KESENIAN BUDAYA TRADISIONAL :
PENTI MANGGARAI
https://www.academia.edu/7603215/KESENIAN_BUDAYA_TRADISIONAL_PENTI_MANGGARAI
Penti meupakan salah satu kesenian budaya yang
beasal dari suku Manggarai.
Kesenian budaya ini di adakan pada saat perayaan panen, dan juga menjadi
momentum untuk berkumpul bersama keluarga.
PEMBUKAAN PENTI
Acara
Penti dimulai dengan acara berjalan kaki dari rumah adat menuju pusat kebun
atau Lingko. Di sini, akan dilakukan upacara Barong Lodok, yaitu
mengundang roh penjaga kebun di pusat Lingko, supaya mau hadir mengikuti
perayaan Penti. Kemudian kepala adat mengawali rangkaian ritual dengan
melakukan Cepa atau makan sirih, pinang, dan kapur. Setelah itu
melakukan Pau Tuak atau menyiram tuak yang disimpan dalam bambu ke tanah. .
BABAK PERTAMA
Setelah Kepala adat melakukan Cepa,
babak selanjutnya adalah menyembelih
seekor babi untuk dipersembahkan kepada roh para leluhur dan Tuhan (Mori Agu
Ngaran), agar mereka memberkati tanah, memberikan penghasilan, dan menjauhkan
suku Manggarai dari malapetaka. Saat penyembelihan itu, masyarakat yang
mengikuti acara Penti mulai melantunkan lagu pujian yang diulangi sebanyak lima
kali. Lagu itu disebut Sanda Lima, yang diiringi dengan torok, ungkapan
dimulainya Penti (Penti Weki Pesa Beo).
Ungkapan itu bunyinya sebagai
berikut:
“Ho’o lami ela miteng agu manuk
miteng,
kudut kandod sangged rucuk agu
ringgang landing toe ita hang ciwal,
toe haeng hang mane.
Porong ngger laus hentet, ngger
ce’es mbehok, kudut one waes laud one lesos saled”
(Inilah
kami persembahkan seekor babi dan seekor ayam, semuanya berwarna hitam, sebagai
tanda penolak kelaparan. Biarlah semua bencana kelaparan hanyut di sungai ini
bersama darah babi dan ayam ini serta bersama redupnya terang matahari hari
ini).
BABAK KEDUA (BARONG LONDOK)
Setelah itu, rombongan kembali ke
rumah adat sambil menyanyikan lagu yang syairnya menceritakan kegembiraan dan
penghormatan terhadap padi yang telah memberikan kehidupan. Ritual Barong
Lodok yang pertama ini dilakukan keluarga besar yang berasal dari rumah
adat Gendang. Upacara serupa juga dilakukan keluarga besar dari rumah
adat Tambor. Keduanya dipercaya sebagai nenek moyang suku Manggarai.
Sebenarnya, ritual Barong Lodok juga disimbolkan untuk membagi warisan tanah
kepada seluruh anggota keluarga. Tanah yang bakal dibagikan itu mempunyai perbedaan luas, tergantung status sosial.
Pembagiannya disimbolkan dengan Moso, yakni sektor dalam Lingko yang
diukur dengan jari tangan. Tanah tersebut dibagi berdasarkan garis yang mirip
dengan jaring laba-laba. Tua Teno adalah satu-satunya orang yang berhak
untuk membagi tanah tersebut.
BABAK KETIGA (BARONG WAE TEKU)
Sehabis Barong Lodok, prosesi
berlanjut ke ritual Barong Wae, semua keluarga berkumpul di rumah adat (gendang
Di sini, warga kembali akan mengundang roh leluhur penunggu sumber mata air.
Menurut kepercayaan, selama ini roh leluhur itu telah menjaga sumber mata air,
sehingga airnya tak pernah surut. Ritual ini juga menyampaikan rasa syukur
kepada Tuhan, yang telah menciptakan mata air bagi kehidupan seluruh warga
Desa. Bahan yang perlu disiapkan adalah ayam, telur mentah, sirih pinang, dan
kapur.
