih ada jaringan laba-labanya. Ini memang dipakai pada saat hari lebaran begini," kataku dan Tyas. Kami harus bayar Rp 325.000 per orang. Untuk hanya Tanti dan Filo yang bayar. saya pakai tiket bus Terusan - Bima - Jakarta. Syukur bahwa tiketnya masih berlaku. Kraeng Ytas pulang. "Untuk pertama kali saya pakai bis reot begini dalam perjalanan jauh Surabaya - jakarta," kataku dalam hati. Saya agak iri dengan penumpang lainnya yang daoat bis bagus. "Tapi sudahlah. Semoga Allah memberkati kami dan mobil tua ini,: kataku dalam hati. Aku mampir di posko mudik. Ada pemeriksaan kesehatan gratid. Saya mampir. Tensi garahky 165.000 ///// Wah... tinggi juga. saya mendapat obat darah tinggi dan obat untuk mengtasi rasa lelah. Saya membeli kue dan air minum. Sore sekitar pkl 17:00 bis berangkat. Tak terlalu penuh juga. Saya lelah. Akhirnya ngatuk. Tidur. Kami abgun makan di Uban. Makanan di warung itu aromanya sangat menggugas selera makan. Makanan porsinya sedikit hnaya aromanaya menarik. Kami melanjutkan perjalanan. Bus macet di kota Semarang. AC mati, pans. Untung mereka bisa perbaiki. Bis jalan lagi. Say tak sadar banyak penumpang turun di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. kami tiba di Indramayu. Penumpang lain bertanya: "Mas, Jati Barang Cirebon masih jauh ya...." tanya mereka kepada cre bus."Wow.... Jati Barang sudah lewat... kenapa tak ngomong dari tadi," jawab kernet. Penumpang marah... Wah... tugas kamu kan mengingatkan penunpang. Asu (anjing" kata penumpang laki-laki itu. Merka harus putar balik. Butuh biaya lagi untuk sampai ke Jati barang, Cirebong. Crew bis teledor. Mereka tidak professional. Kami berhenti makan di Indramayu. "Makan bayar sendiri. Saya belanja soto ayam + nasi Rp 25.000 @ 3 = 75.000. Sayang Tanti dan Filo tidak berselera menghabiskan makanan itu. Wow.... crew bus seenaknya saja. Bilang makan 2 x ternyata makan sekali. Mereka tampak saling mempersalahkan. Begitu masuk tol Cikampek, mnereka keluar di tol Cikunir, menuju TMII. Kami mulai mempertanyakan itu. Akhirnya putar kembali di TMII / Pondok Gede menuju Cililitan - masuk tol Tanjung priuk untuk keluar di Gerbang Tol Cempaka Putih. Kami turun di Jl. Perintis Kemerdekaan. Kami menyeberang. Rupanya merek ini sopir tembak, jarang masuk jakarta," kataku. Mobilnya pelat polisi nomor L. "Itu mobil Surabaya," kata Mr. Harnoto. Kami pakai bajaj Rp 40.000 menuju Gang Bacang. Kami kontak Rony. Dia masih di Bekasi. "Rony sudah pindah," kata tetangga kepada Tanti. tanti sampaikan kepada saya. saya coba kontak Nando. Lama baru Nando balas. ando datang menjemput kami mmenuju kosnya di Jl. Mardana, Cempaka Putuh, Jakarta Pusat. Syukur kami tiba dengan selamat di jakarta. Saya coba kontak Bp Juan. Kami di RS Persahabatan, jakarta. Malam baru turun ke Cikarang. Tanti dan Filo bareng kami ke Cuikarang. " kata Bp Juan. kAMI ISTIRAHAT DI KOSNYA NANDO. KAMI MAKAN SIANG DI SANA. Saya mandi dan cucci pakain kotor. lalu kami ke tempat Rony. kami ngobrol di sana samapai malam. Kami makan malam di sana. Ada menu ikan Kencara. Hedvy bawa ikan cara. Hedy baru pulang dari Manggarai juga. Pada malam kami turun ke Cikarang. Kami singgah di bekasi. Saya turunkan tasku di sana. saya menyalami tetangga. "Selamat Idulfitri" kataku. Lalu saya masuk mobil lagi menuju Cikarang. kami antar Tus dan keponakannya di Stasiun bekasi. Kami terus ke Cikarang, tiba pkl 11:30 di sana. Kami ngobrol lalu istirahat. Sykur Tuhan kami tiba dengan selamat di Jakarta, Bekasi dan Cikarang. Perjalanan lancar, aman, tak ada perkelahian. Mungkin karena berkat upacara teing hang empo sebelum benangkat menuju tanah rantauan. Ternyata ada guan gananya ritus adat ini. Kami tiba di Jakarta pada Sabtu, 18 Juli 2015, 5 hari perjalanan dari rumah hingga Jakarta.
JPS, 1 Agustus 2015
3. Memuluskan perjalanan
Minggu, 12 Juli 2015. Saya berlibur ke Wela, Manggarai, Flores Barat. Saya hendak kembali ke Jakarta untuk mencari nafkah. Saat datang menuju kampung halaman saya sempat bertengkar dengan orang, terutama preman di Sape, Bima, NTB. Preman mengangkat golok hendak menikam saya di pelabuhan Sape. Untung saya tak meladeni tantangan dia. Saya memilih mengalah. Perkelahian terhindarkan. Ketika masih di kampung, tersiar kabar bahwa ada kerusuhan di Sape / Bima karena orang Flores (Maumere) membacok orang Sape / Bima karena cekcok di terminal / pelabuhan. Berangkat dari kondisi ini, saya berharap dan berdoa, semoga perjalanan pulang saya aman, terutama di pelabuhan Sape / terminal Bima atau terminal Mataram dan pelabuhan Lembar - Mataram. Atas dasar ini doa saya daraskan. Bukan hanya doa kepada Tuhan tapi juga doa kepada mereka yang telah meninggal, terutama, almarhum Bapa, kakek nenek, kakak adik dan semua leluhur. Dalam menyampaikan doa dan harapan ini seekor ayam jantan putih dipersembahkan dalam doa di Rumah Gendang Wela, Cancar - Manggarai. Sebelumnya kami mampir di pekuburan, berdoa di makam keluarga (leluhur)." "almarhum Bapa, almarhumah mama tua (end tua'), para kakek dan nenek, kakak dan adik semua yang ada di pekuburan ini, kami mohon doamu semua, guna keselamatan perjalanan kami menuju Jakarta. Kamu semua hendaknya menjadi pahlawanku (kami) dalam perjalanan. Jauhkan segala halangan dan rintangan, termasuk gangguan orang. Kami mengajak kamu semua ke rumah untuk menerima "santapan" segar" dari kami untukmu. Mari ke rumah sekarang, " demikian ajakan kami via kakak laki-laki sulung, Beny jelami. Lalu kami menuju ke rumah Gendang Wela. Kami mau menghargai mereka dengan memberikan "sesajian " segar dalam rupa ayam jantan putih (lalong lapak - ayam jantan warna-warni?). Di rumah Kakak Tinus Ntalbot membawakan doa adat "Torok Manuk". Setelah itu ayam disembelih. Atinya diberikan sebagai sajian bagi leluhur. Ayam dibakar. Aromanya harum bagaikan asap dupa membumbung naik ke hadirat Tuhan. Keluarga Ema Bone Kaso melayani kami di rumah. Daging kami bawa ke rumah di Ntalung Pada. Acara makan malam di sana. Daging kami bagi. Satu bagian paha ditinggal untuk ema Bone sekeluarga. Lalu kami pulang ke Ntalung Pada. Kami makan bersama di sana di rumah John. Mama tinggal di sana.
Keesokan harinya saya berangkat. Saya berangkat bersama John yang mau ke Ruteng untuk belanja. Saya berhenti di Cancar. Tunggu travel menuju Labuan Bajo. Ada travel, hanya tunggu lama karena harus menjemput penumpang. Baru berangkat sekitar pukul 11:00 am. Singgah di Lembor. Penumpang cukup banyak. kami berjejalan dalam mobil. Umumnya penumpang dari Ndoso. Kami mampir sebentar di Lembor. Sopirnya orang Rentung. Kami singgah untuk makan siang di Lembor. Menu ikan kuah di Depot Pa Puji, Rp 20.000. Saya tak makan karena masih kenyang. Lalu terus ke Labuan Bajo. Singgah sebentar di Roe untuk mengambil titipan teman yang mau dibawa ke Jakarta / Bekasi. Kami melanjutkan perjalanan. Tiba di Labuan Bajo sekitar pkl 15:00. Sempat tersesat masuk ke RS milik susteran, RS baru. Akhirnya Bp Tanti keluar dari Gang menuju jalan umum. Penumpang yang lain menggerutu. Saya malu juga. Saya tiba di Rumah besa saya, Bapak Darius Angkur, ketua DPRD Manggarai Barat, Ketua DPC PDIP. Saya malu karena tak ada oleh-oleh untuk mereka. Perjalanan babak ini aman. Sore kami ke pelabuhan untuk tanya informasi keberangkatan Fery dari labuan Bajo menuju Sape. Kami pakai Ojek. Saya, Bapa Any, Bapa Tanti ke sana. Kami sewa ojek Rp 45.000. "Ferry tak bisa jalan. karena ombak tinggi. Awan columinibus membuat gelombak besar di Laut Flores 2 - 4 meter. Kami tak bisa berlayar. Itu sangat berbahaya bagi pelayaran. Mungkin akan berlayar ke Sape, tanggal 16 Juli, bila kondisi aman," kata awak kapal Ferry. "Wow...berbahaya bagi saya. Saya sudah beli tiket bus dari Bima menuju Jakarta untuk tanggal 12 Juli 2015. Apakah tiket ini hangus atau masih berlaku? Bila hangus, saya rugi Rp 800.000.
Ya... say iklaskan saja. Saya coba kontak ke Bima. Tak masuk. Lalu agen bis Dunia Mas kontak balik saya. "Bapak, posisi di mana, apakah sudah mendapatkan kapal PELNI menuju Bima?" katanya. Wow.... rupanya tiketnya tidak hangus karena terlambat.," kataku menaruh harap. Kami terus mencari informasi kapal yang bisa menuju Bima. Kami menuju Pelabuhan Kapal besar di Wae Cicu labuan Bajo. "Loket baru bisa buka besok pkl 07:00 - 14:00 pm' kata petugas pelabuhan. Kami jalan-jalan sekitar pantai, termasuk pantai di kampung Ujung. Tempat itu telah menjadi pusat kuliner. Ada kuliner ikan bakar, kue, minuman. Ada beragam orang yang menikmati malam di kawasan itu, baik turis lokal maupun maupun manca negara. Kami minum kopi dan makan kue. Saya bayar Rp 16.000. Kami nongkrong di dermaga kayu. Geliat pasar Ujung sangat menjanjikan. Sayang geliat ekonomi itu hanya diisi oleh pendatang. Tak ada orang lokal, Manggarai Barat yang berinteraksi dari saya. Orang lokal malah menjadi tamu di situ. Kekalahan orang lokal? Mungkin. Orang lokal kalah dalam persaingan bisnis. Kami sempat mampir di pasar. Ada ikan, daging dan sayur-sayuran di sana. Ada beberapa orang lokal tapi umumnya pendatang, terutama orang Bima. Wow..., lagi-lagi orang Manggarai tersingkir. Lalu kami pulang ke rumah Bp mama Nelson (Karaeng Darius Angkur) di Golo Koe. "Saya mencari Ojek dulu," kata Bp Tanti. "Datang 3 ojek. Kami nego harga. "Rp 10.000" kata kami. Namun, dalam perjalanan kami tersesat lagi. Akhirnya sampai di rumah. Tukang ojek menggerutu. Akhirnya sampai juda di rumah. Kami bayar Rp 15.000 per orang. "Karena sempat mutar-mutar," kata tukang Ojek. Saya beri saya. Kami masuk rumah besan kami, Keraeng Darius. Kami ngobrol lalu makan malam lalu istirahat.
Besok pagi, Selasa, 13 Juni 2015. Kami masih ngobrol lagi. Terlambat ke pelabuhan untuk urus tiket. Di sana tiket untuk Kapal PELNI "TILONG KABILA" telah terjual habis. "Wow..... kita kalah gesit," kataku. Say ketemu dengan agen bus Dunia Mas. Saya ngobrol dengan dia. "Ada kapal Sirimau dari Labuan Bajo menuju Bima nanti malam. "Wow.... rahmat Tuhan, ikut kapal itu saja. Saya beli tiket kepadanya, namun hanya untuk Tanti dan Filo, lupa untuk saya sendiri. Wow.....Saya baru sadar ketika sudah di Golo Koe. Harga Tiket Dinia Mas Labuan Bajo Surabaya Rp 850.000. Mereka tak menjual tiket sampai Jakarta. "Bos tak izinkan menjual tiket sampai Jakarta, hanya boleh sampai Surabaya, ' kata agen, Kareng Alex yang berasal dari Pora, Ndoso, Manggarai Barat. Kami makan siang. Lalu istirahat sejenak. Kami pesiar ke bukit Golo Koe. Kami naik ke puncaknya. Di situ ada Gua Maria. Kami berdoa sebentar. Kami bisa melihat pemandangan Labuan Bajo. Kami lihat ada pesawat yang turun dan naik. Kami melihat hamparan rumah di Wae Mata - kampung Lancang - pantai, dll. Di puncak bukit Golo Koe ada kera. Ada keras di hutan kota Labuan Bajo. lalu kami turun. kami berencana turun ke pelabuhan. Kami cari angkot. Kami lobi angkot. Kami ketemu dengan kraeng Frans dari Rego. Kami sepakat untuk menunggu. Tarif Rp 10.000 per orang. kami 7 orang," kataku kepadanya. Sementara kami menunggu, Bp Nelson sudah memesan mobil - Avanza. Kraeng........, sopir lama datang menjemput kami. Kami numpang mobil itu menuju pelabuhan. "Terima kasih Bp - Mm Nelson, kami lanjutkan perjalanan dulu. Maaf, merepotkan,' kataku kepada mereka. Kami melanjutkan perjalanan. Kami tiba di Pelabuhan kapal penumnpang / kapal besar, Pelabuhan, Jl. Wae Cicu sekitar pukul 16:00. Kami masuk. Saya memberikan tips kepada kraeng..... yang sudah mengantar kami Rp 50.000. Saya menelepon kraeng Frans - Rego, awak angkot yang kami pesan tadi. Saya saya tak enak membatalkan pesanan. "Maaf, kami pakai mobil lain," kataku. Dia kesal. Dia mematikan teleponnya. Kami masuk ke ruang tunggu menunggu kapal Sirimau di sana. Saya didera rasa tak enak, karena tak dapat tiket kapal Sirimau. Namun saya tetap optimis bahwa bisa menuju Bima dengan kapal itu pada saat bersaman dengan Tanti dan Filo. Tanti merupakan kemenakan, anak dari adik sepupu, Robert karjon. Filo merupakan keponakan, anak dari saudari sepupu Theres Nuet. Mereka tinggal di Terang, Boleng, Manggarai Barat. Kami masuk ke ruang tunggu pelabuhan. Orang berdatangan. Kami ngobrol. Bp Tanti, Joy, Bo Any, Yos datang mengantar kami. saya membeli air mineral dan biskuit. kami makan bersama. Kami ngobrol. Dalam tiket, kapal Sirimau tiba pkl 11:00 malam. Sekitar 6 jam kami tunggu, bila kapal datang tepat waktu (pkl 23:00 pm). Say ketemu dengan sesama orang Manggarai. Dia adalah Ibu Mery, orang Cobol - Cancar. kami ngobrol. Kami ngobrol budaya manggarai. Ternyata dia paham adat Manggarai. "Kami orang Wae Welo, Todo. Kami punya totem, yakni anjing. "Bila melanggara totem amakn akan sakit" katanya. Obrolan kami sangat asyik. Saya ketemu dengan orang Jawa Timur yang merentau ke Flores. Mereka kerja di Manggarai, Ende, Maumere. "Orang Manggarai itu gengsi, tak mau kerja yang tampaknya sepele tapi sesungguhnya bisa mendatangkan duit, misalnya kumpulkan besi tua, barang pecah belah rumah tangga, daur ulang sampah. Semua yang kerjakan itu di sini orang Jawa. Ya... karena orang Jawa sudah melihat akses penjualannya di sana. Mereka sudah tahu penadahnya di sana (Surabaya)," katanya. Mereka benar. Saya ketemu orang dari kawasan Lumpur Lapindo. "Saya mendapat keuntungan besar dari marketing perjualan tanah / kawasan di daerah Lumpur Lapindo," katanya. "Wow.... ini orang rupanya calo tanah di sana. Dia licin, gesit memanfaatkan peluang, " kataku. Malam semakin larut. Kami agak lapar. Kami makan biskuit dan minum air. kraeng tua Alo (Bapa Any) tampak lelah. Dia tidur di lantai / kursi. Kasihan juga mereka. Tanti dan Filo juga mengantuk. waktu menunjukkan pkl 23:00 pm. Kapal Sirimau belum datang juga. Waktu terus berjalan. Waktu menunjukkan pkl 12:30 am. Kami putuskan untuk menuju dermaga, menunggu kapal yang akan sandar. Kami membawa barang-narang ke sana. Hati saya dag-dig - dug karena belum mendapatkan kepastian apakah bisa masuk dermaga / kapal Sirimau atau tidak namun hati tetap optimis bahwa bisa masuk kapl untuk melanjutkan perjalana, sebab kalau tidak, bagaimana solusinya, sementara Tanti dan Filo sudah dapat tiket, baik Kapal maupun bis. Namun, saya tetap menyakinkan diri bahwa saya bisa masuk kapal saat ini. Kami berdiri di dermaga menyambut datangnya kapal Sirimau yang hendak sandar. Dermaga Labuan Bajo masih terlalu tertinggal bila dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya, sebut saja Bima, Lembar - Lombok dan Benoa - Bali. Apanya yang tertinggal? Dermaga Wae Cicu Labuan Bajo tanpa tangga untuk menghubungkan tanggal kapal dengan Dermaga. Selama ini Tangga Kapal harus turun jauh ke dermaga dan atau menaikan tangga dari dermaga. Para buruh bekerja keras untuk maksud ini. Di tengah malam mereka melakukan hal ini. Ada dua tangga. Satu dari kapal Sirimau, kedua tangga yang dinaikan dari bawah, dari pelabuhan. Nreri-ngeri sedap juga pemandangan pelabuhan Wae Cicuc Labuan Bajo ini. Resiko kondisi pelabuhan yang miris ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk menurukan dan menaikkan penumpang sangat lama. Hari ni, Rabu, 14 Juli 2015. Kapal tiba pkl 01:00 am. Butuh waktu lebih dari 1 jam untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Saat tangga-tangga sudah terhubungkan dengan dermaga dan kapal, penumpang tujuan labuan Bajo turun. Sementara penumpang masuk antre. Antrean cukup panjang dalam suasana berdesak-desakan. Hati saya masih dag-dig - dug, apakah bisa masuk kapal ataukah tidak. Namun, saya tetap optimis bahwa bisa masuk kapal untuk selanjutnya melakukan perjalanan menuju Pulau Jawa. "Enu Tanti dan Filo, kamu masuk duluan ke dalam kapal. Tunggu saya di dalam kapal," kataku kepada mereka. Saya menyaksikan mental orang NTT yang tak sabaran, maumya instan, tak mau antri. Saling rebut terjadi. Mental orang Barat, para turis tampak lebih cerdas daripada orang lokal (Flores, NTT). Mereka (para turis) tampak santai meski sebagaian tak memiliki tiket kapal. Merka mengandanlkan tiket bis. "Sama kita. Ternyata saya memiliki teman. Saya tak sendiri yang tak memiliki tiket.Orang Barat agak santai, mereka antri, menunggu arahan petugas. Di pintu masuk ada pengamanan berlapis, petugas pelabuhan, petugas kapal, aparat polisi, aparat tentara. Ketika ada orang tak bertiket mau menerobos masuk dengan mudah diciduk para petugas. "Bersabar, semua kan diberi kesempatan untuk masuk, hanya tolong utamakan yang bertiket. yang tak bertiket, silahkan menunggu." kata petugas kapal. "Kasihan ya, orang yang tak punya tiket," celoteh seorang polisi yang menjaga di pelabuhan Labuan Bajo. "Kasihan benar polisi ini. Coba komentar yang membesarkan jiwa penumpang tak bertiket. Ini malah komen membuat galau," kataku dalam hati. Setelah sabar menunggu, seorang suster yang memiliki tiket masuk. Suster ini cerdas. Dia memilih waktu terakhir. Tak ada saling dorong dalam perjalanan. Dia naik dengan plong, aman. Hanya resikonya, tak mendapat tempat tidur dalam kapal karena orang duluan merebut tempat tidur. Ya... ada plus minusnya keputusan yang diambil. Tiba giliran kami yang tak berkiket. Petugas menghitung hampir 100 orang. Saya harus memikul beban yang cukup berat saat menaiki tangga kapal yang panjang dan cukup curam. Ada tiga jenis barang yang harus saya pikul: tas kecil (hitam), tas sedang (merah) dan kardus oleh-oleh. Keluarga yang mengantar tak diizinkan masuk kapal, jadinya saya harus pikul sendiri barang-barang ini. Wow... beratnya perjalanan ini. "Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan," kutipan lagu Ebith G. Ade ini pas melukiskan perjalanan ini. Aku harus berhenti di tangga guna bernafas. Lalu berusaha membangun kekuatan untuk melanjutkan perjalanan memikul beban. Semangat," kataku dalam hati. Akhirnya sampai juga di atas kapal. Saya menurunkan barang. Saya berhenti untuk mengambil nafas. "Papa, posisi di mana?" Tanti sms. "Tenang, saya sudah dalam kapal. Kapal berangkat dari palabuhan Labuan Bajo, Manggarai Barat menuju pelabuhan Bima, pkl 02:00 am. Kapal berlayar. Saya mengatur barang-barang. Saya titipkan kepada sesama orang Manggarai barang-barang saya. Saya membeli kertas plastik untuk alas tidur Rp 10.000. Saya beli 3 @ Rp 10.000 = Rp 30.000. Lalu saya telepon Tanti. Ternyata mereka di Dek 3. Mereka bersama teman-teman, orang Manggarai. Mereka bertemu teman laki-laki dari Manggarai. Mereka berasal dari Lekature dengan tujuan perantauan ulau Bali, yang seorang dari Hawe, Koang dengan tujuan perantauan kota Malang, Jawa Timur. Kami ngobrol. Saudara yang dari Hawe, Koang ternyata besannya Fon Jaban. Kami ngobrol. Lalu saya mengatur tempat untuk istirahat untuk Tanti dan Filo. "Permisi Pa, boleh geser sedikit, biar para perempuan tersendiri, laki-laki tersendiri," pintaku. Lelaki itu rela saja. Tanti dan Filo bisa tidur di kasur. Saya akhirnya dapat tempat tidur meski hanya untuk seukuran badan karena seorang penumpang mungkin ke tempat sholat. Selanjutnya saya tidur. Perjalanan aman. "Bagi saudara/i kaum muslimin - muslimat yang menunaikan ibadah puasa, silahkan ambil makanan sahur," demikian suara petugas kapal mengingatkan orang yang puasa. Pagi tiba. Kami tiba di pelabuhan Bima. "Bagi penumpang tujuan Bima yang mau makan pagi, silahkan ambil di tempat yanbg telah disiapkan," demikian suara awak kapal ketika kami sudah siap-siap turun. "Wow...ini ajakan tak iklas. Coba sejam sebelum turun dibrikan informasi untuk ambil makan, baru fair. Ini diumumkan ketika mau turun," celotehku bersama penumpang lain yang mau turun di Pelabuhan Bima, Sumbawa, NTB. "Kita kerja tim. Saya jaga barang-barang di kapal, Tanti, Filo, teman laki dari Lekaturi dan dari Hawe turun duluan. Tanti dan Filo jaga barang, kamu dua naik lagi untuk mengambil barang-barang," kami berkoordinasi. Sepakat. Kami lakukan itu. Saya terpancing untuk sewa buruh, namun mereka minta cukup mahal. Saya perlahan menggeser sendiri barang-barang kami. Kedua saudara saya muncul. Wow.... ternyata rencana kami sukses. Kerja tim yang baik. kami pikul barang-barang kami. Tanti dan Filo menjaga barang bawaan. sukses kerja team yang raih. Proses menurunkan dan menaikkan penumpang di Bima terlolong lancar karena di dremaga ada tangga di dermaga untuk menerima tangga kapal. Tangga kapal terhubung dengan tangga dermaga sehingga proses menurunkan dan menaikan penumpang berjalan lancar, lebih cepat. Kami beristirahat di ruang tunggu. Petugas pelabuhan dibantu polisi dan tentara sibuk mengatur penumpang yang keluar. Kami bertemu sesama orang Manggarai. Orang Manggarai yang turun kebanyakan penumpang kapal Tilong. Kapal Tilong baru berangkat hari ini, sekitar pkl 09:00 am dari Labuan Bajo, itu berarti sekitar pukul 15.30 tiba di Bima. Kami beristirahat sebentar. Kami makan biskuit dan minum air. Kami ngobrol. Setelah melepas lelah saya keluar ruang tunggu pelabuhan Bima. "Pa, kalau mau ke Terminal Bima dari sini, naik apa baiknya?" tanyaku kepada seorang tentara yang sedang bertugas. "Bisa pakai angkot, bisa pakai dokar," jawabnya. Terima kasi Bapak," kataku. Lalu saya keluar. Saya ketemu pemilik dokar. "Mas kalau ke Terminal Bima, mau? Ada 3 orang penumpang beserta barang. Berapa ongkos itu semua? tanyaku. Kami nego. Akhirnya sepakat Rp 40.000. Dua (2) saudara yang dari Hawe dan dari Lekature mengantar kami keluar. Barang mereka dititipkan pada sesama teman Manggarai. Saaya agak ringan jadinya karena dibantu mereka. pemilik dokar juga datang. Kami berpisah dengan suadara-saudara itu di pelabuhan Bima."Terima kasih unbtuk kebersamaan dan bantuan. Samapau jumpa," kataku. Kami naik ke dokar. Untuk pertama kali saya naik dokar. Wah..... ngeri juga hnetkannya di jalan jelek. Lebih dasyat dari hentakan mobil," Kataku. Setelah berjalan 20' menit kami tiba. Kami turun di agaen bus Dunia Mas. saya membayar Rp 40.000."Terima kasih ya Mas," kataku. Kami disambut oleh crew bus Dunia Mas. Kami ketemu orang Manggarai lain. Mereka mau ke Manggarai. Mereka diantar menuju ke pelabuhan Sape. Kami lapar. Kami pergi makan. Kami masuk warung di samping agen Bus Dunia Mas. Makanan 1 porsi Rp 25.000, menunya nasi ayam," kata ibu yang asli Malang. Wow...mahal banget. Tapi karena butuh, kami mau juga. Saya membayar Rp 75.000 untuk kami bertiga. Kemudian saya tahu bahwa masih ada warung yang lebih murah Rp 10.000. Wow.... kurang penjelajahan," kataku menyesal. Kami selesai makan. "Pa, itu tas kita diangkut ke mobil," kata Tanti. "Maaf, mobil ini ke mana? tanyaku. "Ke Sape," jawab crew bus. "Wow... kami ke Jakarta," kataku. Silahkan turunkan barang-barang kami," kataku. Wow.... berbahaya bila tidak cepat dilihat," kataku. "Akh...ke mana saja tadi," kata Pa Ahmad, agen Dunia Mas. "Waw... mengapa kamu meretui untuk menaikkan barang-barang ini? Kenbapa kamu tak melarang crew bis yang menaikan barang kami yang bukan tujuan Sape? kataku dalam hati. Kami berhasil menyelamatakan barang-barang kami dari proses salah muat. Lalu kami mandi, istirahat. Kamingobrolm soal harga tiket. "Pa, ini ada perubahan harga, karena hari Raya. Silahkan tambah Rp 300.000," kata Pa Ahmad kepada saya. "Jadinya ke Jakarta dapat Rp 1.100.000," kataku dalam hati. Kami nego. Akhirnya sepakat Rp 1.000.000. saya serahkan rp 200.000. Uang Rp 800.000 tidak hangus. "Ya... saya bersyukurlah. daripada rugi Rp 800.000, lebih baik rugi Rp 200.000," kataku dalam hati. Tanti dan Filo istirahat di lantai 2 di rumah agen dunia MNas. Tidur di lantai. Ya.... itulah perantau, harus rela hati untuk menaggung sengsara, rela berkorban. Jadwal berangkat bis dunia mas sore hari. Kmi ngobrol. kami beli es cendol di sana pada pkl 15:00. Ada penumpang dari Flores lain yang pakai bus Dunia Mas. Ternyata kelaurga dari Bapak Alex Dhase, orang Ngada / Nage keo yang sukses di manggarai. Sayangnya sudah meninggal. Beliau banyak membantu Manggarai, terutama kalangan Gereja," kataku. "Iya... betul, hanya sayangnya anak-anaknya teak terlalu sukses," kata ipar dan saudarinya. Mereka tujuan Mataram. Bapak itu pensiunan guru. "Kami orang Bajawa / Nagekeo itu pekerja," katanya. "Benar, kalau dilihat di manggarai, sopir dan kernet yang dipercayai Cina adalah orang Bajawa<' kataku.. Sore tiba. Bis Dunia Mas masuk terminal. Kami memasukkan barang-barang ke bus. Kami duduk. Sekitar pukul 19:30 bis berangkat. Saya tidur dalam bis. Bis penuh. Kami makan malam di Badas. Saya makan cukup kenyang. Pagi hari kami menyeberang ke Pulau Lombok. Kami tiba padi di Pelabuhan kayangan, Lombok Barat (? / Timur). Kami tiba pkl 07:00 di Terimal Mataram. Ternyata hanya 5 orang penumpang menuju Pulau Jawa. Wow..... bermasalah lagi perjalanan ini.Kami harus ganti bis. Penumpang lain yang tujuan Bandung, kami lihat mau pakai pesawat. Mereka hanya minta pengembalain separush uang tiket menuju Jakarta. Crew bus mengurus mereka tiket pesawat. Kami menunggu. Saya telepon Tin di Mataram. Bapa Oby di tempat kerja. saya telepon keluarga di Wela. Merek doakan yang terbaik untuk kami. Crew Dunia Mas mencari mobil untuk kami. Kami pakai bus Safari Dharma Raya. Kami masuk. Kami diberikan kue. Kami tampak berbut tempat dengan pemumpang dengan tujuan Jogyakarta / Solo. Bus Safari ini tujuan Solo / Yogyakarta. Kami numpang sampai Surabaya. "sampai di sana silahkan cari mobil lain menuju Jakarta," kata crew bus Dunia Mas. Kami naik. Kami masih dikenai biaya oleh crew bis berseragam Safari Dharma raya di mataraman Rp 20.000. Wow..... ini pungli lagi. NTB kuat dengan pungli," celotehku dalam hati. saya dapat tempat duduk. Crew bus melayani saya dengan baik, ramah dan sopan. Rupanya mereka orang Jawa. Beda sekali dengan pelayanan orang NTB. "Banyak tempat kosong, silahkan pilih saja yang kosong," kata crew bis kepadaku. "Terima kasih Pa," kataku. Kami berangkat. Di Pelbuhan Lembar sya pikir ada pemeriksaan KTP. Ternyata tidak. Kami masuk kapal. Hanya 1 bis yang dimuat Ferry saat ini Ada kendaraan pribadi dan beberapa truk. Muatan di dek kapal agak sepi hari ini. Penumpang juga sepi, mungkin karena menjelang hari Raya idulfitri. Saya tergesa-gesa mengambil keputusan membeli nsi. saya beli 3 @ 10.000 = Rp 30.000. Ternyata nasi lama. Ada bau amis karena ika dan nasinya sudah dingin. Ini repotnya beli nasi di atas kapal. saya memberi pop mie juga hanya tak ambil air. saya beli air di kapal. Rp 5.000 saya harus bayar air untuk 3 pop mie. Nasi bungkus bau amis. Kami buang. Ini resiko. Rugi. Daripada sakit, biar rugi Rp 30.000. Kami makan mie dan istirahat. Siang kami merapat di Padang Bai. Kami masuk Bis safari Dharma Raya. Fasilitas Bus ini terbiulang elit. Baru pertama kali kami numpang bis ini. Fasilitas dan pelayanan lebih bagus daripada bis-bis lain yang pernah sya ikuti. "Mungkin harganya juga lebih mahal," kataku dalam hati karena ada kualitas, ada harga. Saya menelepon kakak laki-laki sulung, Beny di Wela untuk mengantisipasi bilamana kami tiba dinihari di Terimanal Bungurasih. "Nanti saya kontak Tyas, saudara ipar kita dari karot di Surabaya," dia bilang. "Mohon kirim nomornya juga kepadaku," pintaku,. Beny mengirimnya. Saya menontak Tyas. "Ktaeng sore. Saya Frans, adiknya Beny dari Werla. Saya mohon bantuan. Mungkin kami tiba dinihari di terimanal Purbaya / Bungurasih. Mohon bantuan untuk menjemput, biar aman, sebelum kami melanjutkan perjalan ke Jakarta. Maaf, bila merepotkan. Okay, tak apa. bila agak dekat Syrabaya nanti tolong dikabarkan," katanya. Okaym terima kasuh. Kami melintasi Pulau Bali. Kami makan siang di Denpasar. Makanan di RM itu tak enak-enak banget. Itu standar enaknya. Cukup untuk menyenyangkan perut. "Penong bea" kata orang Manggarai. Kami melanjutkan perjalanan menuju Jembrana. Kami berjalan hampir sepanjang pantai. Hutan di daerah Klatakan, Jembarana Bali masih perawan. Wah... orang Bali sangat hebat. Pada zaman modern ini, orang masih megnhargai alam. Sementara hutam di kawasan lain di Indonesia hancur, hutan di Klatakan bali masih perawan. orang Hindu Bali sangat menghargai alam. Tak serakah sepaerti masyarakat di belahan dunia lainnya di Indonesia," kataku. Sore tiba. kami tiba di pelabuhan Gili Manuk Bali. Pulau Jawa dan gunung-gunungnya tamapak menjulang tinggi . Kami meyeberang pada senja hari.Gema takbiran di dalam Kapal Fery berkumandang. Malam ini adalah malam takbiran. Umat Muslin merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa. Sekitar 1,5 jam menyeberang kami tiba di Palabuhan Ketapang - banyuwangi, Jawa Timur. Perjalanan terus melaju meliontasi hutan Baluran - Banyuwangi - Situbondo. Kami makan malam di RM........ di Situbondo. Kami makan sepuas-puasnya. Kami harus ganti bis lagi di Situbondo. kami masuk ke Safari Dharma Raya tujuan Surabaya. Kami ganti bis lagi. Ya...inilah resiko perjalanan, resiko merantau. Perantau harus tahan banting, tahan uji, tidak cengeng, siap menerima segala kemungkinan yang bakal terjadi, termasuk gonta-ganti bis seperti ini. Di daerah Pasuruan saya coba kontak Tyas. Kami ada dekat pintu tol mau masuk Surabaya sekarang. Kami harus ganti bis lagi. Kami masuk ke bis Sandy Putra )Banyuwangi - Surabaya. wow.... benar-benar merepotkan. Saya kontak Tyas. Kami tiba di terminal Purbaya. Ternyata Tyas sudah tiba. Kami turun, ambil barang. Tyas mencari mobil. dapat travel / omprengan. Sepakat Rp 150.000 ke rumahnta di kawasan Tambak Sumur 2 Surabaya. kami ngobrol. Kami tiba di rumahnya pkl 03:00. Mereka terima kami dengan hangat. Kami tidur. Syukur sudah bisa tiba dengan selamat. Mereka tidur di luar rumah. Pagi kami bangun. Kami ngobrol. Kami bincang-bincang tentang keluarga, termasuk silsilah keluarga."Maaf, saya belum tanya mama tentang keluarga kita di karot, bagaimana hubungannya. Besannya Tyas membantu mengerjakan rumah mereka di Surabaya. "Sekaramg ini di manggarai, musin "Lonto Rae," tak ada pekerjaan karena baru selesai panen, yang ada adalah duduk-duduk ngobrol urus adat (PERKAWINAN, KEMATIAN, SEKOLAH)," DEMIKAIN KRAENG......., DARI Orong, Welak. Kami bica politik. "Pa Fedelis tak mendapat dukungan maksimal di 4 desa di Kecamatan Welak,, karena dia mau mengambil semua tanah yang telah diserahkan kepada orang di 4 desa itu. Bahkan padi yang sedang menguning juga dia dan keluarganya ambil juga" katanya. "Oh... begitu, maslah di Welak ya.... Padaahal orang di wilayah lain memfavoritkan Pa Fidelis," kataku. siang tiba.. Kami harus melanjutkan perjalanan ke Jkarta. Kareng Tyas mencari taksi setelah kami saraoan pagi. Taksi tiba. 'Terima kasih sekali atas bantuan selama kami di sini. Maaf, bila merepotkan," kataku kepada mereka. Tyan dan Katrin, anaknya mencari Taksi untuk kami. Taksi datang. Kami pamit. kami masuk taksi menuju terminal Purbaya / Bungurasih - Surabaya. Hampir Rp 100.000 biaya taksi. Semua itu ditanggung Tyas. Wow... luar biasa pengorbanan kraeng Tyas ini. Saya kontak dengan agen bis Dunia Mas. Dia telepon balik. "Nanti dengan bis Sari Indah menuju jakarta. berangkat pkl 15:00,' kata agen itu. Kami turun di dekat terminal lalu perlahan masuk ke dalamnya. Surabaya terminal besar. Kami harus jalan cukup panjang. Akhirnya tiba di tempat tunggu untuk bus tujuan jakarta. Tyas antar kami sampai di bus. Wow... kenapa pakai bus tua ini. Bisa tidask bisnya ini samapi jakarta. Kami ngobrol dengan agen / calo soal kondiisi bis. "Ini bis biasa ke Jakarrta. Tampaknya bis ini naru keluar dari kandangan pembuangan. Masih ada jaringan laba-labanya. Ini memang dipakai pada saat hari lebaran begini," kataku dan Tyas. Kami harus bayar Rp 325.000 per orang. Untuk hanya Tanti dan Filo yang bayar. saya pakai tiket bus Terusan - Bima - Jakarta. Syukur bahwa tiketnya masih berlaku. Kraeng Ytas pulang. "Untuk pertama kali saya pakai bis reot begini dalam perjalanan jauh Surabaya - jakarta," kataku dalam hati. Saya agak iri dengan penumpang lainnya yang daoat bis bagus. "Tapi sudahlah. Semoga Allah memberkati kami dan mobil tua ini,: kataku dalam hati. Aku mampir di posko mudik. Ada pemeriksaan kesehatan gratid. Saya mampir. Tensi garahky 165.000 ///// Wah... tinggi juga. saya mendapat obat darah tinggi dan obat untuk mengtasi rasa lelah. Saya membeli kue dan air minum. Sore sekitar pkl 17:00 bis berangkat. Tak terlalu penuh juga. Saya lelah. Akhirnya ngatuk. Tidur. Kami abgun makan di Uban. Makanan di warung itu aromanya sangat menggugas selera makan. Makanan porsinya sedikit hnaya aromanaya menarik. Kami melanjutkan perjalanan. Bus macet di kota Semarang. AC mati, pans. Untung mereka bisa perbaiki. Bis jalan lagi. Say tak sadar banyak penumpang turun di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. kami tiba di Indramayu. Penumpang lain bertanya: "Mas, Jati Barang Cirebon masih jauh ya...." tanya mereka kepada cre bus."Wow.... Jati Barang sudah lewat... kenapa tak ngomong dari tadi," jawab kernet. Penumpang marah... Wah... tugas kamu kan mengingatkan penunpang. Asu (anjing" kata penumpang laki-laki itu. Merka harus putar balik. Butuh biaya lagi untuk sampai ke Jati barang, Cirebong. Crew bis teledor. Mereka tidak professional. Kami berhenti makan di Indramayu. "Makan bayar sendiri. Saya belanja soto ayam + nasi Rp 25.000 @ 3 = 75.000. Sayang Tanti dan Filo tidak berselera menghabiskan makanan itu. Wow.... crew bus seenaknya saja. Bilang makan 2 x ternyata makan sekali. Mereka tampak saling mempersalahkan. Begitu masuk tol Cikampek, mnereka keluar di tol Cikunir, menuju TMII. Kami mulai mempertanyakan itu. Akhirnya putar kembali di TMII / Pondok Gede menuju Cililitan - masuk tol Tanjung priuk untuk keluar di Gerbang Tol Cempaka Putih. Kami turun di Jl. Perintis Kemerdekaan. Kami menyeberang. Rupanya merek ini sopir tembak, jarang masuk jakarta," kataku. Mobilnya pelat polisi nomor L. "Itu mobil Surabaya," kata Mr. Harnoto. Kami pakai bajaj Rp 40.000 menuju Gang Bacang. Kami kontak Rony. Dia masih di Bekasi. "Rony sudah pindah," kata tetangga kepada Tanti. tanti sampaikan kepada saya. saya coba kontak Nando. Lama baru Nando balas. ando datang menjemput kami mmenuju kosnya di Jl. Mardana, Cempaka Putuh, Jakarta Pusat. Syukur kami tiba dengan selamat di jakarta. Saya coba kontak Bp Juan. Kami di RS Persahabatan, jakarta. Malam baru turun ke Cikarang. Tanti dan Filo bareng kami ke Cuikarang. " kata Bp Juan. kAMI ISTIRAHAT DI KOSNYA NANDO. KAMI MAKAN SIANG DI SANA. Saya mandi dan cucci pakain kotor. lalu kami ke tempat Rony. kami ngobrol di sana samapai malam. Kami makan malam di sana. Ada menu ikan Kencara. Hedvy bawa ikan cara. Hedy baru pulang dari Manggarai juga. Pada malam kami turun ke Cikarang. Kami singgah di bekasi. Saya turunkan tasku di sana. saya menyalami tetangga. "Selamat Idulfitri" kataku. Lalu saya masuk mobil lagi menuju Cikarang. kami antar Tus dan keponakannya di Stasiun bekasi. Kami terus ke Cikarang, tiba pkl 11:30 di sana. Kami ngobrol lalu istirahat. Sykur Tuhan kami tiba dengan selamat di Jakarta, Bekasi dan Cikarang. Perjalanan lancar, aman, tak ada perkelahian. Mungkin karena berkat upacara teing hang empo sebelum benangkat menuju tanah rantauan. Ternyata ada guan gananya ritus adat ini. Kami tiba di Jakarta pada Sabtu, 18 Juli 2015, 5 hari perjalanan dari rumah hingga Jakarta.
JPS, 1 Agustus 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar