Rabu, 27 Oktober 2021

PENTI (Tulisan Orang)

 

KESENIAN BUDAYA TRADISIONAL :

PENTI MANGGARAI

 

 

https://www.academia.edu/7603215/KESENIAN_BUDAYA_TRADISIONAL_PENTI_MANGGARAI

 

     Penti meupakan salah satu kesenian budaya yang beasal dari suku Manggarai. Kesenian budaya ini di adakan pada saat perayaan panen, dan juga menjadi momentum untuk berkumpul bersama keluarga.

 

PEMBUKAAN PENTI

Acara Penti dimulai dengan acara berjalan kaki dari rumah adat menuju pusat kebun atau Lingko. Di sini, akan dilakukan upacara Barong Lodok, yaitu mengundang roh penjaga kebun di pusat Lingko, supaya mau hadir mengikuti perayaan Penti. Kemudian kepala adat mengawali rangkaian ritual dengan melakukan Cepa atau makan sirih, pinang, dan kapur. Setelah itu melakukan Pau Tuak atau menyiram tuak yang disimpan dalam bambu ke tanah. .

BABAK  PERTAMA

Setelah Kepala adat melakukan Cepa, babak selanjutnya adalah  menyembelih seekor babi untuk dipersembahkan kepada roh para leluhur dan Tuhan (Mori Agu Ngaran), agar mereka memberkati tanah, memberikan penghasilan, dan menjauhkan suku Manggarai dari malapetaka. Saat penyembelihan itu, masyarakat yang mengikuti acara Penti mulai melantunkan lagu pujian yang diulangi sebanyak lima kali. Lagu itu disebut Sanda Lima, yang diiringi dengan torok, ungkapan dimulainya Penti (Penti Weki Pesa Beo).

 

Ungkapan itu bunyinya sebagai berikut:

“Ho’o lami ela miteng agu manuk miteng,

kudut kandod sangged rucuk agu ringgang landing toe ita hang ciwal,

 toe haeng hang mane.

Porong ngger laus hentet, ngger ce’es mbehok, kudut one waes laud one lesos saled” 

(Inilah kami persembahkan seekor babi dan seekor ayam, semuanya berwarna hitam, sebagai tanda penolak kelaparan. Biarlah semua bencana kelaparan hanyut di sungai ini bersama darah babi dan ayam ini serta bersama redupnya terang matahari hari ini).

BABAK  KEDUA (BARONG LONDOK)

 

Setelah itu, rombongan kembali ke rumah adat sambil menyanyikan lagu yang syairnya menceritakan kegembiraan dan penghormatan terhadap padi yang telah memberikan kehidupan. Ritual Barong Lodok yang pertama ini dilakukan keluarga besar yang berasal dari rumah adat Gendang. Upacara serupa juga dilakukan keluarga besar dari rumah adat Tambor. Keduanya dipercaya sebagai nenek moyang suku Manggarai.



Sebenarnya, ritual Barong Lodok juga disimbolkan untuk membagi warisan tanah kepada seluruh anggota keluarga. Tanah yang bakal dibagikan itu mempunyai  perbedaan luas, tergantung status sosial. Pembagiannya disimbolkan dengan Moso, yakni sektor dalam Lingko yang diukur dengan jari tangan. Tanah tersebut dibagi berdasarkan garis yang mirip dengan jaring laba-laba. Tua Teno adalah satu-satunya orang yang berhak untuk membagi tanah tersebut.

 

BABAK KETIGA (BARONG WAE TEKU)

 

Sehabis Barong Lodok, prosesi berlanjut ke ritual Barong Wae, semua keluarga berkumpul di rumah adat (gendang Di sini, warga kembali akan mengundang roh leluhur penunggu sumber mata air. Menurut kepercayaan, selama ini roh leluhur itu telah menjaga sumber mata air, sehingga airnya tak pernah surut. Ritual ini juga menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan, yang telah menciptakan mata air bagi kehidupan seluruh warga Desa. Bahan yang perlu disiapkan adalah ayam, telur mentah, sirih pinang, dan kapur.

Jalannya upacara:

  1. Dibuka dengan renggas (pemberitahuan bahwa upacara dimulai atau berakhir).
  2. Peserta berbaris berarak-arak ke mata air dengan pukulan gong dan gendang yang disertai dengan lagu arao:

Ara  o  e  neki weki ara  o (kita berkumpul)

Wale (jawab) : Ara  o

Cako Ara  o  e  ranga manga ara  o (hadir di sini)

Wale :  Ara  o

Cako Ara  o  e  celung cekeng ara  o (musim berganti)

Wale Ara  o

CakoAra  o  e  wali ntaung ara  o (syukur atas semua hal yang diperoleh dalam tahun ini)

WaleAra  o

Cako O e neki weki ara  o  o  e

Wale Ara  o

CakoO e  manga ranga ara  o  o e

WaleAra  o

CakoAra  o  e  kaing dani ara o (mohon panen berlimpah)

WaleAra  o

CakoAra  o  e  tegi becur ara  o (mohon agar kebutuhan akan makanan tercukupi)

WaleAra  o

CakoAra  o  e  uwa gula ara  o (semoga bertumbuh mulai pagi hari)

WaleAra  o

CakoAra  o  e  bok leso ara  o (juga setiap hari)

Wale Ara  o

Cako O  e  kaing dani ara o o  e Ara  o  e  tegi becur ara o  o  e

Wale Ara  o

Lagu yang disertai pukulan gong dan gendang baru berhenti bila tiba di mata air minum

 

 

  1. Acara di mata air minum:

a. Pemberian sirih pinang yang diletakkan dengan ungkapan : 

Empo, ho’o kala agu raci te cepe 

Ai to’ong de penti, teho’on  barong wae teku 

((Nenek, kami memberikan sirih pinang ini,karena sebentar malam diadakan upacara penti, sekarang upacara di air minum/air timba ini).

b. Telur mentah dipecahkan bagian atasnya, lalu diletakkan di atas buluh dengan ungkapan: 

Empo Ho’o tuak, salangn tuak ho’o, ai to’ong penti, dasor meu agu ami camas-camas baron wali di’a sangged di’a de Morin ata poli teing latangt ite.

 (Nenek, ini tuak, sebentar mau diadakan upacara penti, semoga kita bersama-sama menyampaikan syukur atas segala kebaikan Tuhan)

c.Pembawa persembahan memegang ayam. Sebelum tudak atau do’a di dahului renggas sebagai pembukaan.

Tudak atau do’a itu bunyiinya demikian:

Denge le meu empo, ho’o de manuk kudut barong wae. (Dengarlah ya nenek, ini ayam untuk dipersembahkan di air ini).

Wali di’a kamping ite Morin agu Ngaran, ai ite poli teing ami wae bate tekugm ho’o (Sampaikanlah syukur kepada Tuhan, karena Tuhan sudah memberikan kami air untuk kebutuhan kami.

Tegi kali dami (kami mohon) : Lami agu riang koe wae teku ho’o (jagalah air minum ini).

Dasor mboas kin wae woang, kembus kin wae bate tekugm ho’o. (semoga air minum ini senantiasa mencukupi kebutuhan kami).

Dasor neka koe Wong le roho agu rove le lus wae teku ho’o. (semoga dijauhkan dari segala gangguan yang merusakkan air ini).

Porong inung wae ho’o wae guna Laing latangt weki agu wakar dami. (semoga air ini berguna bagi jiwa dan raga kami).

Porong mese bekek kali, mbiang ranga (semoga memberikan kesegaran bagi kami).

Kemudian ayam disembelih, lalu dibakar untuk diambil sebagian hatinya, ususnya serta dagingnya untuk dijadikan sesajian. Kemudian lagu renggas sebagai tanda upacara di tempat itu telah selesai. Arakan dari mata air ke Compang dengan pukulan gong dan gendang yang diiringi lagu Arao seperti di atas.

 

BABAK KE-EMPAT (BARONG COMPANG)


Kemudian dilanjutkan dengan ritual Barong Compang. Prosesinya dilakukan di tanah yang berbentuk bulat, yang terletak di tengah kampung. Roh penghuni Compang juga diundang mengikuti upacara penti di rumah adat pada malam hari. Suku Manggarai mempercayai, roh kampung yang disebut Naga Galo selama ini berdiam di Compang.



Bagi suku Manggarai, Naga Galo yang telah melindungi kampung dari berbagai bencana. Mulai dari kebakaran, angin topan, bahkan bisa menghindarkan timbulnya kerusuhan di kampung. Ritual Barong Compang diakhiri dengan langkah rombongan yang masuk ke rumah adat, untuk melakukan upacara Wisi Loce. Di sana, mereka menggelar tikar, agar semua roh yang diundang dapat menunggu sejenak sebelum puncak acara Penti.


BABAK KE-LIMA (LIBUR KILO)

Keluarga dari rumah adat Gendang dan Tambor melanjutkan acara Libur Kilo. Libur Kilo adalah bagian dimana para keluarga mensyukuri kesejahteraan keluarga dari masing-masing rumah adat. Uniknya, upacara ini dipercaya sebagai upaya membaharui kehidupan bagi seluruh anggota keluarga. Sebab dalam upacara itu, warga yang bermasalah berkummpul dan bermusyawarah untuk membicarakan titik permasalahan dan mencari jalan keluar dari masalah yang ada, sehingga dapat membangun kembali hubungan keluarga agar lebih baik lagi. Disana mereka akan mengadakan Sanda, Mbata atau Congka sebela/sa'e, yaitu tarian dan lagu-lagu adat sampai pagi hari.

Ada beberapa ungkapan-ungkapan dalam ritual:

1. Jarok lobo sapo, rentuk lobo kecep (ungkapan untuk kemakmuran)

2. Neka mempo heho elong, neka munda neho munak (ungkapan untuk kesehatan)

3. Wuas raci weri, Lebos kala po'ong (ungkapan keberhasilan panen)

4. Potang iring mbaru kaeng (kampung sebagai rumah)

5. Mboas wae woang-Kembus wae teku (kemakmuran)


BABAK KE-ENAM (TUDAK PENTI)

Puncak acara Penti ditandai dengan berkumpulnya kepala adat kampung, ketua sub klen, kepala adat yang membagi tanah, kepala keluarga, dan undangan dari kampung lain. Mereka berdiskusi membahas berbagai persoalan berikut jalan keluarnya. Dan diikuti dengan pementasan tarian-tarian khas daerah.

 

 

CARA PENGEMBANGAN

Kesenian tradisional adalah salah satu dari sejumlah kekayaan budaya bangsa Indonesia yang multikultural. Setiap daerah memiliki jenis dan ragam tarian sendiri yang tentunya unik dan menarik bagi wisatawan. Penti merupakan ekspresi kesenian budaya tradisional Manggarai,yang diwariskan turun temurun dalam masyarakat suku Manggarai.

Penti  merupakan suatu kesenian budaya yang harus terus dikembangkan, dengan cara :

1.        tetap dilestarikan dan dijaga keutuhan alur cerita atau alur ritualnya. Jika sebagian alurnya dipotong atau dihilangkan, maka makna dan nilai seni  serta budaya yang terkandung di dalamnya akan hilang.

2.        Kita juga dapat mengembangkannya dengan cara promosi melalui social media, artikel-artikel tentang seni ritual tradisional Penti ini, agar dapat diketahui pula oleh pihak luar.

3.        Mengadakan sosialisasi budaya untuk menumbuhkan  kecintaan atas budaya penti.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar