Sabtu, 31 Oktober 2015

Caci 6:


TARIAN CACI, WARISAN LELUHUR MANGGARAI


Dalam lingkungan budaya Manggarai di Flores Nusa Tenggara Timur, Caci merupakan salah satu warisan budaya yang terus dilestarikan sampai saat ini. Caci sebagai sebuah tarian perang yang kerap juga disebut sebagai Permainan Caci. Dalam pranata budaya Manggarai, Caci adalah bagian yang menampilkan sisi heroisme dari lelaki Manggarai.

Secara sederhana, Caci bisa dideskripsikan sebagai pertarungan antara dua orang pria, satu lawan satu, secara bergantian. Yang seorang menjadi pihak yang memukul dalam bahasa setempat disebut Paki dengan menggunakan Larik atau pecut yang biasanya terbuat dari kulit kerbau atau kulit sapi yang sudah kering; sedangkan pihak lain akan menangkis (dalam bahasa Manggarai disebut Ta’ang) pukulan sang lawan dengan menggunakan Nggiling atau perisai, juga terbuat dari kulit kerbau dengan tambahan Agang (dikenal juga dengan nama Tereng) atau busur yang terbuat dari bambu dan di lilit dengan rotan
Caci
1Caci menurut berbagai sumber termasuk tokoh ada Manggarai bisa dibahasakan sebagai permainan atau tarian perang yang dilakonkan dua pria jawara dari dua kelompok yakni Ata One (warga kampung) dan Ata Pe’ang (pendatang) yang disebut juga Landang (penantang). Mereka mengenakan pakaian perang berupa celana warna putih bersalut kain adat Songke warna hitam, ukuran selutut yang diikat erat agar tidak lepas saat tanding. Sementara, di bagian dada dibiarkan telanjang. Kepala jawara ini bertutup Panggal,  yaitu tameng semacam tanduk kerbau terbuat dari kulit kerbau yang keras dan dilapisi serta dihiasi kain warna-warni. Panggal dipasang di kepala sampai menutup sebagian muka dan dilapisi dengan Sapu (destar) atau handuk.

Saat dua orang sedang bermain, anggota kelompok lain akan memberikan dukungan dengan tari-tarian sambil menunggu giliran untuk bertanding. Lokasi pertandingan biasanya adalah di Natas Gendang atau halaman rumah adat, dan biasa dimainkan pada upacara-upacara adat besar seperti Penti. Dewasa ini tarian Caci bagi orang Manggarai dipentaskan untuk memeriahkan acara-acara khusus baik yang bersifat adat maupun tidak, seperti syukuran hasil panen, pentahbisan imam, atau penerimaan tamu adat maupun kenegaraan.

Caci, sering disebut sebagai olahraga ketangkasan yang jantan, terutama karena aturan bermainnya, di mana ketika yang lain memukul atau paki, maka pihak lain harus menangkisnya (ta’ang) dan juga akan mendapat kesempatan memukul. Begitu seterusnya sampai pada bagian akhir, akan ada pihak yang dinyatakan menang dan ada pihak yang kalah. Menang dan kalah ditentukan oleh hasil atau capain sukses pukulan larik. Jika hanya mengenai atau melukai badan, tidak dihitung sebagai nilai.
Poin sesungguhnya bisa diraih jika ada pukulan yang mengenai wajah atau muka lawan. Masyarakat Manggarai umumnya mengenal kondisi ini sebagai Beke, meski beberapa Kedaluan (Hamente) lebih mengenal istilah Rowa untuk kondisi ada pecaci yang luka akibat pukulan lawan di bagian wajah.
Jika dia mampu menangkis pukulan penantang, pukulan cambuk itu tidak mengenai badannya mulai dari pinggang hingga kepala. Kalau tidak, dia akan menderita luka. Tetapi kalau cambuk mengenai mata disebut beke (kalah) dan harus segera diganti baik lawan maupun penantangnya.
Caci Yang Magis
caci-04Dalam penuturan para orang tua Manggarai, di masa lalu, beberapa pecaci bahkan mengalami kondisi Beke atau Rowa yang parah seperti biji mata yang jatuh ke tanah. Para tetua adat meyakini, kondisi ini disebabkan oleh sikap si petarung yang melupakan adat, atau tidak menghormati tradisi, atau juga melanggar ketentuan-ketentuan adat.
Caci, selain mengajarkan kemurnian hati, juga memuat unsur seni yang tinggi, karena  para jawara tidak saja cakap bertanding, tetapi juga luwes lomes (menari) dan dere (menyanyi). Itu dimaksudkan menarik perhatian penonton, terutama gadis-gadis pujaan yang ikut menyaksikan caci dan ber-danding atau menyanyikan lagu-lagu tradisional mengiringi permainan caci.
Dalam konteks budaya modern, permainan caci sebenarnya adalah warisan sikap sportif dari para leluhur. Pemain tidak harus selalu membalas pukulan sang pemukul. Sang pemukul dapat digantikan yang lain untuk menangkis balasan pukulan. Caci juga tidak menyimpan sikap dendam di antara pemain. Karena setelah pertandingan Caci di siang hari, pada malam harinya para petarung akan berkumpul bersama untuk perayaan atau ritual adat lainnya dalam budaya Manggarai.
Di masa lalu, setelah menggelar caci di siang hari, malam hari biasanya dilanjutkan dengan danding atau tandak. Dalam acara ini peserta berbaris dalam sebuah lingkaran. Pria berdiri dalam satu kelompok, perempuan di kelompok lain. Antara kelompok pria dan perempuan berdiri berselingan. Lagu dan syair danding dijawab bersahut-sahutan antara pria dan wanita.
Inilah saatnya mencari jodoh bagi muda-muda yang masih sendiri dibantu watang (jembatan atau perantara atau comblang). Jika tidak keberatan, si gadis langsung dibawa lari (rook). Kemudian orangtuanya datang mencari. Tetapi sering juga dilanjutkan dengan tahap pacaran menuju ke jenjang perkawinan.
Caci di Manggarai mengajarkan banyak hal, seperti Kepahlawanan, Ketangkasan, Keindahan, Sportivitas dan Kemurnian Hati. Hal-hal lain yang selalu ada dalam tiap Permainan Caci adalah, kelompok pemusik, biasanya para wanita dan ibu-ibu yang selalu memainkan tetabuhan gong dan gendang untuk mengiringi pertandingan. Caci disebut juga sebagai tontonan kompleksitas budaya Manggarai dalam satu moment. Go’et atau syair pantun adat Manggarai, tari-tarian tradisional Manggarai, relasi sosial yang harmonis bisa dinikmati sebagai satu paket komplit dalam kegiatan ini.
caci-06Selain itu juga ada kelompok pemuda yang selalu siap dengan sopi atau tuak bakok (arak Manggarai), minuman khas yang selalu ada dalam setiap perhelatan budaya ini. Biasanya diminum oleh petarung untuk sekedar membangkitkan semangat dan menambah keberanian, atau juga dinikmati oleh penonton. Caci adalah perhelatan budaya yang indah, semarak dan menyenangkan.
Bagi orang Manggarai, pementasan caci merupakan pesta besar dimana desa penyelenggara memotong kerbau beberapa ekor untuk makanan para peserta atau siapa pun yang menyaksikan caci, secara gratis. Caci adalah warisan leluhur Manggarai yang tetap lestari sampai saat ini.