Jalannya upacara:
- Dibuka dengan renggas (pemberitahuan
bahwa upacara dimulai atau berakhir).
- Peserta berbaris berarak-arak ke mata air dengan
pukulan gong dan gendang yang disertai dengan lagu arao:
Ara o e neki weki
ara o (kita berkumpul)
Wale (jawab) : Ara o
Cako : Ara o e ranga manga ara o (hadir
di sini)
Wale : Ara o
Cako : Ara o e celung cekeng ara
o (musim berganti)
Wale : Ara o
Cako: Ara o e wali ntaung ara o (syukur
atas semua hal yang diperoleh dalam tahun ini)
Wale: Ara o
Cako : O e neki weki ara o o e
Wale : Ara o
Cako: O e manga ranga ara o o e
Wale: Ara o
Cako: Ara o e kaing dani ara o (mohon
panen berlimpah)
Wale: Ara o
Cako: Ara o e tegi becur ara o (mohon
agar kebutuhan akan makanan tercukupi)
Wale: Ara o
Cako: Ara o e uwa gula ara o (semoga
bertumbuh mulai pagi hari)
Wale: Ara o
Cako: Ara o e bok leso ara o (juga
setiap hari)
Wale : Ara o
Cako : O e kaing dani ara o o e Ara
o e tegi becur ara o o e
Wale : Ara o
Lagu yang disertai pukulan gong dan
gendang baru berhenti bila tiba di mata air minum
- Acara di mata air minum:
a. Pemberian sirih pinang yang
diletakkan dengan ungkapan :
Empo, ho’o kala agu raci te cepe
Ai to’ong de penti, teho’on barong wae teku
((Nenek, kami memberikan sirih
pinang ini,karena sebentar malam diadakan upacara penti, sekarang
upacara di air minum/air timba ini).
b. Telur mentah dipecahkan bagian
atasnya, lalu diletakkan di atas buluh dengan ungkapan:
Empo Ho’o tuak, salangn tuak
ho’o, ai to’ong penti, dasor meu agu ami camas-camas baron wali di’a
sangged di’a de Morin ata poli teing latangt ite.
(Nenek, ini tuak,
sebentar mau diadakan upacara penti, semoga kita bersama-sama
menyampaikan syukur atas segala kebaikan Tuhan)
c.Pembawa persembahan memegang ayam.
Sebelum tudak atau do’a di dahului renggas sebagai
pembukaan.
Tudak atau do’a itu bunyiinya demikian:
Denge le meu empo, ho’o de manuk
kudut barong wae. (Dengarlah ya nenek, ini ayam
untuk dipersembahkan di air ini).
Wali di’a kamping ite Morin agu
Ngaran, ai ite poli teing ami wae bate tekugm ho’o (Sampaikanlah syukur kepada Tuhan, karena Tuhan sudah
memberikan kami air untuk kebutuhan kami.
Tegi kali dami (kami mohon) : Lami agu riang koe wae teku
ho’o (jagalah air minum ini).
Dasor mboas kin wae woang, kembus
kin wae bate tekugm ho’o. (semoga
air minum ini senantiasa mencukupi kebutuhan kami).
Dasor neka koe Wong le roho agu rove
le lus wae teku ho’o. (semoga
dijauhkan dari segala gangguan yang merusakkan air ini).
Porong inung wae ho’o wae guna Laing
latangt weki agu wakar dami. (semoga
air ini berguna bagi jiwa dan raga kami).
Porong mese bekek kali, mbiang ranga (semoga memberikan kesegaran bagi kami).
Kemudian ayam disembelih, lalu
dibakar untuk diambil sebagian hatinya, ususnya serta dagingnya untuk dijadikan
sesajian. Kemudian lagu renggas sebagai tanda upacara di
tempat itu telah selesai. Arakan dari mata air ke Compang dengan pukulan gong
dan gendang yang diiringi lagu Arao seperti di atas.
