Dianggap Hina Adat Manggarai, Foto Ini Jadi Viral
Floresa.co
– Sebuah foto penerimaan tamu dengan tata adat Manggarai, yang
tampaknya berlangsung di kantor bupati Manggarai menjadi viral di media
sosial, di mana muncul kecaman karena dalam foto tersebut tampak tua
adat tidak dihargai.
Foto itu kini beredar di jaringan Facebook dan grup-grup Whats App.
Di dalamnya, tampak tiga orang tua adat
duduk bersila di atas tikar, sementara Bupati Manggarai, Kamelus Deno
dan wakilnya, Victor Madur bersama tiga orang tamu duduk di atas kursi.
Mereka pun tampak tidak memperhatikan tua
adat, yang salah seorang di antaranya kelihatan sedang berbicara sambil
mengangkat seekor ayam.
Advertisement
Foto itu mendapat beragam tanggapan, di
mana Deno dan pejabat lainnya disebut memperlihatkan contoh buruk dan
tidak menunjukkan atensi terhadap adat Manggarai.
Pemilik akun Chelluz Pahun, salah satu yang mengunggah foto tersebut di Facebook memberi keterangan, “Seperti Relasi hamba dgn Tuan. Adat manggarai tu gini ya?”
Sementara Jovially Satriano Valentino menulis, “Adat jaman now. NEKA BE’ WA ATA, BETAT’ ITE.” (Tidak boleh orang lain [duduk] di bawah, Anda [duduk] di atas)
Terhadap postingan di akun milik Hieronimus Marus Jehani, yang bertanya, “apakah benar adat Manggarai seperti ini,” pemilik akun Nasri Jimi berpendapat, mestinya semua yang ada dalam ruangan itu sama-sama duduk di atas tikar.
“Sy rasa tuan rumah nya yg bertanggung jawab. Kalo memang mau ikut adat atau mau disetarakan ya harus siapin tikar,” tulisnya.
Sementara itu, pemilik akun Frans Dancung menyatakan, “melihat foto ini dan mencoba menganalisanya saya berani mengatakan SANGAT tidak mencerminkan sesuai adat Manggarai aslinya. SANGAT MEMALUKAN.”
“Bupati sebagai kepala daerah dan sebagai tokoh Manggarai bahwa nilai nilai adatistiadat dan tatacara adat Manggarai mestinya
harus dijaga dan memelihara kelestarian nya agar generasi kita bisa
menirunya. Karena bagaimanapun walaupun kita dijaman moderen ini kita
semua asalnya dibesarkan sesuai ajaran adat istiadat kita manggarai,” tambahnya.
Mengomentari perdebatan tentang peristiwa dalam foto itu, Pastor
Vinsensius Darmin Mbula OFM, imam kelahiran Benteng Jawa, Kabupaten
Manggarai Timur mengatakan, apa yang ditunjukkan oleh Deno dan wakilnya
bersama para pejabat lain memang tidaklah elok dan memperlihatkan bentuk
perendahan terhadap kultur, kearifan lokal.
“Dari segi cara duduk, tampak para
pemegang kekuasaan itu tidak menaruh perhatian pada apa yang sedang
disampaikan tua adat,” katanya.
“Dengan bersikap demikian, mereka juga
tidak menunjukkan kepada tamu bagaimana praktek keramahtamahan dalam
adat Manggarai,” lanjutnya.
Ia menjelaskan, pemerintah mestinya menjadi teladan dalam menghargai adat istiadat.
“Apalagi, alasan mereka menyambut tamu
itu adalah memperlihatkan kekayaan budaya Manggarai. Bagaimana mungkin
mereka kemudian malah tidak menghargainya,” tegas imam Fransiskan yang
juga Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) ini.
Sementara itu, merespon kritik publik,
Deno mengatakan, berterima kasih dan menyebut itu, “karena kecintaan
kita bersama akan budaya Manggarai demi perbaikan ke depan.”
“Semangatnya budaya Manggarai. Semangat
budaya Manggarai yang sama itulah juga mestinya menjadi dasar nilai
dalam bertutur, memilih diksi untuk mengungkapkan pikiran kita tentang
apa saja. Karena itulah, kita bisa menilai yang berbicara itu orang tahu
adat (Manggarai) atau sebaliknya tidak tahu budaya,” kata Deno dalam
pernyataannya yang dikirim di salah satu grup Whats App.
Ia menambahkan, dirinya teringat tulisan
Herbeth Feith, yang menyebut, kualitas orang diukur dari ucapanya, dari
kata-kata atau diksi yang digunakan waktu berbicara atau yang dituangkan
dalam bentuk lain seperti tulisan.
Namun, dalam pernyataannya itu, ia tidak
menjelaskan alasan pengaturan posisi duduk yang tampak dalam foto
tersebut, hal yang menjadi salah satu fokus pertanyaan banyak pihak.