Refleksi:
Mengapa agang terbuat dari bambu? Karena bagi orang Manggarai, bambu itu  simbol mitra penciptaan  manusia. Dalam mitos, dua insan  manusia pertama Manggarai  lahir dari bambu. Maka bambu menjadi simbol manusia, terutama menjadi pelindung diri.
(Pertanyaan ini diajukan saudara Fery dari Timung, Kec. Wae Ri' - Manggarai,  pada 30 Juni 2017 di Sukaresmi - Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, di kontrakan Pendik - Ellen).


SKRIPSI TENTANG BUDAYA MANGGARAI DALAM WEB


SKRIPSI TENTANG BUDAYA MANGGARAI DALAM WEB

  1. Isi Kajian
  2. Contoh pertanyaan wawancara
  3. Contoh suart pengantar (lembaga-lembaga)



http://eprints.uny.ac.id/22213/1/Yustina%20Maria%20Ndia%2007210144029.pdf



KAJIAN SEMIOTIK
BAHASA
PERNIKAHAN
ADAT
BUDAYA
FLORES
KABUPATEN MANGGARAI BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Me
menuhi Sebagian Persyaratan Mem
peroleh Gelar
Sarjana Sastra
Oleh
Yustina Maria Ndia
07210144029
PROGRAM STUDI
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JANUARI
201
2

Rabu, 21 Oktober 2015

Kopi Indonesia Terenak? Asalnya dari Manggarai...

Kopi Indonesia Terenak? Asalnya dari Manggarai...

Kamis, 22 Oktober 2015
 http://travel.kompas.com/read/2015/10/22/084143227/Kopi.Indonesia.Terenak.Asalnya.dari.Manggarai.?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Kopi Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
BANYUWANGI, KOMPAS.com - Kopi asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur berhasil menjuarai Indonesia Cupping Contest yang diselenggarakan di Pendopo Shaba Swagata Blambangan, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (19/10/2015) untuk kategori robusta dan arabika.

Pemenang berhasil menyisihkan 137 kopi se Indonesia yang kemudian dipilih kembali menjadi 10 kopi untuk mencari yang terenak. Jenis arabika juara dua kopi berasal dari Bandung, sedangkan juara ketiga adalah kopi asal Bondowoso.

Sementara untuk jenis robusta juara dua adalah kopi asal Temanggung, Jawa Tengah dan juara ketiga kopi berasal Sintoro Bengkulu.

Surip Sumarto, peneliti kopi sekaligus pembina petani kopi di Manggarai Timur kepada KompasTravel menjelaskan kopi asal Manggarai dikenal juga dengan kopi flores dan memiliki rasa yang unik dan lezat.

"Daerahnya kering sehingga spesifik dan letaknya di ketinggian serta dipengaruhi angin dingin dari Australia. Pada saat berbuah terjadi pemasakan yang bagus sehingga kualitas kopinya bermutu," katanya.

Ia menjelaskan saat ini kopi flores merupakan kopi jenis premium yang banyak diminta oleh pasar dunia. "Saat ini eksportir kopi langsung bisa bertemu dengan kelompok petani di Manggarai. Dan kami akan mempromosikan kopi ini keluar negeri karena menjadi kopi Indonesia terenak untuk tahun ini," pungkasnya.
Penulis : Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati
Editor : I Made Asdhiana

Minggu, 18 Oktober 2015

NUNDUK KODE - VERSI KEMPO - USMAN GANGGANG

 
Nunduk   Mensia  Jiri  Kode
Menurut ata Manggarai  kode jiri one  mai mensia. Soo  tara nggitun? Wajol toem lelo le ata tua/ popo/ ase  kae / wau. Ata  tua  deming  sma  tau, ende dening ema te  lleo/tinu anak. usu wokok anak hoo, wiga  emi kebor  te jiri iko agu  emi leke naa one  rangan  wiga ngo one uma /puar, wiga  jiri  kode.
Salak  te lelo le ata tuan / wau anak koe hoo jiri kode ge.