BABAK
KE-EMPAT (BARONG COMPANG)
Kemudian dilanjutkan dengan ritual Barong Compang. Prosesinya dilakukan di
tanah yang berbentuk bulat, yang terletak di tengah kampung. Roh penghuni
Compang juga diundang mengikuti upacara penti di rumah adat pada malam hari.
Suku Manggarai mempercayai, roh kampung yang disebut Naga Galo selama ini
berdiam di Compang.
Bagi suku Manggarai, Naga Galo yang telah melindungi kampung dari berbagai
bencana. Mulai dari kebakaran, angin topan, bahkan bisa menghindarkan timbulnya
kerusuhan di kampung. Ritual Barong Compang diakhiri dengan langkah rombongan
yang masuk ke rumah adat, untuk melakukan upacara Wisi Loce. Di sana, mereka
menggelar tikar, agar semua roh yang diundang dapat menunggu sejenak sebelum
puncak acara Penti.
BABAK KE-LIMA (LIBUR KILO)
Keluarga dari rumah adat Gendang dan Tambor
melanjutkan acara Libur Kilo. Libur Kilo adalah bagian dimana para keluarga
mensyukuri kesejahteraan keluarga dari masing-masing rumah adat. Uniknya,
upacara ini dipercaya sebagai upaya membaharui kehidupan bagi seluruh anggota
keluarga. Sebab dalam upacara itu, warga yang bermasalah berkummpul dan
bermusyawarah untuk membicarakan titik permasalahan dan mencari jalan keluar
dari masalah yang ada, sehingga dapat membangun kembali hubungan keluarga agar
lebih baik lagi. Disana mereka akan mengadakan Sanda, Mbata atau Congka
sebela/sa'e, yaitu tarian dan lagu-lagu adat sampai pagi hari.
Ada beberapa ungkapan-ungkapan
dalam ritual:
1. Jarok lobo sapo, rentuk lobo
kecep (ungkapan untuk kemakmuran)
2. Neka mempo heho elong, neka
munda neho munak (ungkapan untuk kesehatan)
3. Wuas raci weri, Lebos kala
po'ong (ungkapan keberhasilan panen)
4. Potang iring mbaru kaeng
(kampung sebagai rumah)
5. Mboas wae woang-Kembus wae teku
(kemakmuran)
BABAK KE-ENAM (TUDAK PENTI)
Puncak acara Penti ditandai dengan berkumpulnya kepala adat kampung, ketua
sub klen, kepala adat yang membagi tanah, kepala keluarga, dan undangan dari
kampung lain. Mereka berdiskusi membahas berbagai persoalan berikut jalan
keluarnya. Dan diikuti dengan pementasan tarian-tarian khas daerah.
CARA PENGEMBANGAN
Kesenian
tradisional adalah salah satu dari sejumlah kekayaan budaya bangsa Indonesia
yang multikultural. Setiap daerah memiliki jenis dan ragam tarian sendiri yang
tentunya unik dan menarik bagi wisatawan. Penti merupakan ekspresi kesenian budaya
tradisional Manggarai,yang diwariskan turun temurun dalam masyarakat suku
Manggarai.
Penti merupakan suatu kesenian budaya yang harus terus
dikembangkan, dengan cara :
1.
tetap dilestarikan dan dijaga
keutuhan alur cerita atau alur ritualnya. Jika sebagian alurnya dipotong atau
dihilangkan, maka makna dan nilai seni serta
budaya yang terkandung di dalamnya akan hilang.
2.
Kita
juga dapat mengembangkannya dengan cara promosi melalui social media,
artikel-artikel tentang seni ritual tradisional Penti ini, agar dapat diketahui
pula oleh pihak luar.
3.
Mengadakan
sosialisasi budaya untuk menumbuhkan kecintaan atas budaya penti.