18 Komentar
Pemkab Manggarai Klarifikasi Foto Ritus Penerimaan Adat yang Viral
Floresa.co – Pemerintah
Kabupaten Manggarai memberi klarifikasi terkait foto ritus penerimaan
tamu dengan tata adat Manggarai yang viral di media sosial dan menuai
banyak komentar bernuansa kecaman.
Klarifikasi itu disampaikan pada Rabu, 14
Maret 2018 dalam Fanpage Facebook @humaspromanggarai, yang dikelolah
oleh Bagian Humas dan Protokol Setda Manggarai.
Dalam klarifikasi tersebut dijelaskan bahwa foto yang viral itu sebelumnya dipublikasi di Fanpage tersebut.
“Foto ini diabadikan…ketika Pemerintah
Kabupaten Manggarai menerima kunjungan Sekertaris Dirjen PDTU
(Pengembangan Daerah Tertentu) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi RI, Aisyah Gamawati dan rombongan pada hari
Senin, 12 Maret 2018,” demikian penjelasan di Fanpage tersebut,
Advertisement
Tim sempat menyinggung berita yang dipublikasi Floresa.co terkait foto tersebut dan menyebut Fanpage mereka juga “mendapat banyak ‘inbox’ berisi permintaan klarifikasi dan penjelasan.”
BACA: Dianggap Hina Adat Manggarai, Foto Ini Jadi Viral
Mereka menjelaskan, terkait viralnya foto
itu, Kabag Humas dan Protokol bersama seluruh staf sudah menemui
Bupati, Kamelus Deno dan Wakil Bupati Victor Madur.
Dalam pertemuan tersebut, kata mereka,
Deno menjelaskan bahwa posisi duduk seperti dalam foto itu itu tidak
dimaksudkan untuk meremehkan atau menghina – sebagaimana ditulis Floresa.co – terhadap adat istiadat Manggarai.
“Desain ruangan serta situasi dan kondisi
lainnya menjadi alasan ritus penerimaan adat di Aula Nuca Lale Kantor
Bupati Manggarai dilakukan dalam tata posisi demikian,” demikian
penjelasan tim, mengutip keterangan Deno.
Dijelaskan juga bahwa tua adat yang dilibatkan dalam acara itu memahami kondisi dimaksud.
Klarifikasi itu juga mengutip pernyataan
Deno yang mengatakan, pihaknya sudah menanyakan kepada pada tua adat,
apakah posisi duduk sebagaimana dalam foto itu dimungkinkan.
“Mereka bilang bisa. Maka, itu
dilakukan,” demikian kata Deno. “Kita tidak melaksanakannya atas
keputusan sendiri. Tua Adat kita libatkan,” lanjutnya.
Penyelenggaran acara itu di Aula Nuca
Lale bermaksud untuk menunjukkan kepada tamu bahwa orang Manggarai
sangat menghargai tamu, demikian menurut Deno.
Dijelaskan juga bahwa ruangan Aula Nuca
Lale didesain mirip seperti Mbaru Gendang, lengkap dengan siri bongkok
dan artefak kebudayaan, yang bertujuan memudahkan pemberian penjelasan
kepada para tamu tentang rumah adat Manggarai.
“Ruangan ini selalu dipakai untuk
menerima para tamu daerah,” demikian menurut tim Humaspro, sambil
menambahkan bahwa pelaksanaan ritus penerimaan tamu adalah bagian dari
upaya promosi budaya dan bentuk penghargaan pemerintah pada adat
istiadat Manggarai.
Tim Humaspro juga menegaskan lagi sikap
Bupati dan Wakil Bupati Manggarai terhadap reaksi netizen, yang
berterima kasih atas adanya kritikan dan saran.
Deno juga mengungkapkan, “Jika harus
diperbaiki (terkait posisi seperti di dalam foto yang dianggap
melecehkan adat), kita akan perbaiki.”
Namun, Deno juga mengingatkan, semangat
budaya Manggarai mestinya juga menjadi dasar nilai dalam bertutur dan
memilih diksi untuk mengungkapkan pikiran.
“Di titik itulah kita bisa menilai yang
berbicara itu orang yang tahu adat atau tidak,” katanya, sambil menyebut
prinsip kritik dan saran dalam semangat budaya Manggarai yaitu kritis,
santun dan berorientasi pada perbaikan dan kebaikan bersama.
Sementara itu, terkait sikap Victor
Madur, dalam klarifikasi itu dijelaskan bahwa menurutnya, tidak setiap
ritus adat “Tuak Curu” dan “Manuk Kapu” yang melibatkan bupati dan wakil
bupati atau tamu dilakukan dalam posisi seperti di dalam foto yang
menjadi viral itu.
“Di tempat lain, pada acara lain,
posisinya lain. Poinnya adalah pada nilai inti acara tetap dalam
semangat budaya Manggarai,” tuturnya.
Klarifikasi itu juga mengutip pernyataan Tua Golo Tenda, Agustinus P. Baruk, yang menerangkan bahwa posisi tamu pada ritus demikian sesungguhnya fleksibel.
“Tamu duduk di kursi itu fleksibel karena
kita tidak menerima dia di rumah adat, tetapi di kantor. Apa yang
dilakukan selama ini tidak ada masalah. Yang paling penting bupati
menjelaskan kepada tamu tentang ritual itu,” jelasnya.
Menurutnya, setelah ritus dilakukan, bupati memberi penjelasan tentang bagaimana sesungguhnya ritus dalam adat Manggarai.
“Bupati menjelaskan kepada tamu, jika diterima di rumah adat maka tamu juga menggunakan songke,” tutur Agustinus.
Baruk juga menyampaikan bahwa berbagai
komentar yang muncul terkait foto itu menjadi masukan bagi pelaksanaan
ritus serupa di kemudian hari.
Menurutnya, bagian terpenting dalam ritus itu adalah kata-kata yang disampaikan oleh yang membawakan ritus adat.
“Kita meminta roh untuk menjaga tamu yang hadir, mengamankan tamu,” tuturnya.
Menurut Tim Humaspro, dalam setiap ritus
penerimaan tamu, bupati dan wakil bupati Manggarai selalu menyampaikan
penjelasan terkait makna dan tata cara ritus tersebut.
“Dalam berbagai kesempatan, kepada para
tamu dijelaskan bahwa tuak putih dalam kendi, dan ayam putih
melambangkan ketulusan dan kegembiraan dari pemerintah dan masyarakat
atas kehadiran tamu. Sedangkan topi dan selendang menandakan bahwa para
tamu telah menjadi bagian dari orang Manggarai,” demikian penjelasan
mereka.
Mereka juga menyatakan, terkait posisi
tamu di foto tersebut yang disebut tidak menghargai ritus adat, karena
diianggap sedang “main hape”, sesungguhnya tamu tersebut sedang
mendokumentasikan ritus adat yang baru pertama kali mereka saksikan.
“Hal ini disampaikan juga oleh Sekjen
PDTU dalam sambutannya, sebagaimana terdokumentasi dalam video Humas dan
Protokol Setda Kabupaten Manggarai,” demikian penjelasan tim.
Pantauan floresa.co, klarifikasi tersebut segera mendapat tanggapan beragam dari netizen.
“Klarifikasinya sdh pas dan memuaskan,” tulis pemilik akun Apolinarius Rokefeler Soleman.
Namun, ada juga yang mengkritik penjelasan tersebut.
“Penjelasan
lengkap tetapi masih menyisakan tanya. Kalau sifatnya fleksibel apa
bisa dimungkinkan juga petoroknya menggunakan kursi?,” komentar pemilik akun Ronald Adipati.
“Bang keta tema kursi telu’n kudut ata tua so ko,”
tulisnya lagi dalam Bahasa Manggarai, yang secara harafiah berarti,
apakah memang tidak ada kursi untuk ketiga tua adat dalam foto itu.
“Bukankah lebih elegan jika term
fleksibel itu diartikan dengan duduk sejajar dikursi? Mengapa harus
menerjemahkan fleksibel dengan tikar? Kalau diberikan kursi, sy yakin
tua adatnya mau juga e,” komentar Ronald.
Pemilik akun Petrus Agus menyatakan, “Seperti apapun penjelasan klo memang dilihat dari posisi duduk tidak etis dari sisi adat.”
ARL/Floresa
sudah saatnya untuk tingkatkan harkat ‘mbaru gendang’ beserta adat istiadatnya, ‘weku wai rentu sa’i’ bukan wéku wa’i ndogét riti’.
Pemimpin kog. BEGO.
Salam “1” JARI e Tuang.
Ite ca tana congka sae,lonto cama padir wai rentu sai,,reje lele
Sikap pemimpin yg menunjukan kesombonganx ini terhadap rakyat sendiri.terhadap orang2 yg lebih tua yg mana dia bisa jadi pemimpin karena didikan dri or g yg lebih tua..ini sangat melecehkan Adat istiadat di manggarai,bukan hnya adat Agama juga.
#tabe
Ini tandanya bahwa anak manggarai Sebagai pemimpin yang memimpin masyarakatnya di luar jalur istiadat manggarai.
Untuk jadi seorang pemimpin di suatu daerah paling tidak harus memahami yang namanya adat.
Sebab jika sejalan dengan adat maka apapun projek untuk kedepanya pasti berjalan dengan lancar dan sangat berkesan
Semoga kejadian ini menjadi cambuk bagi para pemimpin agar tidak menganggap dan memandang budaya Manggarai sebelah mata, apapun jabatannya.
Kudut senget koe tegi dami sot wa mai..