Dalam budaya (?) Manggarai ada kisah di mana jenasah hidup lagi. Benarkah? Mungkin hanya gosip irasional, seperti kisah orang Makasar berikut. Boleh jadi juga ide ini dibawa dari Makasar mengingat ada nenek moyang orang Manggarai yang datang dari Makasar.
SENGKANG, KOMPAS.com - Sejak Kamis (22/5/2014) lalu
warga Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan dihebohkan dengan
kabar adanya mayat yang hidup kembali di kuburan. Kabar itu menyebabkan
ribuan warga mendatangi Pekuburan Jarae, Kelurahan Mattirotappareng,
Kecamatan Tempe untuk menyaksikan fenomena tersebut, Selasa
(27/05/2014).
Almarhum Muhammad Yusbar yang meninggal sejak 12
April 2014 lalu dikabarkan hidup kembali setelah salah seorang
kerabatnya mengaku didatangi almarhum melalui mimpi. Dalam mimpi itu,
Yusbar mengaku bahwa dirinya masih hidup.
Mimpi kerabat almarhum
kemudian menyebar ke warga lainnya. Hal ini menyebabkan ribuan warga
mendatangi kuburan tersebut. Akibatnya, akses jalan trans Sulawesi
menjadi macet total sejak siang hingga malam hari dan menyulitkan polisi
lalu lintas untuk mengatur kendaraan.
"Iya, sudah berapa hari
ini saya di sini terus atur lalu lintas, padahal bohong itu, mana ada
mayat hidup kembali di dalam kubur," ujar Bripka Kahar, anggota Polantas
dari Kepolisian Resor (Polantas Polres) Wajo.
Almarhum Yusbar
merupakan pelajar kelas 3 Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang orangtuanya
tinggal di Jalan Jenderal Sudirman, Calaccu, Kelurahan Tempe Sengkang.
Sejak
kabar menghebohkan itu kian meluas, keluarga almarhum terpaksa
membongkar kuburan Yusbar. Pembongkaran yang disaksikan ribuan warga ini
sempat sulit dilakukan karena warga terus berdesakan memenuhi lokasi
pemakaman umum.
Setelah makamnya dibongkar, jasad Yusbar yang
terbungkus kain kafan itu dibawa ke rumah orangtua almarhum dengan
menggunakan mobil patroli polisi. Setelah dipastikan benar-benar sudah
meninggal, mayat ini kembali dikuburkan sesuai dengan ajaran Islam.
"Setelah
diangkat dan diperiksa, akhirnya saya perintahkan untuk dikubur
kembali. Kasihan orang mati dibongkar kembali, padahal tidak hidup.
Bahkan kepalanya sudah hampir hancur," kata Andi Arsal, Lurah
Mattirotappareng.
Wae: Wae Rebo
Golo: Poco Roko
Nampe: Nampe Bakok
Puar: Puar Todo Repok : ouar sekunder 10.500 ha
Haju siri bongkok: Worok
Haju banggang: ajang, haju ntorang
Haju .............: kenti
Haju betong
Mbaru niang:
Tingkat 5: Hekang kode: te na' langkar teing hang empo.
Tingkat 4: Lempa rae: te naa lancing /labak woja agu latung agu koil te saka sekeng darum
Tingkat 3:Lentar: te naa woja, latung, koja, koil
Tingkat 2:Lobo : te naan sa o sa apa perlu neteng leso: haju api, dea, latung,
Tingkat 1: Tenda : te kaeng le mensia, dapur, manga lutur agu molang /lo'ang
Tingkat 0: Ngaung: te naa paeng: ela, mbe, asu,
https://www.youtube.com/watch?v=23kw8pg5GvU
Paeng ata pake laing du hese mbaru niang:
1. Manuk: hese mbaru, raket bubung, songko lokap
2. Asu: du adak tesi poka haju pande mbaru
3. Ela : songko lokap
4. Kaba : songko lokap
Niang Mbaru Gendang (niang utama) - kaeng le 8 kilo
Niang Gena Mandok - kaeng le 6 kilo
Niang Gena Jekong
Niang Gena Ndorom
Niang Gena Karo
Niang Gena Jintarn
Niang Gena Maro ( Maro: empo pertama uku Wae Rebo).
________
Turis asing: membawa istri dan kedua anaknya yang masih kecil le Wae Rebo. Sang istri harus menggendong anak bungsu mereka untuk perjalanan 3 - 4 jam. Setelah melalui perjuangan yang hebat mereka akhirnya tiba di sana. Ke Wae Rebo, anak kecilpun bisa, buka hnaya orang dewasa. Berkit vodeonya.
Manggarai Tengah - Bagaimana bisa ada sebuah desa di tengah pegunungan tanpa
desa tetangga. Bahkan untuk mencapainya, dibutuhkan 4 jam pendakian. Inilah Wae
Rebo, desa misterius di tengah pegunungan Flores.
Banyak hal yang menjadikan Wae Rebo menarik bagi para wisatawan yang penasaran. Pertama adalah letaknya
yang berada di tengah pegunungan Flores. Desa ini tidak memiliki tetangga alias
hanya satu-satunya di sana.
Memang, ada banyak desa lainnya di kaki gunung, namun butuh perjalanan 4 jam mendaki
untuk mencapai Wae Rebo dari desa terdekat. Hal menarik selanjutnya adalah
rumah adatnya yang unik. Berbentuk kerucut, dengan pintu masuk setengah
lingkaran yang rendah.
Dari jauh, rumah ini terlihat seperti rumah keong. Tapi siapa sangka, penghuni
yang bisa tinggal di dalamnya mencapai 6-8 keluarga. Besar bukan?
Menurut legenda, sang leluhur bernama Empo Maro yang berasal dari Minangkabau
hendak mencari area baru untuk membangun desa. Ia berlayar hingga ke pulau itu
dan kerap berpindah dari satu kawasan ke kawasan lain.
Hingga pada sebuah malam, Empo Maro bermimpi dibimbing seekor musang ke tengah
pegunungan. Sang musang pun menyuruh Empo Maro untuk membangun desa di sini
jika ingin desanya aman, tenteram dan jauh dari dendam atau bahaya.
Akhirnya, sang leluhur pun mulai membangun peradaban baru yang kecil di sana.
Hingga kini, para penduduk masih hidup dengan bahagia, meneruskan hidup seperti
para leluhur mereka.
Uniknya, rumah adat yang ada di sini tidak boleh bertambah, apalagi berkurang.
Hanya ada 7 rumah adat atau yang biasa disebut dengan Mbaru Niang. Lalu
bagaimana dengan perkembangan jumlah penduduk?
Para penduduk bisa membangun rumah biasa di sekeliling Wae Rebo, atau di kaki
gunung. Syaratnya, rumah-rumah baru tersebut tidak boleh mirip dengan Mbaru
Niang.
Dengan segala keunikan, Wae Rebo menjadi salah satu destinasi pilihan yang unik
untuk didatangi di Flores. Terlihat dari wisatawan yang datang dan rela mendaki
beberapa jam untuk melihat dan menikmati suasana di sana.
NEXT »
Desa ini berada di tengah pegunungan
(Shafa/detikTravel)
Para lelaki memulai kegiatan di luar
rumah. Sementara para ibu sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan
(Shafa/detikTravel)
- Kabut perlahan terbuka, matahari mengintip
dari balik bukit. Asap mengepul dari atap rumah, kehidupan hari ini kembali
dimulai. Seperti ini cantik dan misteriusnya Wae Rebo di pagi hari.
Gambar 6 dari 8
Inilah Rumah Gendang, rumah utama
dari 7 rumah yang ada. Para perwakilan keluarga keturunan tinggal di sana. Segala
upacara adat juga terjadi di sana (Shafa/detikTravel)
Seperti ini
pemandangan dari Wae Rebo Lodge (Shafa/detikTravel)
Flores - Sebuah kampung adat berada di
tengah pegunungan Flores. Sebelum mencapainya, banyak traveler yang bermalam di
penginapan di kaki gunungnya. Sajian pagi di sini, luar biasa!
Adalah Wae Rebo Lodge, penginapan yang menjadi pos terakhir sebelum naik ke
kampung adat Wae Rebo. Wae Rebo Lodge berada di desa terakhir sebelum akhirnya
masuk ke hutan untuk trekking. Hampir semua traveler sampai terlalu siang akan
bermalam di sini sebelum melanjutkan perjalanan esok pagi.
Berada di tengah persawahan, berlatar belakang gunung dan dekat dengan pesisir
membuat penginapan yang satu ini menjadi daya tarik tersendiri. Sajian pagi di
sini sungguh membuat siapa saja terpesona.
Sinar mentari menyapa dengan hangatnya. Membuat kabut perlahan menghilang,
meninggalkan kesan magis. Embun di pucuk pohon padi memantulkan kilau nan
indah. Hiruplah udara sekitar, kesejukannya akan menyegarkan paru-paru Anda.
Dari depan penginapan, terlihat jelas pesisir di sebelah kiri. Air yang biru
berkilau tak mau kalah untuk memberi salam selamat pagi. Berjalan keluar dari
penginapan, ada sebuah mata air kecil yang biasa digunakan anak-anak untuk
bersih-bersih sebelum berangkat sekolah.
Di ujung, terlihat beberapa rumah penduduk dengan beberapa pohon yang membuat
pemandangan terlihat asri. Yang lebih cantiknya lagi, hampir di semua rumah
terdapat tanaman bunga. Tentu saja, Flores memang memiliki julukan Pulau Bunga.
Kembali ke penginapan, mulai pukul 07.00 WITA, semerbak makanan baru matang
sudah tercium. Di penginapan dengan harga Rp 300 ribu per malam ini, disediakan
makanan sebanyak 3 kali per hari. Semua makanannya lezat dan menggugah!
- Kabut perlahan terbuka, matahari
mengintip dari balik bukit. Asap mengepul dari atap rumah, kehidupan hari ini
kembali dimulai. Seperti ini cantik dan misteriusnya Wae Rebo di pagi hari.
Gambar 1 dari 8
Wae Rebo adalah kampung adat di
Manggarai Tengah, Flores, NTT. Rumah bundarnya yang hanya berjumlah 7 buah dan
letaknya yang ada di tengah pegunungan membuat kampung ini menarik
(Shafa/detikTravel)
- Kabut perlahan terbuka, matahari
mengintip dari balik bukit. Asap mengepul dari atap rumah, kehidupan hari ini
kembali dimulai. Seperti ini cantik dan misteriusnya Wae Rebo di pagi hari.
Gambar 7 dari 8
Compang, atau panggung tempat
diadakannya acara penting atau tempat sesembahan ini berada tepat di depan
Rumah Gendang. Semua yang pentig terjadi sana. Pusat berkumpulnya masyarakat
juga di sekitar sana. Tapi tidak boleh sembarang orang boleh naik ke Compang
(Shafa/detikTravel)