Minggu, 26 Januari 2014

MASYARAKAT LAWAN TAMBANG (EMAS,DLL)



37 Tokoh Adat Siap Pertaruhkan Nyawa Tolak Pertambangan

http://regional.kompas.com/read/2014/01/24/2038512/37.Tokoh.Adat.Siap.Pertaruhkan.Nyawa.Tolak.Pertambangan

Jumat, 24 Januari 2014 | 20:38 WIB


 Kompas.com/ Markus Makur Ilustrasi: Kepala Bagian Operasi Polres Manggarai Barat sedang memegang map berisikan aspirasi dari kaum perempuan yang tergabung di Aliansi Perempuan Indonesia Mandiri (APIR) Manggarai Barat di halaman Kantor Polres Manggarai Barat, Senin (20/1/2014). Pengunjuk rasa sepakat menolak pertambangan di Manggarai Barat. (


RUTENG, KOMPAS.com - Sebanyak 37 tokoh adat di eks Kedaluan Ruis, Kecamatan Reo, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur sepakat menolak pertambangan di wilayah Hamente milik mereka.

Hal itu disampaikan para tetua adat dalam loka karya yang difasilitasi JPIC SVD Ruteng di Reo, dari 22 hingga 24 Januari 2014. Loka karya itu membicarakan tentang penguatan lembaga adat serta hubungan manusia Manggarai dengan alam di sekitarnya.

Para tetua adat sepakat bahwa orang Manggarai memiliki hubungan sangat erat dan mendalam dengan alam. Hubungan itu diistilahkan dengan kata-kata "Gendang One Lingko Peang". Alam memberikan kehidupan bagi manusia Manggarai mulai dari air kehidupan maupun kebutuhan hidup manusia.

"Saya siap mempertaruhkan jiwa dan raga untuk menolak kehadiran pertambangan. Di rumah gendang Loce sudah sepakat menolak pertambangan. Saya siap mati demi membela keutuhan lingkungan yang berkelanjutan. Selama ini lingkungan hidup rusak akibat usaha pertambangan," tegas Sebastianus Nggeon, Tetua Rumah Gendang Loce dalam wilayah eks Kedaluan Ruis, kepada Kompas.com, Jumat (24/1/2014) sore.

Tetua adat lain dari Rumah Gendang Loce, Paulus Baut menegaskan, orang Manggarai yang berada di kampung-kampung harus mempertahankan martabat adat yang sudah diwariskan secara turun temurun. Tegakkan martabat adat yang ada dalam diri orang Manggarai Raya.

"Kemiskinan dan kelaparan sudah sejak lama dialami orang Manggarai. Namun, hingga hari ini orang Manggarai tetap hidup dari kearifan lokal orang Manggarai dan dari hasil pertanian, perkebunan dan kelautan," tegasnya kepada Kompas.com di Reo, Jumat (24/1/2014).

Baut menjelaskan, orang Manggarai sendiri dapat mengatasi kemiskinan tanpa kehadiran pertambangan. Anak-anak orang Manggarai bisa sekolah sampai di perguruan tinggi dari usaha pertanian.

Tetua adat dari Rumah Gendang Gincu, Gaspar Sales menjelaskan, investor pertambangan datang untuk mengadu domba para tetua adat di wilayah eks Kedaluan Ruis. Investor pertambangan selalu datang untuk mempermainkan tua-tua adat di sejumlah rumah gendang di wilayah eks Kedaluan Ruis.

"Kami sepakat untuk tidak menerima kehadiran pertambangan di wilayah eks Kedaluan Ruis di masa yang akan datang," tegasnya.

Penulis
: Kontributor Manggarai, Markus Makur
Editor
 : Farid Assifa






Kaum Perempuan Demo Tolak Pertambangan di Manggarai Barat

Senin, 20 Januari 2014 | 09:17 WIB
A liansi Perempuan Indonesia Mandiri (APIR) Manggarai Barat menggelar unjukrasa damai di Kota Labuan Bajo menuntut penolakan pertambangan di Flores pada umumnya dan Kabupaten Manggarai Barat pada khususnya, Senin (20/1/2014).

LABUAN BAJO, KOMPAS.com - Aliansi Perempuan Indonesia Mandiri (APIR) Kabupaten Manggarai Barat mendesak Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch. Dula mencabut semua izin usaha pertambangan panas bumi dan mineral logam di wilayah Manggarai Barat.

"Walaupun keputusan pengadilan yang memenangkan pihak investor tambang, kami minta Bupati Manggarai Barat tetap tegas, jelas menolak tambang dan masyarakat berjanji selalu ada bersama bupati,"  ungkap Ketua APIR Manggarai Barat, Lusia Sut, Senin (20/1/2014) di Labuan Bajo.

"Jangan pernah mengeluarkan satu rupiah pun dari APBD Manggarai Barat untuk membayar ganti rugi kepada pihak investor sesuai dengan keputusan pengadilan karena APBD Manggarai Barat tidak untuk memperkaya investor tambang," tegasnya pula.

Massa APIR menyerukan, DPRD Kabupaten Manggarai Barat perlu lebih transparan menyampaikan informasi tentang pertambangan dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan melalui media.

”Kami melakukan aksi damai dengan menggunakan kain songket dan kebaya sebagai simbol perlawanan dari kaum perempuan untuk menolak pertambangan di Manggarai Barat dan Flores pada umumnya,” tegas dia lagi.

Penulis: Kontributor Manggarai, Markus Makur
Editor : Glori K. Wadrianto




 http://regional.kompas.com/read/2014/01/20/0917011/Kaum.Perempuan.Demo.Tolak.Pertambangan.di.Manggarai.Barat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar