Nunduk Mensia Jiri Kode
Menurut ata Manggarai kode jiri one mai mensia. Soo tara nggitun? Wajol toem lelo le ata tua/ popo/ ase kae / wau. Ata tua deming sma tau, ende dening ema te lleo/tinu anak. usu wokok anak hoo, wiga emi kebor te jiri iko agu emi leke naa one rangan wiga ngo one uma /puar, wiga jiri kode.
Salak te lelo le ata tuan / wau anak koe hoo jiri kode ge.
MN: Tombo hoo, kali manga betuan. Tombo nunduk hoo manga hubungan agu Homo Fobit one Flores (Lio). Aku pernah baca one beirta online tentang Fobit hoo. Hemong laku situs sumber beritan. Reme kawen.
Nganve pake situs hoo:
https://inet.detik.com/science/d-6043843/ilmuwan-sebut-manusia-purba-mungkin-masih-hidup-di-flores
(Judul berita: Ilmuwan Sebut Manusia Purba Mungkin Masih Hidup di Flores
Baca artikel detikinet, "Ilmuwan Sebut Manusia Purba Mungkin Masih Hidup di Flores" selengkapnya https://inet.detik.com/science/d-6043843/ilmuwan-sebut-manusia-purba-mungkin-masih-hidup-di-flores.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/)
Selain itu berita tentanng Homo Floresiensis bisa disimak di situs berikut:
https://sains.sindonews.com/read/754715/768/ilmuwan-kanada-sebut-nenek-moyang-manusia-purba-berasal-dari-flores-indonesia-1650956667/20
(Cerita Rakyat Manggarai Barat -NTT)
https://www.facebook.com/H.khairul.putro?fref=ts&ref=br_tf
Usman D Ganggang added 4 new photos.
Penyelesaian Perkara Perdata ala Monyet
(Cerita Rakyat Manggarai Barat -NTT)
Semua orang tahu, monyet adalah binatang, Tapi kalau monyet dapat menyelsaikan perkara manunisia tentu ini bukan sembarang monyet. Mau bukti? Sekali waktu, Si Miskin warga Labuan , jatuh sakit dan hampir sekarat. Beruntunglah suatu pagi, terciumlah olehnya akan aroma ikan encara (sejenis ikan yang aromanya kalau digoreng dapat dicium hingga puluhan km dan Ikan ini banyak terdapat di Labuanbajo)yang ternyata lantaran aroma itu pada akhirnya dapat membuat dia langsung sembuh.
Tak pernah terbayang oleh Si Miskin bahwa lantaran mencium aroma ikan encara ini bukan hanya dia bisa sembuh dari sakit tapi malah justru diancam masuk penjara kalau tidak memiliki uang satu juta rupiah untuk membayar aroma ikan yang kebetulan datangnya dari rumah Si Kaya. Di sinilah awal mulanya kehebatan sang monyet dalam meniti karienya sebagai hakim terbijak sedunia.
Bagaimana hal ini terjadi? Tiba-tiba si miskin minta makan sama ibunya yang sudah tua renta. Ibunya pun segera membawanya ke tempat tidur si miskin. Makanan yang dibawa ibunya dilahap habis. Ibunya bersyukur karena setelah makan, langsung anaknya sembuh. Tetapi dia belum puas, karena itu, ia bertanya,”Kamu makan obat dari mana sehingga sepagi buta ini ananda bisa makan sampai sebanyak ini?”
Si Miskin berterus terang sama ibunya bahwa ia sembuh karena ia mencium aroma ikan encara, dari rumah sebelah. Ibunya paham dan k arena itu, ia mengajak anaknya untuk bertemu orang kaya di rumah sebelah. Maksudnya, untuk berterima kasih, lantaran Si Miskin sembuh dari sakit keras a tas bantuan aroma ikan encara Si Kaya.
“Apa betul?” tanya si kaya serius.
“Terima kasih Bapak!” jawab ibu anak itu.
“ Yang saya tanyakan adalah anak anda sembuh karena aroma ikan encaraku?” Si Kaya mengulang.
“Iya, Bapak!” jawab Si Miskin.
“Baguslah kalau begitu. Tapi…
“Apa ya Bapak?” sambung Si Miskin .
“Tapi kamu harus bayar dengan uang satu juta rupiah”, ujar Si Kaya semabri menambahkan kalau tidak terbayar kamu dipenjarakan.”Wah, kami tidak punya uang Bapak”, jawab Si Miskin sambil melirik ibunya.
“Bukan soal tidak punya uang. Tapi kamu harus cari uang sebanyak itu dalam tempo dua bulan. Sudah dengar?” tanya Si Kaya serius , sambil meminta mereka pulang cepat ke rumah dan mencari uang, bagaimana caranya, yang penting jangka pembayarannya dalam waktu dua bulan.
Akhirnya, keduanya pun pulang dengan tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih. Di rumah, mereka berembuq untuk menemui keluarganya yang cukup berada. Tapi kemudian, bukan uang yang mereka terima, malah justru kata-kata cemooh serta makian yang didengar..
Mereka pun menemui kambing. “ Ah… ada-ada saja kamu ini, aku tidak punya uang. Dan kalaupun ada, paling-paling setelah itu, kamu potong aku dan dagingku kamu satekan”, ujar Si Kambing serius. Lalu mereka menemui Kuda. Jawaban Kuda pun hampir sama.” Kamu memang manusia tidak tahu diuntung, sudah jadikan aku sebagai kuda beban,lalu kalau aku mati, kamu makan dagingku”, respon Kuda bernada tinggi.
Mendapat jawaban seperti itu , mereka pun lalu pulang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu Monyet. ”Hei, kenapa murung sekali muka kalian?” Monyet membuka percakapan. Lalu, ibu Si Miskin menceritakan secara mendetail tentang apa yang mereka alami. “Ah,… itu gampang koq, mengapa dipikirin?” Monyet membuka langkah praktis mengantisipasi masalah dengan kata” gampang”.
“Gimana caranya?”, kata Ibu Si Miskin dengan berwajah gembira. “Tidak usah tunggu dua bulan, malam ini aja kita bayar. Sekarang, kamu siapkan pundi-pundi kemudian masukan potongan zenk dan besi-besi yang karat ditambah dengan kerikil, kemudian dicampur dalam pundi tersebut. Sebelum magrib, kamu datang ke rumahku. “Tetapi sebelumnya, diberitahu lebih dahulu kepada orang kaya itu bahwa dia harus bertemu kita setelah pukul 20.00 malam ini”, ujar Monyet bernada lantang.
Sebelum magrib mereka langsung menemui Monyet untuk memberitahukan kesiapan si Kaya menghadiri pertemuan sekali pembayaran uang satu juta rupiah. “ Si Kaya Bangga sekali dan secepatnya dia datang menemui kita”, Ibu Si Miskin beritahu.
Nanti, kata Monyet , ikut saja apa yang saya omong. Kita tidak boleh tertawa, tetapi harus serius. Kita mau balas model penipuan gaya Si Kaya itu. “Intinya, gimana? tanya Si Miskin. “Pokoknya, ikut saja apa yang saya sampaikan”, komentar Monyet.
Si Kaya pun dating sebelum waktu yang telah ditentukan. Maklum tanda-tanda jelas untuk menerima uang satu juta terbayang di wajahnya. “Selamat malam Tuan Monyet!” Si Kaya menyapa Monyet. “Malam Tuan Kaya, gimana kabar?” Kabar baik Tuan Monyek”, jawab Si Kaya.
Tuan Kaya, malam ini Si MIskin akan membayar utang lantaran mencium aroma ikan encara Tuan. Tetapi sebelum dibayar, Tuan harus menceritakan bagaimana prosesnya soal uang satu juta itu terjadi. “Saya kira tidak perlu saya ceritakan lagi, yang jelas, Si Miskin dan Ibunya pasti menceritakan terlebih dahulu. Karena kalau tidak mengapa saya diundang oleh Tuan Monyet yang saya tahu selama ini adalah Hakim Binatang.
Baiklah kalau begitu, kata Monyet. Tempat pembayaran di sebuah kolam di samping rumahku. Mereka pun menuju kolam. Setelah tiba Tuan Hakim, Monyet pun langsung duduk di kursi empuknya. Sementara Si Miskin duduk bersama ibunya. Dan Tuan Kaya menduduki kursi di sebelah meja yang telah disediakan.
“Saudara Miskin, apa Anda sehat?
“Sehat Tuan Monyet!” jawab Si Miskin
“OK, Betulkah Anda bisa sehat karena mencium aroma ikan encara?”
“Betul Tuan Monyet”.
“Lalu, mengapa Anda bersama ibu Anda menceritakannya kepada Tuan Kaya?”
Saya ceritakan karena dengan mencium aroma ikan encara dari Tuan Kaya, saya langsung sembuh. Jadi, saya dan ibu saya ke sana datang untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuan Kaya. Tapi setelah kami menceritakan hal tersebut, ternyata Tuan Kaya minta supaya harus dibayar dengan uang satu juta. “Saya tidak mengerti lagi dengan hal semacam ini Tuan Monyet?” ia bertanya serius dan didengar pula oleh Tuan Kaya tentang uraian Si Miskin.
OK, sekarang saya bertanya kepada Tuan Kaya. “Apakah Anda sehat Tuan Kaya?” Tanya Tuan Monyet.
“Seperti yang Tuan Monyet liat!” jawab Tuan kaya bernada sombong.
“Iya, saya lihat Tuan Kaya, seperti pusing. Gimana, apa betul?”
“Tuan Monyet, jangan mengada-ada. Saya sehat koq!”
“Iya, sehat fisiknya, tapi rohaninya kurang sehat tuh!” Tuan Monyet memberitahu.
Kalau tidak sehat rohani , kata Tuan Kaya, mengapa saya harus minta uang satu juta rupiah kepada Si Miskin lantaran dia mencium aroma ikan encaraku. Iya, dia tidak mungkin sembuh dari sakitnya kalau tidak mencium aroma ikan encaraku. “Tanyakan kepada Saudara Miskin, apa tidak benar apa yang saya ceritakan?”Tuan Kaya sudah mulai marah.
Tuan Monyet sudah siap. Andai nanti, Tuan Kaya berontak dan mau berkelahi, lari saja ke kolam. “Saya dan Si Miskin dan ibunya pandai berenang sementara Tuan Kaya jangan kan berenang jalan kaki saja jarang. Maklum orang kaya, selalu bersama mobil kalau keluar rumah dan kalau ke luar negeri pesawat terbang sudah menunggu.
“Saudara Miskin, apa Anda dengar dengan cermat apa yang dikatakan Tuan Kaya?”
“Iya, Tuan Monyet!”
“Nah, sekarang saya mau Tanya lagi,” pembayaran uang tersebut jangka waktunya berapa bulan?”
“Dua bulan, Tuan Monyet”.
“Ya, benar Tuan Monyet,” sambung Tuan Kaya.
“Saudara diam dulu! Katanya sehat, ternyata kurang sehat.”
“Apa saya kurang sehat Tuan Monyet?” ia menantang Tuan Monyet.
“Tuan Kaya sedang sakit. Kalau tidak mengapa Saudara menjawab pertanyaan yang saya tujukan kepada Miskin?” Tuan Monyet suaranya sudah meninggi.
OK, Saudara Miskin, Anda harus berdiri kemudian lihat ke atas! “Apa betul di langit itu ada bulan?” Tanya Tuan Monyet. “Ada bulan”. Jawab Si MIskin.” Iya, di langit ada bulan “, sambung Tuan Kaya.
Saudara Tuan Kaya, saya peringatkan Anda, jangan suka sambung-sambung pembicaraan Saudara Miskin. “ Iya, pasti Tuan Kaya ini sakit! “ Tuan Monyet berujar kasar.
Tuan Kaya kemudian diam. Ada rasa jengkel terpatri di hatinya. Tetapi ia tidak mengungkapkannya. Ia paham kalau diungkapkan pasti Tuan Monyet marah dan usir keluar. Karena itu, ia diam terpaku di kursinya.
“Saudara Miskin lihat ke dasar kolam! Apakah ada bulan di sana?” Iya, Tuan Monyet. Lalu berapa jumlahnya? “ Tanya Tuan Monyet. “Satu di dasar kolam dan satunya lagi di langit. “Berarti jumlahnya dua bulan kan?” smbung Tuan Monyet.
“Tuan Kaya, apa Saudara dengar kesaksian Saudara Miskin.
“ Iya Tuan Monyet!” jawab Tuan Kaya.
“Nah, ini baru Tuan Kaya sehat.
“Jadi, berapa jumlah bulan tersebut?” Tanya Tuan Monyet.
“Dua, Tuan Monyet”.
OK. Jadi , janjinya tepat kan, yakni dua bulan. “Apa benar Saudara Miskin? “ “Benar Tuan Monyet” jawab Si MIskin, lalu disambung lagi oleh Tuan Kaya. “Bagus, kata Tuan Monyet, karena Tuan Kaya sudah paham.
Nah, sekarang, Saudara Miskin angkat pundi-pundimu , lalu digoyang-goyangkan!” perintah Tuan Monyet. Dengan cepat SIi Miskin melakukan sesuai dengan yang diperintahkan Tuan Monyet. Maka zenk-zenk bekas dan besi karat apalagi dicampur dengan kerikil, bunyi gemerincinglah terdengar kemudian.
“Saudara Tuan Kaya apa masih sakit?” Tanya Tuan Monyet. “Saya sehat Tuan Monyet!” jawab Tuan Kaya dengan bersemangat. “Berarti saudara mendengar bunyi uang batu yang diperdengarkan oleh Miskin?’ Tanya Tuan Monyet dengan berapi-api.
“Dengar, Tuan Monyet.
“Betul?” Tuan Monyet bertanya lagi.
“Betul, Tuan Monyet”, Tuan Kaya mengulang jawabannya.
OK, “ Saudara Miskin, apakah saudara betul mencium aroma ikan encara Tuan Kaya?”
“Betul” jawab Si Miskin.
“Saudara Tuan Kaya, apa Anda dengar apa yang dikatakan Saudara Miskin.?’
“Dengar Tuan Monyet”
“Kalau begitu, sudah terbayar, karena ketika mau dibayar oleh Saudara Miskin tadi, Tuan kaya sudah mendengar, apalagi tepat waktunya yakni dua bulan. Jadi, mencium aroma ikan dibayar dengan mendengar bunyi gemerincing uang dalam pundi-pundi.
“Sidang saya tutup, lalu Tuan Monyet sebelum membunyikan palu tiga kali, ia masih meminta Tuan Kaya, kalau tidak puas , silakan naik banding. Tok,Tok.Tok! bunyi palu terdengar keras dalam persidangan malam itu
**** (Usman D.Ganggang hasil wancara dengan Pua de Ganggang)
Frans Jelata Pa Usman, kisahnya menarik. Saya baru dengar. Ini "nunduk / tombo turuk" dari Kempo? Izin copas ya Pa.? Terima kasih.
Usman D Ganggang Nenggitun ko reba Frans Jelata?
Ini cerita diceritakan Pua saya ketika masih kecil. Sdh disatukan
dalam cerita Rakyat NTT yang saya kumpulkan sejak tahun 1980-an. Boleh
reba. silakan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar