Kamis, 16 Maret 2017

KEINDAHAN GO'ET MANGGARAI DAN BAHASA LAIN

KEINDAHAN GO'ET  MANGGARAI DAN  BAHASA LAIN

Manggarai:

Neka  ngong  ata lombong lala // kali ru lombong muku
Selu leleng mbelu //  mbelu leleng  mbapa

Jawa:

Becik ketitik  olo ketoro =
Becik Ketitik Olo Ketoro berarti segala sesuatu perbuatan yang baik pasti akan menuai kebaikan, dan setiap perbuatan buruk dan jahat akan terkuak dikemudian.
Sopo Sing Salah Bakal Saleh = orang yang berbuat salah akan memetik buah jeleknya, lama kelamaan perbuatan itu akan ketahuan pula. (http://www.sukoasih.com/becik-ketitik-olo-ketoro-falsafah-jawa/)
Gusti ora sare (Gusti mboten sare) = Allah tidak tidur
Majing  ajer  ajur  (?) = menyatu dan tidak berjarak
Nuwun sewu = minta maaf (?)
sing waras ojo ngalah = yang berakal sehat jangan mengalah
sing waras ngalah  = "yang akalnya sehat mengalah" (https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3480102/lawan-hoax-gus-mus-sing-waras-ojo-ngalah)
 "mikul duwur mendem jero":


Sunda:

 mah kudu ngukur awak sakujur
(melihat keseluruhan dari diri sendiri)

JPS, 17  March 2017,




Selasa, 14 Maret 2017

ADAK KAPU AGU NAKA


Keunikan Ritual Kapu Agu Naka di Bumi Flores

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Nasi yang sudah diupacarakan dipersembahkan kepada leluhur dalam ritual 'Kapu Agu Naka' yang diadakan di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Ads by Kiosked
BULAN Juni-Agustus merupakan musim kunjungan wisatawan asing dan domestik ke Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tujuan pertama mereka mengunjungi Pulau Flores adalah bertandang ke Taman Nasional Komodo.

Ada apa di Taman Nasional Komodo? Semua warga global sudah mengetahuinya. Ada binatang purba yang masih hidup di Taman Nasional Komodo. Nama binatang ajaib itu adalah binatang raksasa Komodo. Bahkan, pada September 2014 lalu digelar hajatan global yang disebut Sail Komodo.

Pada puncak Sail Komodo, ribuan wisatawan, baik wisatawan menggunakan kapal layar (yacht) dari berbagai dunia memadai laut Labuan Bajo. Bergemanya Sail Komodo yang secara khusus dipromosikan seluas-luasnya memberikan dampak pada perkembangan pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat pada khususnya dan di Nusa Tenggara Timur pada umumnya.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Memberikan makan kepada leluhur dalam ritual 'Kapu Agu Naka' yang diadakan di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Dibalik keanehan binatang Komodo yang hidup di bumi Congka Sae, sebutan untuk bumi Mangggarai Raya, tersimpan berbagai keunikan tradisi dan budaya masyarakat yang secara turun temurun diwariskan.

Selain Tari Caci yang sudah terkenal di kalangan masyarakat Manggarai Raya, ada tradisi-tradisi yang terus diupacarakan di rumah-rumah adat di seluruh Manggarai Raya. Salah satu tradisi itu adalah Tradisi “Kapu Agu Naka”.

Pada bulan Juli 2014, salah satu suku di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat menggelar ritual “Kapu Agu Naka”. Kapu artinya pangku dan Naka artinya, riang. Kapu agu Naka diartikan memangku seseorang dengan penuh riang atas berbagai keberhasilan, baik memberikan keturunan yang berkembang banyak maupun kesuksesan dalam menggarap sawah, kebun dan sekolah.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Sesajen yang digantung di rumah adat Gendang dalam ritual 'Kapu Agu Naka' yang diadakan di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Warisan leluhur ini harus dilaksanakan oleh keturunan dalam kehidupan masyarakat Manggarai Raya. Uniknya, ritual ini digelar untuk menghormati leluhur yang telah berjasa memberikan keturunan yang terus berkembang di Kampung Paang Lembor maupun yang berdomisili di luar kampung tersebut.

Ritual ini selalu ditunda-tunda karena kemampuan warga yang terbatas untuk membeli berbagai hewan, seperti kerbau, babi dan ayam serta menyiapkan berbagai kebutuhan dalam ucapara tersebut. Lalu ditunda-tunda acaranya maka leluhur memberikan teguran kepada keturunannya berupa sakit yang tidak pernah sembuh, tersendat-sendat keberhasilan dalam pendidikan perguruan tinggi.

Menganalisis tanda-tanda itu ditambah dengan mimpi dari sejumlah warga maka tetua adat Kampung Paang Lembor sepakat menggelar tradisi “Kapu Agu Naka”.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Warga Manggarai Raya menyambut kedatangan Konsulat Australia di Denpasar yang menghadiri ritual 'Kapu Agu Naka' yang diadakan di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Benediktus Koro, kepada Kompas.com, di Rumah adat Gendang Paang Lembor pada pertengahan Juli 2104 menjelaskan, leluhur dari warga masyarakat di Paang Lembor dikenal dengan panggilan Empo Tok. Ayah dari Empo Tok ini adalah Sor Mondong. Saat Empo Tok masih kecil, ayahnya meninggal dunia. Lalu, ketika ayahnya meninggal, Empo Tok menjadi “Lalo” (anak yatim piatu) di kampung tersebut. Setelah itu Empo Tok tinggal dengan keluarga tantenya di wilayah Ndoso, Kecamatan Ndoso.

Benediktus menjelaskan, Empo Tok adalah anak tunggal dari keturunan Sor Mondong (ayahnya). Saat bertumbuh besar dan menjadi pemuda serta memiliki keluarga, Empo Tok menggelar ritual “Oke Lewang Leca Kando Lalo” artinya buang semua sial dan cukup dia saja yang menjadi anak tunggal.

Dalam ritual itu, Empok Tok mengambil seekor ayam jantan warna putih. Lalu dia “Wada” atau bersumpah: "Ini ayam putih. Karena saya hidup sendirian melalui ayam warna putih ini saya minta berkat dari Yang Maha Kuasa agar keturunan saya berkembang biak di kemudian hari. Cukup saya saja yang anak tunggal. Apabila permohonanku terwujud maka keturunan saya menggelar ritual Kapu Agu Naka sebagai ucapan terima kasih dan bersyukur atas rahmatMu dengan kerbau berwarna belang-belang."

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Sesajen yang sudah siap diberikan kepada leluhur dalam ritual 'Kapu Agu Naka' di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Diperkirakan 400 tahun silam pesan itu disampaikan dan masih diingat oleh keturunnya dengan mengisahkan terus menerus.

Sesudah gelar ritual itu, sebagaimana dikisahkan nenek moyang, Benediktus menuturkan, Empo Tok memperistrikan Anos. Hasil perkawinannya lahirlah anak-anak mereka yakni Tonjong (anak sulung), Panjong (anak kedua), Koro (anak ketiga) dan Golo (anak bungsu).

Lalu Benediktus menjelaskan, keturunannya mulai lupa atas pesan leluhur mereka mengakibatkan “do Nangki” artinya, bermacam musibah sakit yang tak pernah disembuhkan. Kadang-kadang hadir dalam mimpi. Ada banyak warga Kampung Paang Lembor sakit dan berobat di Rumah Sakit di Manggarai Raya, namun, tidak pernah sembuh.

Lalu, warga mencari alternatif dengan meminta orang pintar dari kampung tetangga. Lalu, orang pintar melihat tanda-tanda itu bahwa warga Kampung Paang Lembor dari keturunan leluhur mereka lupa melaksanakan ritual “Kapu Agu Naka” atau ritual ucapan bersyukur sebagaimana yang dipesan leluhur zaman dulu.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Ritual 'Kapu Agu Naka' di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Setelah mendengar saran dari orang pintar, tetua adat di Kampung Lembor menggelar ritual kecil di rumah adat Gendang Paang Lembor dan sepakat menggelar ritual besar yakni “Kapu Agu Naka”. Setelah upacara kecil di rumah adat gendang Paang Lembor, sejumlah warga yang sakit perlahan-lahan sembuh. Keturunan dari Empo Tok, jelas Benediktus, berkembang sampai di Kampung Kilor, Kampung Bangka Maring, Kampung Lingko Wae dan Paang Lembor sendiri. Paang Lembor sebagai pusatnya.

Benediktus menjelaskan, berkat dari doa para leluhur itu, berbagai pekerjaan yang dilakukan keturunannya selalu berhasil dalam sekolah, sehat, usaha pertanian berjalan lancar dan hasil panen padi berlimpah. Bahkan, rahmat itu menghasilkan tujuh orang sudah doktor. “Kami bangga ritual ini disaksikan oleh seorang Konsulat Australia di Bali saat berkunjung ke Pulau Flores,” ucapnya.

Seorang putra Paang Lembor, Dr Agustinus Bandur kepada Kompas.com di Kampung itu pada Juli 2014 menjelaskan, ada pesan dari Empo Tok dengan kata-kata seperti ini: “Eme Beka agu Buar, neka Ghemong Naring mori agu ngaran kudut kapu agu naka” yang artinya: "Kalau keturunan berkembang biak, jangan lupa mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai pemberi hidup."

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Konsulat Australia memakai pakaian adat Manggarai Raya di Kampung Paang Lembor, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Bandur menjelaskan, permohonan dari leluhur di Kampung Paang Lembor direstui Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga keturunannya berkembang biak. “Saat acara ini digelar, saya undang Kedutaan Australia di Jakarta. Lalu, mereka mengutus seorang Konsulat Australia di Bali,” jelasnya.

Pada ritual itu ada tahap-tahap yang dilalui di antaranya, berdoa di kuburan leluhur, Barong Wae, upacara adat di mata air sampai puncak pada Paki Kaba atau bunuh kerbau yang berwarna belang-belang.

Menurut Bandur, di Kecamatan Lembor memiliki tempat wisata yang menarik, di antara persawahan Lodok atau persawahan berbentuk Sarang Laba-Laba, Istana Ular, hamparan persawahan Lembor, serta ritual-ritual adat yang masih sangat unik.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Keindahan pegunungan di Flores Barat, Nusa Tenggara Timur.
Untuk menuju ke wilayah Lembor tidak terlalu sulit karena berada di jalan Lintas Transflores Maumere-Labuan Bajo. Dari Labuan Bajo ditempuh dalam waktu 2 jam dengan kendaraan roda empat. Paang Lembor memiliki arti. "Paang" artinya pintu gerbang sedang "Lembor" adalah nama sebuah kecamatan. Jadi Paang Lembor adalah perbatasan antara Kabupaten Manggarai dengan Kabupaten Manggarai Barat.

“Banyak potensi wisata yang harus dikembangkan dan dipromosikan ke dunia luar sehingga wisatawan dapat menyaksikan ritual-ritual adat orang Manggarai Raya,” kata Bandur.
Penulis: Kontributor Manggarai, Markus Makur
Editor : I Made Asdhiana

KOMODO BUKAN HANYA DI PULAU KOMODO



Yuk... Pelesir ke Pulau Longos di Flores

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Pulau Longos di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Ads by Kiosked
SELAMA ini Taman Nasional Komodo di Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah sangat terkenal dengan keberadaan komodo, satwa unik dan langka.

Bahkan, pada September 2013 lalu Kabupaten Manggarai Barat digunakan sebagai lokasi puncak perayaan Sail Komodo yang berpusat di Pantai Pede.

Ternyata penyebaran komodo juga ada wilayah utara dan selatan dari Kabupaten Manggarai Barat itu.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Mengunjungi tempat pembuatan perahu di Pulau Longos, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Salah satu pulau yang terletak di bagian utara adalah Pulau Longos. Pulau Longos yang berada di Desa Nanga Kantor Barat, Kecamatan Masang Pacar dan Desa Mangge, Longos Timur berada di Kecamatan Boleng di mana hidup komodo.

Pulau itu memiliki luas 9 kilometer dari ujung barat sampai timur. Bentuknya bulat. Bahkan pulau itu tempat hidupnya ribuan kalong dan juga banyak sarang burung wotong.

Tahun 2015, tim ekspedisi sebaran Komodo Flores bagian utara dari Lembaga Komodo Survival Program (KSP) bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT menjelajahi pulau-pulau di bagian utara dengan memasang kamera trep (kamera tersembunyi) serta video trep (video tersembunyi).

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Pemasangan kamera trep di Pulau Longos, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Tim ekspedisi berangkat dari Pelabuhan Philemon menuju bagian Utara dengan melewati pulau-pulau kecil serta perkampungan nelayan.

Tim melewati Pasir Putih Waerana, Batu Gosok, Pulau Seraya, Pulau Seraya Kecil, Kampung Boleng daratan, Pulau Boleng dan Tanjung Boleng.

Pertama tim tiba di Kampung Boleng, Desa Boleng untuk meminta izin. Lalu menggunakan kapal motor Philosophy dengan Kapten Muhammad Sidiq bersama dengan anak buah kapal (ABK), Agus Supandi dan Abdul Azis.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Anak-anak bersantai di perahu di Pulau Boleng, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Tim memasang Kamera Trep dan video Trep di Tanjung Madu, Tanjung Loka Taang, Tanjung Pepah, Tanjung Dong Kala, Pulau Medang, Pasir Panjang dan wilayah Terang. Hasilnya di dua tempat itu tidak terdapat jejak komodo.

Selanjutnya tim berlayar menuju wilayah daratan Nanga Kantor. Hasilnya juga tidak ada jejak Komodo. Hari berikutnya tim menuju ke Pulau Longos untuk menggali informasi dari warga setempat terkait informasi komodo.

Tim memperoleh informasi dari warga setempat tentang komodo yang hidup di Pulau Longos. Binatang itu pernah menggigit sapi, kambing serta hewan peliharaan masyarakat setempat.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Perahu nelayan di pesisir utara Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Selanjutnya tim menyusuri pulau itu dari ujung ke ujung sambil memasang kamera dan video. Pada hari pertama jejak komodo ada dengan ada kotoran berwarna putih. Namun, tim belum yakin dengan hasil itu. Malah sarang burung Wotong sangat banyak di Pulau Longos.

Informasi dari masyarakat dikuatkan oleh hasil rekaman video tersembunyi serta kamera trep membuktikan bahwa komodo hidup di pulau itu.

Pulau Longos sebagai Pulau Sejuta Kalong

Selain hidup binatang komodo liar di Pulau Longos, pulau itu juga dihuni jutaan kalong yang berada di sebuah tanjung di dekat Kampung Baru.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Perkampungan di pesisir utara Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Kalong adalah makanan komodo selain hewan liar seperti babi hutan dan hewan peliharaan warga setempat.

Abubakar, Kepala Dusun Kampung Baru kepada KompasTravel menjelaskan, warga setempat sering melihat komodo. Pasalnya, warga pernah mencoba menggantungkan daging kambing di pohon sekitar kampung. Binatang itu datang dan makan daging tersebut. Komodo itu sama seperti yang hidup di Taman Nasional Komodo.

“Warga di kampung Baru, Mangge dan Longos sering melihat komodo. Tapi, binatang itu sangat liar. Bahkan makanan dari binatang itu adalah burung kalong,” jelasnya.

Sebaran Komodo di Flores

Di bagian utara Labuan Bajo sampai Maumere, komodo ada di Pulau Longos. Selanjutnya di wilayah Watu Payung di Kecamatan Sambirampas, Manggarai Timur, di salah satu tanjung di perbatasan antara Kabupaten Ngada dan Manggarai Timur.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Matahari terbenam dilihat dari Pulau Boleng, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Berikutnya komodo ada di Pulau Ontoloe, kawasan 17 Pulau Riung, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada dan di Cagar Alam Wolotado.

Sementara di bagian selatan, komodo hidup di sekitar kawasan Mbeliling dan Nanga Bere, di Kecamatan Lembor Selatan.
Penulis: Kontributor Manggarai, Markus Makur
Editor : I Made Asdhiana

Sabtu, 11 Maret 2017

BAHASA INGGRIS - CINA - MANGGARAI

BAHASA INGGRIS - CINA - MANGGARAI

  1. Noing = sadar
  2. Toing = ajar /tegur
  3. Ting = beri
  4. Titing = menyemangati / menyuruh / memerintah (khusus untuk anjing)
  5. Ning = jijik
  6. Sing = tunas
  7. Ling = bunyi, berjalan,
  8. Koing = panggil
  9. Loling = membaringkan jenasah
  10. Toming = mencontohi
  11. Losing (loseng)  = hanya karena
  12. Ling = bunyi
  13. Ding (kempo) = yang (liong ding polad mendo so' ra? = siapakah yang akan pikul ini?))
  14. Liong = siapa 
  15. Suing=  meletakan di atas  rak tungku api (na be eta rangkung api / lobo)
  16. Muing = sekarang / langsung dikerjakan.
  17. Seinging= angker
  18. Teging = hukuman
  19. Reing = larang
  20. Paing = tagih
  21. Laing = pasir
  22. Tahing = tambah
  23. Kaing =dapat (?)
  24. Loeng = alasan. apa loeng  koen?
  25. Lo'eng = gonggongan. Asu lo'eng ata = anjing menggonggong orang).
  26. Dengang= gonggongan (anjing).
  27. Deming = mengharapkan, mengandalkan
  28. Kebing =  pukulan yang menimbulkan bunyi. Biasanya pukulan pakai tangan pada tubuh.
  29. Pesing = menyebutkan, mengetahui.
  30. Laing = pasir; ( rapang: Emi koe laing hio: ambil pasir itu);  Laing: .....(Mata laing le Morin (
  31. Diong = punya / milik
  32. Diang = besok
  33. Ni'ang= pakai
  34. Niang= adat / utama (mbaru Niang  = rumah adat)
  35. Sihing (hihing = riskan, peka, sensitif) - dengan saat ngobrol dengan Ende Gina (2-8-2-17. Ende di Depok, saya di Bekasi. Ngobrol via telepon).
  36. Teing= memberi
  37. Koing  = memanggil anjing
  38. Tiong = hampir
  39. Saing= dapat, bisa
  40. Kaing= mendapat (?)
  41. Deming = mengharapkan
  42. Rening = membobokan
  43. Pesing = menyebut
  44. Keling  =burung nuri
  45. Pening = memberi makan ayam
  46. Kebing = bunyi akibat pukulan.
  47. Gojing= mengobati
  48. Tabing = menghibahkan
  49. Dading = melahirkan
  50. Kaing = meminta  (memohon) ?
  51. Laing = pasir, 
  52. Muing = sekarang
  53. Tiong = Hampir
  54. Senging = angker (JPS, 26 Feb. 2018).
  55. Danding = nyanyian berkelompok yang ada yang solo dan koor berbalasan ( JPS 5-11-2018)
  56. Teing = memberi ( JPS 5-11-2018
  57. Seing = siapa ( JPS 5-11-2018
  58. Tahing = cukup
  59. Tiring = .gantung  supaya kering 



VMG - JPS, 11 Maret 2017

Selasa, 07 Maret 2017

Bahasa Manggarai dengan Bahasa Bima

Bahasa Manggarai  dengan Bahasa Bima

Bahasa Manggarai - Bahasa Bima - Indonesia

  1. Jarang - Jaran  - Kuda
  2. Uma Lengge (Bima ) = Rumah Kerucut
  3. Uma Jompa (Bima) = ...........               (JPS, 7 Maret 2017 - http://travel.kompas.com/read/2016/06/22/133300227/Lariti.Laut.Terbelah.Dua.di.Selatan.Bima)
  4.