Catatan F. Felata:
Kapitalis Neoliberalisme: meminggirkan manusia dan institusi negara
Budaya Lodok: manusia sebagai sentral . jantung kosmos / kehidupan - (Haju teno - simbol manusia - ada di tengah /lodok suatu lingko (tanah komunal masyarakat adat Manggarai).
Seminari Tinggi Ritapiret Gelar Seminar Neoliberalisme Versus Pembangunan Kristiani
http://www.floresa.co/2015/04/12/seminari-tinggi-ritapiret-gelar-seminar-neoliberalisme-versus-pembangunan-kristiani/
diakses, 19 April 2015, pkl 12:22
Floresa.co-Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret
menggelar seminar bertajuk “Melacak Daya Jalar Neoliberalisme Global
Versus Visi Pembangunan Kristiani”, Sabtu, (11/4/2015).
Seminar selama setengah hari ini menghadirkan pembicara tunggal, Beny
Denar, mahasiswa pascasarjana STFK Ledalero. Menurutnya,
neoliberalisme penting untuk dicermati karena ideologi ini telah
menguasasi pilihan politik ekonomi dunia saat ini.
Menurut Beny, neoliberalisme yang menopang pembangunan global memang
telah berhasil menjual mimpi-mimpi tentang kemakmuran, namun gagal
mengidentifikasikan secara konkret impian dasarnya itu berhadapan dengan
kerakusan yang menjadi “cacat bawaannya.”
“Di sinilah letak kontroversi atau ambiguitas pembangunan itu.
Pembangunan menjadi sesuatu yang dikehendaki sekaligus ditentang,
dirangkul sekaligus diwaspadai, dijalankan sekaligus dilawan,”
terangnya.
Pembicara yang juga pernah menjalankan Tahun Orientasi Pastoral (TOP)
di Seminari Menengah Yohanes Paulus II Labuan Bajo ini menjelaskan
neoliberalisme dimengerti sebagai paham dan proyek besar untuk mengatur
manusia dan tata masyarakat yang berisi dua lapis agenda.
Pertama, neoliberalisme adalah paham dan agenda pengaturan
manusia dan masyarakat yang didasarkan pada prioritas dimensi “manusia
ekonomi” (
homo oeconomicus) atas dimensi-dimensi lain hidup
manusia dan masyarakat (manusia sebagai makhluk kultural, spiritual,
politis, komuniter, dan sebagainya).
Kedua, dalam kaitan dengan lapis agenda pertama, neoliberalisme juga dipahami sebagai dominasi sektor ekonomi finansial (
financial economy) atas sektor ekonomi riil
(real economy) dalam tata ekonomi-politik suatu masyarakat.
Selanjutnya, Benny menyatakan kondisi neoliberal biasanya ditandai oleh dua ciri pokok.
Pertama, semakin banyak bidang-bidang kehidupan pribadi dan masyarakat yang mengalami proses komodifikasi dan komersialisasi.
Kedua, proses ekonomi ditandai oleh ketercerabutan (
disembed-dedness) aktivitas ekonomi dari konsern ekonomi ‘orang-orang biasa’ (seperti petani, buruh, nelayan, dan sebagainya).
Adapun tesis-tesis mendasar kapitalisme adalah;
Pertama, privatisasi aset (
private property). Aset produktif dikuasai sepenuhnya atau sebagian besar oleh perorangan swasta.
Kedua,
terdapat jaminan kebebasan untuk menggunakan kekayaan perorangan untuk
kegiatan usaha atau investasi dan kebebasan memilih pekerjaan (
Freedom of enterprise and choice).
Ketiga, motif orang perorangan dalam kaitan dengan kegiatan ekonomi bersifat self-interest.
Keempat,
oleh karena motif perorangan yang bersifat self interest diakui, maka
tidak terelakkan terjadinya persaingan bersifat terbuka yang
mengendalikan motif kepentingan antarpribadi itu (
open competition).
Kelima, untuk menjamin persaingan bebas, semua barang yang
dibutuhkan tersedia dengan bebas, informasi bersifat terbuka untuk umum,
dan harga ditentukan oleh mekanisme pasar (
market and prices), yakni dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran (
equilibrium by demand-supply interaction).
Keenam, sebagai konsekuensi dari adanya totalitas pasar,
intervensi pemerintah sedapat mungkin ditiadakan. Lalu lintas ekonomi
sepenuhnya digerakkan oleh para pelaku pasar (
invisible hand), yaitu oleh motif setiap orang dalam memenuhi kepentingan mereka masing-masing (
limited role of government).
Menurut Benny Denar, daya jalar kapitalisme-neoliberal memiliki bias-bias destruktif yang sangat akut.
Pertama,
paham ini cendrung menginstrumentalisasi manusia. Manusia dihargai
sejauh dia produktif secara ekonomis. Oleh karena itu, paham ini
cenderung menolak kekhasan manusia berdasarkan kelompok sosial atau
rasnya.
Kedua, paham liberalisme juga membuat ambruk sistem politik
sebuah negara. Sebab paham ini meyakini kesamaan antara manusia sebagai
homo politicus dan manusia sebagai homo economicus. Keyakinan inilah
yang merusak dunia politik, karena kebijakan politik diambil alih oleh
para pemodal (
the invisible hand).
Ketiga, paham liberalisme-kapitalisme sangat kuat
memarginalisasi kaum miskin. Sebab sistem liberalisme cenderung
berorientasi pada penumpukan kekayaan pada para pemodal besar dan sangat
kuat menciptakan banyak orang miskin baru, termasuk mereka yang kalah
dalam persaingan.
Keempat, arus neoliberalisme-kapitalisme global cukup kuat
merusakkan lingkungan hidup. Pemutlakkan terhadap keuntungan dan
akumulasi modal memang menimbulkan kemakmuran, namun kemakmuran itu
banyak dicapai dengan merusakan lingkungan hidup.
Kelima, masalah yang paling rumit adalah semakin masifnya
penyebarluasan model ekonomi dan pola/gaya hidup negara-negara kaya ke
seluruh dunia, termasuk ke negara-negara miskin di dunia ketiga. Fenomen
ini menimbulkan masalah yang amat krusial sebab penyebarluasan model
ekonomi dan gaya hidup dari negara-negara kaya itu hampir pasti akan
menyebabkan ambruknya tatanan bumi secara ekologis.
Paradigma Pembangunan Kristiani
Berhadapan dengan bias-bias destruktif itu, pembicara memaparkan
konsistensinya menolak kerangka teoritis dan paradigma dominan dalam
studi tentang pembangunan, kekuasaan dan kemiskinan, yang menempatkan
sistem kapitalisme neoliberal sebagai senjata utama yang dipakai
kekuasaan untuk melaksanakan pembangunan dengan dalil untuk mengurangi
kemiskinan.
Dalam kenyataannya, paradigma kapitalistik neoliberal dalam tata
ekonomi politik pembangunan hanya mengukuhkan hegemoni peran pemodal dan
semakin bebasnya mekanisme pasar serta terminimalisirnya peran negara.
Akibatnya ketidakadilan sosial semakin meruncing, kerusakkan lingkungan
semakin masif, dan membuat budaya lokal semakin terdegradasi.
Sebagai solusi pemecahan kebuntuan sistem neoliberalis, pembicara
yang adalah putra kelahiran Manggarai Barat ini menunjukkan sebuah model
pembangunan alternatif yang pada intinya ingin menempatkan penderitaan
sebagai dalil utama pembangunan.
Di sini pembangunan dilihat sebagai jalan pembebasan manusia dari
penderitaan. Dengan pendasaran seperti ini, semua kebijakan, konsep, dan
strategi pembangunan akan dinilai secara etis apakah dia sanggup
meniadakan atau membebaskan manusia dari penderitaan atau tidak. Dia
menghendaki agar segala kebijakan dan upaya pengembangan masyarakat
semestinya diarahkan untuk mengatasi, atau paling tidak sedapat mungkin
mengurangi penderitaan manusia dalam semua bentuk dan dimensinya.
Ada beberapa ciri khas dan orientasi praktis dari pembangunan yang
menempatkan penderitaan sebagai dalil utama pembangunan ini. Pertama,
menempatkan manusia yang konkret sebagai pusat. Pembangunan mesti
menyentuh tiga elemen utama, yaitu kelangsungan hidup (
life sustenance), kehormatan diri (
self-esteem), dan kebebasan (
freedom).
Kedua,mendahulukan orang yang menderita. Di sini pembangunan
dilihat sebagai jalan solidaritas.Ketiga, menekankan pentingnya
demokrasi dan partisipasi. Maka pembangunan harus merupakan inisiatif
dari bawah. Artinya menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan.
Keempat, pengejaran tujuan pembangunan tidak menyebabkan
penderitaan lain dalam pentuk apa pun. Perjuangan melawan penderitaan
merupakan proses terus menerus yang tidak pernah kunjung habis.
Menurut Benny penempatan penderitaan sebagai dalil utama pembangunan
memiliki kesamaan orientasi dengan visi Kristiani dalam pengembangan
masyarakat. Sebab visi kristiani memiliki dua orientasi paling penting.
Pertama,
berpihak kepada orang miskin dan menderita. Gereja menjadi sahabat bagi
semua terutama bagi kaum miskin. Tujuannya, agar orang miskin
diberdayakan dan berpartisipasi aktif dalam hidup bermasyarakat. Namun
pilihan mengutamakan orang miskin tidak sama dengan mengabaikan orang
kaya.
Kedua, mengusahakan pembangunan berkelanjutan. Usaha untuk
memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan mengharuskan terjadinya
sinkronisasi, pengintegrasian dan memberi perhatian serta bobot yang
sama bagi tiga aspek pembangunan, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial
budaya dan aspek lingkungan hidup.
Dua model pembangunan kristiani tersebut salah satunya bisa
dilaksanakan melalui kerangka metodologis lingkaran pastoral. Lingkaran
pastoral terdiri dari: pengenalan masalah/konteks, analisis sosial,
refleksi biblis-teologis, dan tindakan praktis.
Di penghujung seminar yang menyita banyak perhatian peserta ini,
pembicara menyimpulkan bahwa konsep pembangunan yang didasarkan pada
penderitaan sesuai dengan opsi dasar pengembangan masyarakat menurut
Gereja. Maka melalui seminar setengah hari ini para peserta seminar
diingatkan untuk senantiasa menjadi agen pengembangan masyarakat yang
mengutamakan semakin kuatnya perhatian kepada orang miskin, sekaligus
menjadi agen model pembangunan berkelanjutan. (
Kontributor: Marto Rian Lesit)