MN: Tombo hoo, kali manga betuan.  Tombo nunduk hoo manga hubungan agu  Homo  Fobit one  Flores (Lio).  Aku  pernah baca one  beirta  online tentang  Fobit hoo. Hemong laku situs  sumber beritan. Reme  kawen.
Nganve   pake situs hoo: 
https://inet.detik.com/science/d-6043843/ilmuwan-sebut-manusia-purba-mungkin-masih-hidup-di-flores
(Judul berita: Ilmuwan Sebut Manusia Purba Mungkin Masih Hidup di Flores

Baca artikel detikinet, "Ilmuwan Sebut Manusia Purba Mungkin Masih Hidup di Flores" selengkapnya https://inet.detik.com/science/d-6043843/ilmuwan-sebut-manusia-purba-mungkin-masih-hidup-di-flores.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/)


Selain  itu berita tentanng Homo Floresiensis  bisa  disimak di situs berikut:
https://sains.sindonews.com/read/754715/768/ilmuwan-kanada-sebut-nenek-moyang-manusia-purba-berasal-dari-flores-indonesia-1650956667/20




Penyelesaian Perkara Perdata ala Monyet
(Cerita Rakyat Manggarai Barat -NTT)
  https://www.facebook.com/H.khairul.putro?fref=ts&ref=br_tf
Usman D Ganggang added 4 new photos.
Salah satu Cerita NTT yang dilombakan dalam Festival Sastra di Ende
Penyelesaian Perkara Perdata ala Monyet
(Cerita Rakyat Manggarai Barat -NTT)
Semua orang tahu, monyet adalah binatang, Tapi kalau monyet dapat menyelsaikan perkara manunisia tentu ini bukan sembarang monyet. Mau bukti? Sekali waktu, Si Miskin warga Labuan , jatuh sakit dan hampir sekarat. Beruntunglah suatu pagi, terciumlah olehnya akan aroma ikan encara (sejenis ikan yang aromanya kalau digoreng dapat dicium hingga puluhan km dan Ikan ini banyak terdapat di Labuanbajo)yang ternyata lantaran aroma itu pada akhirnya dapat membuat dia langsung sembuh.
Tak pernah terbayang oleh Si Miskin bahwa lantaran mencium aroma ikan encara ini bukan hanya dia bisa sembuh dari sakit tapi malah justru diancam masuk penjara kalau tidak memiliki uang satu juta rupiah untuk membayar aroma ikan yang kebetulan datangnya dari rumah Si Kaya. Di sinilah awal mulanya kehebatan sang monyet dalam meniti karienya sebagai hakim terbijak sedunia.
Bagaimana hal ini terjadi? Tiba-tiba si miskin minta makan sama ibunya yang sudah tua renta. Ibunya pun segera membawanya ke tempat tidur si miskin. Makanan yang dibawa ibunya dilahap habis. Ibunya bersyukur karena setelah makan, langsung anaknya sembuh. Tetapi dia belum puas, karena itu, ia bertanya,”Kamu makan obat dari mana sehingga sepagi buta ini ananda bisa makan sampai sebanyak ini?”
Si Miskin berterus terang sama ibunya bahwa ia sembuh karena ia mencium aroma ikan encara, dari rumah sebelah. Ibunya paham dan k arena itu, ia mengajak anaknya untuk bertemu orang kaya di rumah sebelah. Maksudnya, untuk berterima kasih, lantaran Si Miskin sembuh dari sakit keras a tas bantuan aroma ikan encara Si Kaya.
“Apa betul?” tanya si kaya serius.
“Terima kasih Bapak!” jawab ibu anak itu.
“ Yang saya tanyakan adalah anak anda sembuh karena aroma ikan encaraku?” Si Kaya mengulang.
“Iya, Bapak!” jawab Si Miskin.
“Baguslah kalau begitu. Tapi…
“Apa ya Bapak?” sambung Si Miskin .
“Tapi kamu harus bayar dengan uang satu juta rupiah”, ujar Si Kaya semabri menambahkan kalau tidak terbayar kamu dipenjarakan.”Wah, kami tidak punya uang Bapak”, jawab Si Miskin sambil melirik ibunya.
“Bukan soal tidak punya uang. Tapi kamu harus cari uang sebanyak itu dalam tempo dua bulan. Sudah dengar?” tanya Si Kaya serius , sambil meminta mereka pulang cepat ke rumah dan mencari uang, bagaimana caranya, yang penting jangka pembayarannya dalam waktu dua bulan.
Akhirnya, keduanya pun pulang dengan tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih. Di rumah, mereka berembuq untuk menemui keluarganya yang cukup berada. Tapi kemudian, bukan uang yang mereka terima, malah justru kata-kata cemooh serta makian yang didengar..
Mereka pun menemui kambing. “ Ah… ada-ada saja kamu ini, aku tidak punya uang. Dan kalaupun ada, paling-paling setelah itu, kamu potong aku dan dagingku kamu satekan”, ujar Si Kambing serius. Lalu mereka menemui Kuda. Jawaban Kuda pun hampir sama.” Kamu memang manusia tidak tahu diuntung, sudah jadikan aku sebagai kuda beban,lalu kalau aku mati, kamu makan dagingku”, respon Kuda bernada tinggi.
Mendapat jawaban seperti itu , mereka pun lalu pulang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu Monyet. ”Hei, kenapa murung sekali muka kalian?” Monyet membuka percakapan. Lalu, ibu Si Miskin menceritakan secara mendetail tentang apa yang mereka alami. “Ah,… itu gampang koq, mengapa dipikirin?” Monyet membuka langkah praktis mengantisipasi masalah dengan kata” gampang”.
“Gimana caranya?”, kata Ibu Si Miskin dengan berwajah gembira. “Tidak usah tunggu dua bulan, malam ini aja kita bayar. Sekarang, kamu siapkan pundi-pundi kemudian masukan potongan zenk dan besi-besi yang karat ditambah dengan kerikil, kemudian dicampur dalam pundi tersebut. Sebelum magrib, kamu datang ke rumahku. “Tetapi sebelumnya, diberitahu lebih dahulu kepada orang kaya itu bahwa dia harus bertemu kita setelah pukul 20.00 malam ini”, ujar Monyet bernada lantang.
Sebelum magrib mereka langsung menemui Monyet untuk memberitahukan kesiapan si Kaya menghadiri pertemuan sekali pembayaran uang satu juta rupiah. “ Si Kaya Bangga sekali dan secepatnya dia datang menemui kita”, Ibu Si Miskin beritahu.
Nanti, kata Monyet , ikut saja apa yang saya omong. Kita tidak boleh tertawa, tetapi harus serius. Kita mau balas model penipuan gaya Si Kaya itu. “Intinya, gimana? tanya Si Miskin. “Pokoknya, ikut saja apa yang saya sampaikan”, komentar Monyet.
Si Kaya pun dating sebelum waktu yang telah ditentukan. Maklum tanda-tanda jelas untuk menerima uang satu juta terbayang di wajahnya. “Selamat malam Tuan Monyet!” Si Kaya menyapa Monyet. “Malam Tuan Kaya, gimana kabar?” Kabar baik Tuan Monyek”, jawab Si Kaya.
Tuan Kaya, malam ini Si MIskin akan membayar utang lantaran mencium aroma ikan encara Tuan. Tetapi sebelum dibayar, Tuan harus menceritakan bagaimana prosesnya soal uang satu juta itu terjadi. “Saya kira tidak perlu saya ceritakan lagi, yang jelas, Si Miskin dan Ibunya pasti menceritakan terlebih dahulu. Karena kalau tidak mengapa saya diundang oleh Tuan Monyet yang saya tahu selama ini adalah Hakim Binatang.
Baiklah kalau begitu, kata Monyet. Tempat pembayaran di sebuah kolam di samping rumahku. Mereka pun menuju kolam. Setelah tiba Tuan Hakim, Monyet pun langsung duduk di kursi empuknya. Sementara Si Miskin duduk bersama ibunya. Dan Tuan Kaya menduduki kursi di sebelah meja yang telah disediakan.
“Saudara Miskin, apa Anda sehat?
“Sehat Tuan Monyet!” jawab Si Miskin
“OK, Betulkah Anda bisa sehat karena mencium aroma ikan encara?”
“Betul Tuan Monyet”.
“Lalu, mengapa Anda bersama ibu Anda menceritakannya kepada Tuan Kaya?”
Saya ceritakan karena dengan mencium aroma ikan encara dari Tuan Kaya, saya langsung sembuh. Jadi, saya dan ibu saya ke sana datang untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuan Kaya. Tapi setelah kami menceritakan hal tersebut, ternyata Tuan Kaya minta supaya harus dibayar dengan uang satu juta. “Saya tidak mengerti lagi dengan hal semacam ini Tuan Monyet?” ia bertanya serius dan didengar pula oleh Tuan Kaya tentang uraian Si Miskin.
OK, sekarang saya bertanya kepada Tuan Kaya. “Apakah Anda sehat Tuan Kaya?” Tanya Tuan Monyet.
“Seperti yang Tuan Monyet liat!” jawab Tuan kaya bernada sombong.
“Iya, saya lihat Tuan Kaya, seperti pusing. Gimana, apa betul?”
“Tuan Monyet, jangan mengada-ada. Saya sehat koq!”
“Iya, sehat fisiknya, tapi rohaninya kurang sehat tuh!” Tuan Monyet memberitahu.
Kalau tidak sehat rohani , kata Tuan Kaya, mengapa saya harus minta uang satu juta rupiah kepada Si Miskin lantaran dia mencium aroma ikan encaraku. Iya, dia tidak mungkin sembuh dari sakitnya kalau tidak mencium aroma ikan encaraku. “Tanyakan kepada Saudara Miskin, apa tidak benar apa yang saya ceritakan?”Tuan Kaya sudah mulai marah.
Tuan Monyet sudah siap. Andai nanti, Tuan Kaya berontak dan mau berkelahi, lari saja ke kolam. “Saya dan Si Miskin dan ibunya pandai berenang sementara Tuan Kaya jangan kan berenang jalan kaki saja jarang. Maklum orang kaya, selalu bersama mobil kalau keluar rumah dan kalau ke luar negeri pesawat terbang sudah menunggu.
“Saudara Miskin, apa Anda dengar dengan cermat apa yang dikatakan Tuan Kaya?”
“Iya, Tuan Monyet!”
“Nah, sekarang saya mau Tanya lagi,” pembayaran uang tersebut jangka waktunya berapa bulan?”
“Dua bulan, Tuan Monyet”.
“Ya, benar Tuan Monyet,” sambung Tuan Kaya.
“Saudara diam dulu! Katanya sehat, ternyata kurang sehat.”
“Apa saya kurang sehat Tuan Monyet?” ia menantang Tuan Monyet.
“Tuan Kaya sedang sakit. Kalau tidak mengapa Saudara menjawab pertanyaan yang saya tujukan kepada Miskin?” Tuan Monyet suaranya sudah meninggi.
OK, Saudara Miskin, Anda harus berdiri kemudian lihat ke atas! “Apa betul di langit itu ada bulan?” Tanya Tuan Monyet. “Ada bulan”. Jawab Si MIskin.” Iya, di langit ada bulan “, sambung Tuan Kaya.
Saudara Tuan Kaya, saya peringatkan Anda, jangan suka sambung-sambung pembicaraan Saudara Miskin. “ Iya, pasti Tuan Kaya ini sakit! “ Tuan Monyet berujar kasar.
Tuan Kaya kemudian diam. Ada rasa jengkel terpatri di hatinya. Tetapi ia tidak mengungkapkannya. Ia paham kalau diungkapkan pasti Tuan Monyet marah dan usir keluar. Karena itu, ia diam terpaku di kursinya.
“Saudara Miskin lihat ke dasar kolam! Apakah ada bulan di sana?” Iya, Tuan Monyet. Lalu berapa jumlahnya? “ Tanya Tuan Monyet. “Satu di dasar kolam dan satunya lagi di langit. “Berarti jumlahnya dua bulan kan?” smbung Tuan Monyet.
“Tuan Kaya, apa Saudara dengar kesaksian Saudara Miskin.
“ Iya Tuan Monyet!” jawab Tuan Kaya.
“Nah, ini baru Tuan Kaya sehat.
“Jadi, berapa jumlah bulan tersebut?” Tanya Tuan Monyet.
“Dua, Tuan Monyet”.
OK. Jadi , janjinya tepat kan, yakni dua bulan. “Apa benar Saudara Miskin? “ “Benar Tuan Monyet” jawab Si MIskin, lalu disambung lagi oleh Tuan Kaya. “Bagus, kata Tuan Monyet, karena Tuan Kaya sudah paham.
Nah, sekarang, Saudara Miskin angkat pundi-pundimu , lalu digoyang-goyangkan!” perintah Tuan Monyet. Dengan cepat SIi Miskin melakukan sesuai dengan yang diperintahkan Tuan Monyet. Maka zenk-zenk bekas dan besi karat apalagi dicampur dengan kerikil, bunyi gemerincinglah terdengar kemudian.
“Saudara Tuan Kaya apa masih sakit?” Tanya Tuan Monyet. “Saya sehat Tuan Monyet!” jawab Tuan Kaya dengan bersemangat. “Berarti saudara mendengar bunyi uang batu yang diperdengarkan oleh Miskin?’ Tanya Tuan Monyet dengan berapi-api.
“Dengar, Tuan Monyet.
“Betul?” Tuan Monyet bertanya lagi.
“Betul, Tuan Monyet”, Tuan Kaya mengulang jawabannya.
OK, “ Saudara Miskin, apakah saudara betul mencium aroma ikan encara Tuan Kaya?”
“Betul” jawab Si Miskin.
“Saudara Tuan Kaya, apa Anda dengar apa yang dikatakan Saudara Miskin.?’
“Dengar Tuan Monyet”
“Kalau begitu, sudah terbayar, karena ketika mau dibayar oleh Saudara Miskin tadi, Tuan kaya sudah mendengar, apalagi tepat waktunya yakni dua bulan. Jadi, mencium aroma ikan dibayar dengan mendengar bunyi gemerincing uang dalam pundi-pundi.
“Sidang saya tutup, lalu Tuan Monyet sebelum membunyikan palu tiga kali, ia masih meminta Tuan Kaya, kalau tidak puas , silakan naik banding. Tok,Tok.Tok! bunyi palu terdengar keras dalam persidangan malam itu
**** (Usman D.Ganggang hasil wancara dengan Pua de Ganggang)

Frans Jelata Pa Usman, kisahnya menarik. Saya baru dengar. Ini "nunduk / tombo turuk" dari Kempo? Izin copas ya Pa.? Terima kasih.
Like · Reply · 1 · 24 mins
Usman D Ganggang
Usman D Ganggang Nenggitun ko reba Frans Jelata? Ini cerita diceritakan Pua saya ketika masih kecil. Sdh disatukan dalam cerita Rakyat NTT yang saya kumpulkan sejak tahun 1980-an. Boleh reba. silakan!

Budaya Manggarai dalam Reflleksi Usman D. Ganggan - Gerson Poik

 
 Sejam Bersama Gerson Poyk:
 https://www.facebook.com/H.khairul.putro/posts/10204366357233496
Usman D Ganggang added 3 new photos.
9 hrs · Edited ·
Sejam Bersama Gerson Poyk:
"Kembali ke kearifan budaya tapi jangan berhenti di sana"
Berjumpa Opa Gerson Poyk, sastrawan kelahiran Rote Ndao ini, kita di bawah ke dunia antaberantah. bagaimana tidak, imajinasi kita digelandang ke mana saja. begitulah ketika saya jumpa darat dengan beliau, waktu begitu cepat berlalu tapi cerita tentang dunia sastra tak pernah habis.
Semua cerita yang diceritakan beramanat buat kita. Kita pun berusaha menemukan makna tersuratnya kemudian dicari makna tersiratnya. Dan akhirnya kita pun terseret ke dalam ceritanya. Mengasyikkan!
Saya terenyuh, ketika beliau menceritakan latar "Mutiara di Tengah Sawah", cerpennya yang ditulis ketika menjadi guru di Kota Bima NTB."Lama saya di Kota Bima, dan cerpen Mutiara di Tengah Sawah itu, saya tulis ketika berada di Bima", ceritanya.
Selanjutnya, Opa Gerson yang pernah lama hidup di Ruteng Flores itu pun, bercerita masa kecilnya di Kota Ruteng-Manggarai-NTB. Cerita masa kecilnya itu membuat saya tertawa, karena beliau bercerita bagaimana dia bersama kawannya karena lapar, mau tak mereka mencuri mangga dan kedapatan.ohkan anak Raja Manggarai, hehehe..., "Kami kan masih kecil koq disuruh untuk berjodoh", komentarnya sambil mengisap Dj Samsunya.
Lalu, bagaimana ceritanya "ENU MOLAS DI LEMBAH LINGKO?" tanya saya. Gerson yang pernah menerima Anugerah Sastra SEA WRITE AWARD (South East Write Award) dari Pemerintah Tailand di tahun 1989 itu pun bercerita. Kalau mimpi adalah via regia, jalan ke dunia tak sadar, maka Sastra saya, demikian Gerson, adalah jalan ke utopia. Novel saya, “ENU MOLAS DI LEMBAH LINGKO” adalah perjalanan ke utopia.
Ceritanya, dimulai dari seorang Profesor Matematika berlibur ke Kupang. Dia melihat terlalu banyak sarjana yang menganggur. Seorang gadis sarjana memipin sebuah sanggar yang anggotanya terdiri dari beberapa sarjana berbagai bidang. Ketika Sang Profesor mencari kuburan ibunya, ia bertemu dengan mereka di sebuah bangunan asal jadi. Sang Profesor terkejut melihat begitu banyaknya sarjana penggali kubur. Rupanya, mereka berharap untuk bisa hidup, meski banyak yang mati. Lalu dia mengajak mereka ke lembah lingko dan membuat kebun lodok lingko.
Dalam novel itu, Gerson Poyk menjelaskan bahwa iman diperkuat oleh cintakasih, cintakasih diperkuat oleh kerja yang bukan sembarang kerja. Tapi kerja yang memakai conceptual tool berupa bare maximum (kebutuhan maksimum untuk setiap individu). Kita belum mencapai bare maximum itu karena kita terasing dari bumi subur laut kaya. Kita di bumi subur dan laut kaya tapi kepala kita di padang pasir. Karena itu, Gerson Poyk mengajak untuk kita berusaha menghilangkan keterasingan itu, dengan kembali ke kearifan budaya kita tapi jangan berhenti di sana.
Kita harus melibatkan ilmu, sains, dan teknologi. Orangtua kita menghitung sector dan segemen kebun dengan tali dan jari, kita menghitung dengan computer (program Microsoft Office Exel). Nenek moyang kita memakai cangkul, kita memakai tarktor. Kita tidak perlu menjadi orang daerah saja, tetapi harus juga menjadi orang Indonesia dan warga dunia. Itu pula sebabnya,demikian Gerson, roh dari sastra saya sastra saya adalah humanism universal. “Dimulai dari absurs walls, diselesaikan dengan moral rebel, moderation”, ujarnya.
Di akhir pertemuan dengan penulis, dia bercerita. Dalam hidup itu harus menghayati kontradiktif.Di sana ada filsafat absurd. Jiwa kita jadi halus. Karena di situ ada intuisi kreatif. "Apalagi kalau kita bikin irigasi setetes, pastilah kita merasa senang", pesannya. Dan akhirnya, penulis ingat sebuah artikel yang pernah ditulis penulis. Ah...tentang jalan hidup seseorang, seperti Opa Geson Poyk ini.
Pertanyaannya, jalan mana yang ditempuh? Paling kurang, menjadikan hidup bak “musafir keong” (lamban tapi pasti) yang meninggalkan tetesan-tetesan kesejukan dan cinta di dalam hati antarmanusia, sepanjang perjalananannya. Walahuallam!***
Bersama Yoseph Yapi Taum, Yanti Christina, Buang Sine, Izna Turuk, Trisna Benteng Jawa, John Kadis, Gerard N. Bibang, Linda Tagie, Ronald Lein, Lanny Koroh

Kamis, 15 Oktober 2015

KABA BAKOK LATANG ATA JAWA


Inilah Makna Kebo Bule Kyai Slamet Bagi Orang Jawa

Kamis, 15 Oktober 2015 | 21:59 WIB
 http://regional.kompas.com/read/2015/10/15/21590361/Inilah.Makna.Kebo.Bule.Kyai.Slamet.Bagi.Orang.Jawa
KOMPAS.COM/ M Wismabrata Kirab Kebo bule saat malam satu suro di Solo, Kamis (15/10/2015).


SOLO, KOMPAS.com - Kerbau Bule atau dalam bahasa Jawa disebut kebo bule menjadi daya tarik tersendiri bagi ribuan warga yang tumpah ruah menhadiri perayaan malam satu Suro di Keraton Solo, Kamis (15/10/2015) dini hari.

Ribuan warga yang memadati jalan yang menjadi jalur kirab kebo bule, seakan tidak sabar untuk melihat sang kerbau. Kebo bule menjadi ikon istimewa warga Solo khususnya Keraton Surakarta, terutama pada saat perayaan Satu Suro.

Banyak kisah sekitar kebo bule Kyai Slamet tersebut. Salah satu kisah yang dianggap fenomenal adalah sebagian masyarakat Jawa percaya hewan tersebut membawa berkah dan keselamatan dari Sang Kuasa. Saat memperingati datangnya Satu Suro, warga selalu mencoba menyentuh, mengambil air jamasan dan bahkan ada yang percaya kotoran sang kebo juga memiliki khasiat.

Kebo Bule Kyai Slamet menurut Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta, Kanjeng Winarno Kusumo, mempunyai sejarah panjang. "Nama Kyai Slamet tersebut sebetulnya adalah salah satu pusaka berupa tombak milik keraton. Pada jaman Pakubuwono ke-10, sekitar tahun 1893-1939, melakukan tradisi membawa pusaka Kyai Slamet keliling tembok Baluwarti pada hari Selasa dan Jumat Kliwon. Saat itu, kebo bule selalu mengikuti di belakang," kata Kanjeng Winarno.

Winarno menambahkan bahwa tradisi dari Pakubowono X tersebut terus dilanjutkan oleh kerabat keraton dan sang kebo selalu mengikuti pusaka Kyai Slamet tersebut. "Nah lama-lama kerbau tersebut diberi nama Kebo Kyai Slamet," katanya.

Menurut Winarno, keberadaan kebo Kyai Slamet tersebut menjadi koleksi keraton Solo juga mempunyai sejarah. Kebo bule tersebut, menurut Winarno, adalah pemberian dari Bupati  Ponorogo setelah mengetahui Pakubuwono II berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dari tangan pemberontak Pecinan. Setelah itu, PB II pun akhirnya memilih hijrah ke desa Sala pada 20 Februari 1745.

"Mendengar PB II sudah bertahta kembali dan mendirikan negara Surakarta Hadiningrat, Bupati Ponorogo mengirim kerbau bule sebagai persembahan untuk dipotong. dan kerbau tersebut juga berkembang biak hingga sekarang," kata Winarno.

Winarno melanutkan pada sosok binatang kerbau mempunyai makna tersendiri. Kerbau adalah lambang rakyat kecil terutama kaum petani. Indonesia adalah negara agraris yang identik dengan kehidupan pertanian, tidak lepas dari binatang kerbau tersebut. Negara akan kuat apabila rakyat kecil juga kuat.

Kemudian, kerbau juga menjadi simbol penolak bencana. Dalam tradisi masyarakat Jawa, kerbau mempunyai kepekaan untuk mengusir roh jahat atai niat buruk. Dan yang terakhir, kerbau sebagai hewan bodoh, dan ada ungkapan dalam bahasa Jawa, bodho plonga plongo koyo kebo (bodoh tengak tengok seperti kerbau).

Menurut Winarno, sebagia manusia harus pintar jangan seperti kerbau. Sehingga, dalam perayaan Satu Suro, kehadiran kerbau Kyai Slamet sangat ditunggu masyarakat Jawa. Tidak hanya warga Solo, tetapi dari daerah lain yang menyempatkan waktu untuk mengikuti kirab kebo bule. Dan bagi warga yang masih percaya, rela untuk mencari air bekas memandikan kebo bule bahkan kotoran kebo saat malam Satu Suro.
Penulis: Kontributor Surakarta, M Wismabrata
Editor : Ervan Hardoko

Sabtu, 10 Oktober 2015

KISAH TERJADINYA DANAU RANA MESE - WATU "SA'I DE EMPO MESE"

WATU "SA'I DE EMPO MESE"
oleh: Gabriel Mahal
 https://www.facebook.com/max.regus.3
 https://www.facebook.com/gabriel.mahal.58?fref=ufi&pnref=story


Kamu pernah ke Danau Rane Mese? Jika pernah, apakah pernah lihat ada satu batu di sisi kiri jalan setapak menjelang turun ke danau? Konon, itu bukan batu biasa. Tetapi, Watu Sa'i de Empo Mese di Danau Rana Mese. Batu itu diangkat para darat (bidadari) dari dasar danau dan diletakkan di tempatnya itu.
Dalam legendanya, Danau Rana Mese itu terjadi ketika seorang pemburu yang setelah berburu pagi siang malam, tidak mendapatkan satu ekorpun binatang (motang/babi hutan) buruannya. Dia putus asa. Naik di atas pohon di tengah lembah gunung itu. Selagi dia duduk di atas pohon, dia lihat ke bawah dan melihat gemerlap cincin emas di atas tanah itu. Buru-buru dia turun hendak mengambil cincin itu. Saat dia turun sampai di tanah, cincin itu hilang. Dia naik lagi pohon itu. Kembali duduk pada dahan pohon. Saat melihat ke bawah, dia melihat cincin itu. Kembali buru-buru turun hendak mengambil cincin itu. Seperti sebelumnya, begitu dia turun sampai di tanah, cincin itu hilang. Dia naik lagi. Melihat cincin itu lagi. Buru-buru turun. Cincin itu hilang. Begitu seterusnya.
Sampai yang ketujuh kali, dia tidak lagi turun. Begitu dia lihat cincin di tanah, dia ambil tombak berburunya, dan melempar tombak itu ke tengah cincin tersebut. Ujung tombaknya menancap ke tanah bersama cincin itu. Hah! Kali ini tidak mungkin lagi cincin itu hilang. Katanya dalam hati. Dia buru-buru turun dari atas pohon. Lalu menarik tombaknya yang tertancap ke dalam tanah. Saat tombaknya tertarik, bukan cincin yang dilihatnya di ujung tombak, tapi dari bekas tancapan tombaknya di tanah itu meluap air. Makin lama makin besar. Dia panik. Naik lagi ke atas pohon. Dan dalam sekejap saja air memenuhi lembah itu. Dan dia tenggelam bersama pohon-pohon di lembah itu. Terjadilah Danau Rana Mese.
Pemburu bernama Empo Mese itu mati di dasar danau. Dan konon kemudian, kepala Empo Mese itu menjadi batu yang diangkat para Darat (bidadari) dari dasar danau dan diletakkan di tempat tepi jalan setapak itu.
Kalau kamu tidak mau bernasib sama seperti Empo Mese, jangan pernah duduk dan main-main dengan Batu Sa'i Empo Mese di Danau Rana Mese itu.

Gabriel Mahal's photo.

Gabriel Mahal's photo.







  • Gabriel Mahal Setahu saya Sano Nggoang ada nunduknya. Begitu juga Mbeong Ledas. Ngo ligots de eee Ase Fani Tembaru
  • Gabriel Mahal
  • Gabriel Mahal
  • Gabriel Mahal Ma'u eee enu Kornelya Agus … masalah di anging ngong berenang pe. Co'o koley teing contoh berenang darat situ …. hahaha
  • Gabriel Mahal
  • Gabriel Mahal Kraeng Edi Danggur , kong kaut buka lebar ruang tafsir pesan moral one nunduk hitu ga. Eme daku'n ga, pesannya itu, kalau dalam hidup itu putus asa, bisa bernasih seperti Empo Mese. Tenggelam. Mati. Juga ada pesan yang juga biasa disampaikan ata tu'a, "neka pande reu tana eme toe manga raja'n ata molor". Jangan melukai rahim ibu bumi hanya karena mengejar halusinasi. Mengejar harapan yang pada akhirnya bawa celaka dalam kehidupan.
    Like · Reply · 2 · 23 hrs
Gabriel Mahal's photo.
Like   Comment  

Selasa, 06 Oktober 2015

Tarian Manggarai - ok

 

Merayakan Kegembiraan Pascapanen Padi di Manggarai Timur

Sabtu, 03 Oktober 2015

 http://foto.kompas.com/photo/detail/2015/10/03/66789165318521443805242/10/Merayakan.Kegembiraan.Pascapanen.Padi.di.Manggarai.Timur

 


    Sabtu, 03 Oktober 2015

    Merayakan Kegembiraan Pascapanen Padi di Manggarai Timur

Sabtu, 03 Oktober 2015

Merayakan Kegembiraan Pascapanen Padi di Manggarai Timur

Sabtu, 03 Oktober 2015

Merayakan Kegembiraan Pascapanen Padi di Manggarai Timur

BORONG,KOMPAS.com — Leluhur orang Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur), Flores, Nusa Tenggara Timur mewariskan sebuah tarian merayakan kegembiraan pascapanen padi, Jagung, umbi-umbian. Tarian itu dinamakan Kerangkuk Alu. Dinamakan demikian karena kayu bulat dan lurus dibenturkan menghasilkan bunyi-bunyian memanggil kaum perempuan untuk menari-nari di atasnya.

Tarian ini biasanya dilaksanakan pada malam hari di saat bulan terang. Tarian ini merayakan kegembiraan atas hasil bumi yang sudah diolah dan dipanen. Biasanya, tarian ini dipentaskan di halaman tengah kampung untuk bersyukur kepada Sang Pemilik hidup atas kebaikannya memberikan hasil di ladang dan sawah.

Kaum perempuan, khususnya ibu-ibu dan kaum laki-laki bersatu merayakan kegembiraan ini. Biasanya laki-laki memegang alu (kayu lurus). Alu yang tegak lurus diambil dari pohon Kesambi. Kaum laki-laki secara berpasangan secara horisontal memegang alu sambil membenturkan dengan dua tangan. Sementara kaum perempuan menari meloncat di sela-sela kayu alu itu.

Tarian Kerangkuk Alu sudah ratusan tahun dimiliki orang Manggarai Raya. Kini, tarian ini mulai jarang dipentaskan karena dipengaruhi musik modern yang merambah ke kampung-kampung. MARKUS MAKURIkuti rubrik foto ini di Twitter @kompasimages & Facebook: Fotografi Kompascom
Editor : Fikri Hidayat

BORONG,KOMPAS.com — Leluhur orang Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur), Flores, Nusa Tenggara Timur mewariskan sebuah tarian merayakan kegembiraan pascapanen padi, Jagung, umbi-umbian. Tarian itu dinamakan Kerangkuk Alu. Dinamakan demikian karena kayu bulat dan lurus dibenturkan menghasilkan bunyi-bunyian memanggil kaum perempuan untuk menari-nari di atasnya.

Tarian ini biasanya dilaksanakan pada malam hari di saat bulan terang. Tarian ini merayakan kegembiraan atas hasil bumi yang sudah diolah dan dipanen. Biasanya, tarian ini dipentaskan di halaman tengah kampung untuk bersyukur kepada Sang Pemilik hidup atas kebaikannya memberikan hasil di ladang dan sawah.

Kaum perempuan, khususnya ibu-ibu dan kaum laki-laki bersatu merayakan kegembiraan ini. Biasanya laki-laki memegang alu (kayu lurus). Alu yang tegak lurus diambil dari pohon Kesambi. Kaum laki-laki secara berpasangan secara horisontal memegang alu sambil membenturkan dengan dua tangan. Sementara kaum perempuan menari meloncat di sela-sela kayu alu itu.

Tarian Kerangkuk Alu sudah ratusan tahun dimiliki orang Manggarai Raya. Kini, tarian ini mulai jarang dipentaskan karena dipengaruhi musik modern yang merambah ke kampung-kampung. MARKUS MAKURIkuti rubrik foto ini di Twitter @kompasimages & Facebook: Fotografi Kompascom
Editor : Fikri Hidayat