Kamis, 11 Juni 2015

MAKNA RITUS ADAT





Ritus adat  apa makananya?

Menyelesaikan persoalan? 
1. Simak kasus ritus adat untuk menemukan Mary Grace yang  diduga dibunuh  oleh Herman Jumat Masan. Untuk mengetahui apakah Mery Grace sudah  meninggal atau belum maka diadakan upacara adat (Adonara - Flores Timur, NTT). Setelah upacara  adat itu, disimpulkan Mery Grace  sudah meninggal.  Ritus adat memberikan kepastian akan hal itu.
2. Simak kasus Angeline
Angeline adalah  anak perempuan  usia 8 tahun, kelas 2 SD   sering dimarahi orang tua angkatnya di Denpasar - Bali.  Tanggal 16 Juni 2015 dia dinyatakan Hilang. bayal yang simpati dengannya, termasuk aparat pemerintah. Ada  2 mentri kabinet Kerja pemerintahan Jokowi - JK  yang  mengunjungi  tempat  rumah orang tua angkatnya, Yohana Yambesi, Mentri Perempuan dan Anak dan Mentri  Pendayagunaan Aparatus Negara,  Yuddy Krisnandy.  Selain itu  Aris Merdeka Sirait, aktivis HAM.Orang tua angkat Angeline, Ibu Margarait Megawe  tidak menerima mereka  dengan  baik. Cari Angeline ke mana-mana, sampai ke kampung orang tua kandung  Angeline  di Banyuwanngi , Jawa Timur. Nihil. Ternyata Angeline ada di  kompleks rumah orang tua angkatnya di Jl. Sedap malam Denpasar, Bali. Angeline msitemukan masih hidup atau sudah meninggal? Angeline  sudah meninggal. Jenasahnya sudah membusuk. 
Sebelum ditemukan, SDN  tempat Angeline   belajar mengadakan ritus adat Bali untuk menemukan Angeline. Acara dilakukan di Pura  dekat sekolah. Ada kesurupan terjadi.  Jiwa Angeline berteriak : "mama...".
3. Memuluskan perjalanan
Minggu, 12 Juli 2015. Saya berlibur ke Wela, Manggarai, Flores Barat. Saya  hendak kembali ke Jakarta untuk mencari nafkah. Saat datang menuju kampung halaman saya sempat bertengkar dengan orang, terutama  preman di Sape, Bima, NTB. Preman mengangkat golok hendak menikam saya di pelabuhan Sape. Untung saya  tak meladeni tantangan dia. Saya memilih mengalah. Perkelahian terhindarkan. Ketika masih di kampung, tersiar kabar bahwa ada kerusuhan di Sape / Bima karena orang Flores (Maumere) membacok orang Sape / Bima karena  cekcok di terminal / pelabuhan. Berangkat dari kondisi ini, saya berharap dan berdoa, semoga perjalanan pulang saya aman, terutama di pelabuhan Sape / terminal Bima atau terminal  Mataram dan pelabuhan Lembar - Mataram. Atas dasar ini doa saya daraskan. Bukan hanya doa kepada Tuhan tapi juga doa kepada mereka yang telah meninggal, terutama, almarhum Bapa, kakek nenek, kakak adik dan semua  leluhur. Dalam menyampaikan doa dan harapan ini  seekor ayam jantan putih dipersembahkan dalam doa di Rumah Gendang Wela, Cancar -  Manggarai. Sebelumnya kami mampir di pekuburan, berdoa di makam keluarga (leluhur)." "almarhum Bapa, almarhumah mama tua (end tua'), para kakek dan nenek, kakak dan adik semua yang ada di pekuburan ini, kami mohon doamu semua, guna keselamatan perjalanan kami menuju Jakarta. Kamu semua hendaknya menjadi pahlawanku (kami) dalam perjalanan. Jauhkan segala halangan dan rintangan, termasuk gangguan orang. Kami mengajak kamu semua ke rumah untuk menerima "santapan" segar" dari kami untukmu. Mari ke rumah sekarang, " demikian ajakan  kami via kakak laki-laki sulung,  Beny jelami. Lalu kami menuju ke rumah Gendang Wela. Kami mau menghargai mereka dengan memberikan "sesajian " segar dalam rupa ayam jantan putih (lalong lapak - ayam jantan warna-warni?). Di rumah Kakak Tinus Ntalbot  membawakan  doa  adat "Torok Manuk". Setelah itu ayam disembelih. Atinya diberikan sebagai sajian bagi leluhur. Ayam dibakar. Aromanya harum bagaikan asap dupa membumbung  naik ke hadirat Tuhan. Keluarga Ema Bone Kaso melayani kami di rumah. Daging kami  bawa ke rumah di Ntalung Pada. Acara makan malam di sana. Daging kami   bagi. Satu bagian paha ditinggal untuk ema Bone sekeluarga.  Lalu kami pulang ke Ntalung Pada. Kami makan bersama di sana di rumah John. Mama tinggal di sana.
Keesokan harinya saya berangkat. Saya berangkat bersama John yang mau ke Ruteng untuk belanja. Saya berhenti di Cancar. Tunggu travel menuju Labuan Bajo.  Ada travel, hanya tunggu lama karena harus menjemput  penumpang. Baru  berangkat sekitar  pukul 11:00 am. Singgah di Lembor. Penumpang  cukup banyak. kami  berjejalan dalam mobil. Umumnya penumpang dari Ndoso. Kami mampir sebentar di Lembor. Sopirnya orang  Rentung. Kami singgah untuk makan siang di Lembor. Menu ikan kuah di Depot Pa Puji, Rp 20.000. Saya tak makan karena  masih kenyang. Lalu terus ke Labuan Bajo. Singgah sebentar di   Roe  untuk mengambil titipan teman yang mau dibawa ke Jakarta / Bekasi. Kami melanjutkan perjalanan. Tiba di  Labuan Bajo sekitar pkl 15:00. Sempat tersesat masuk ke RS milik susteran, RS  baru. Akhirnya  Bp Tanti keluar dari Gang menuju jalan umum. Penumpang  yang lain menggerutu. Saya malu juga. Saya  tiba di Rumah besa saya, Bapak Darius Angkur, ketua DPRD Manggarai Barat, Ketua DPC PDIP. Saya malu karena tak ada oleh-oleh untuk mereka. Perjalanan babak ini aman. Sore kami ke pelabuhan untuk tanya informasi keberangkatan  Fery dari labuan Bajo menuju  Sape. Kami pakai Ojek. Saya, Bapa Any, Bapa Tanti ke sana. Kami sewa ojek Rp 45.000. "Ferry  tak bisa jalan. karena  ombak tinggi. Awan columinibus membuat gelombak besar di Laut Flores 2 - 4 meter. Kami tak bisa berlayar. Itu sangat berbahaya bagi pelayaran. Mungkin akan berlayar ke Sape, tanggal 16 Juli, bila  kondisi aman," kata   awak kapal Ferry. "Wow...berbahaya  bagi saya. Saya sudah beli tiket  bus dari Bima menuju Jakarta untuk tanggal 12 Juli 2015. Apakah tiket ini hangus atau masih berlaku? Bila hangus, saya rugi Rp 800.000.
Ya... say iklaskan saja. Saya  coba kontak ke Bima. Tak masuk. Lalu  agen bis Dunia Mas  kontak balik saya. "Bapak, posisi di mana, apakah sudah mendapatkan kapal  PELNI menuju Bima?" katanya. Wow.... rupanya  tiketnya tidak hangus karena terlambat.," kataku menaruh  harap. Kami terus mencari informasi kapal yang bisa menuju Bima. Kami menuju Pelabuhan Kapal  besar di Wae Cicu labuan Bajo. "Loket baru bisa buka besok pkl  07:00 - 14:00 pm' kata petugas pelabuhan. Kami jalan-jalan  sekitar pantai, termasuk  pantai di kampung Ujung. Tempat itu telah menjadi pusat kuliner. Ada kuliner ikan bakar, kue, minuman. Ada beragam orang yang menikmati malam di kawasan itu, baik turis lokal maupun  maupun manca negara. Kami minum kopi dan makan kue.  Saya bayar Rp 16.000. Kami nongkrong di dermaga  kayu. Geliat pasar Ujung sangat menjanjikan. Sayang geliat ekonomi itu hanya diisi oleh pendatang. Tak ada orang lokal, Manggarai Barat yang berinteraksi dari saya. Orang lokal malah menjadi tamu di situ. Kekalahan orang lokal? Mungkin. Orang lokal kalah dalam persaingan  bisnis. Kami sempat mampir di pasar. Ada ikan, daging dan sayur-sayuran di sana. Ada beberapa orang lokal tapi umumnya   pendatang, terutama orang Bima. Wow..., lagi-lagi orang Manggarai tersingkir. Lalu kami pulang ke rumah Bp mama  Nelson (Karaeng  Darius Angkur) di Golo Koe. "Saya mencari Ojek dulu," kata Bp Tanti. "Datang 3 ojek. Kami nego harga. "Rp 10.000" kata kami. Namun, dalam perjalanan kami tersesat lagi. Akhirnya  sampai di rumah. Tukang ojek menggerutu. Akhirnya sampai juda di rumah. Kami bayar Rp 15.000 per orang. "Karena sempat mutar-mutar," kata tukang  Ojek. Saya beri saya. Kami masuk rumah besan kami, Keraeng  Darius. Kami ngobrol lalu makan malam lalu istirahat.
Besok pagi, Selasa, 13 Juni 2015. Kami masih ngobrol lagi. Terlambat ke  pelabuhan untuk urus tiket. Di sana  tiket untuk  Kapal PELNI "TILONG KABILA" telah terjual habis. "Wow..... kita kalah  gesit," kataku.  Say ketemu dengan agen bus Dunia Mas. Saya ngobrol dengan dia. "Ada kapal Sirimau  dari Labuan Bajo menuju  Bima  nanti malam. "Wow.... rahmat Tuhan, ikut kapal itu saja. Saya beli tiket kepadanya, namun  hanya untuk Tanti dan Filo, lupa untuk saya  sendiri. Wow.....Saya baru sadar ketika  sudah di Golo Koe. Harga Tiket Dinia Mas Labuan Bajo Surabaya Rp 850.000. Mereka tak menjual tiket sampai  Jakarta. "Bos tak izinkan menjual tiket sampai Jakarta, hanya boleh sampai  Surabaya, ' kata  agen, Kareng Alex yang berasal dari Pora, Ndoso, Manggarai Barat. Kami makan siang. Lalu istirahat sejenak. Kami pesiar ke bukit Golo Koe. Kami  naik ke puncaknya. Di situ ada Gua Maria. Kami berdoa sebentar. Kami bisa melihat pemandangan Labuan Bajo. Kami lihat ada pesawat yang turun dan naik. Kami melihat hamparan rumah di Wae Mata - kampung Lancang - pantai, dll. Di puncak bukit Golo Koe  ada  kera. Ada keras di hutan kota Labuan Bajo. lalu kami turun. kami berencana turun ke pelabuhan. Kami cari angkot. Kami lobi angkot. Kami ketemu dengan kraeng  Frans dari Rego. Kami sepakat untuk menunggu. Tarif Rp 10.000 per orang. kami 7 orang," kataku kepadanya. Sementara kami menunggu, Bp Nelson  sudah memesan mobil - Avanza. Kraeng........, sopir  lama  datang menjemput  kami. Kami numpang mobil itu menuju pelabuhan. "Terima kasih Bp - Mm Nelson, kami lanjutkan perjalanan dulu. Maaf, merepotkan,' kataku kepada mereka. Kami melanjutkan perjalanan. Kami tiba di Pelabuhan kapal penumnpang / kapal besar, Pelabuhan, Jl. Wae Cicu sekitar pukul 16:00. Kami masuk. Saya memberikan tips kepada kraeng..... yang  sudah mengantar kami Rp 50.000. Saya menelepon kraeng Frans - Rego, awak  angkot yang kami pesan tadi. Saya saya tak enak membatalkan pesanan. "Maaf, kami pakai  mobil lain," kataku. Dia kesal. Dia mematikan  teleponnya.  Kami masuk ke ruang  tunggu menunggu kapal Sirimau di sana. Saya didera  rasa tak enak, karena  tak dapat tiket kapal Sirimau. Namun saya tetap optimis bahwa bisa menuju Bima dengan kapal itu pada  saat bersaman dengan Tanti dan Filo. Tanti merupakan kemenakan, anak dari adik sepupu, Robert karjon. Filo merupakan keponakan, anak dari saudari sepupu Theres Nuet. Mereka tinggal di Terang, Boleng, Manggarai Barat.  Kami masuk ke ruang tunggu pelabuhan. Orang berdatangan. Kami ngobrol. Bp Tanti, Joy, Bo Any, Yos datang mengantar kami. saya membeli air mineral dan biskuit. kami makan bersama. Kami ngobrol. Dalam tiket, kapal Sirimau tiba pkl 11:00 malam.  Sekitar 6 jam kami tunggu, bila kapal datang tepat waktu (pkl 23:00 pm). Say  ketemu dengan sesama orang Manggarai. Dia adalah Ibu Mery, orang Cobol - Cancar. kami ngobrol. Kami ngobrol budaya manggarai. Ternyata dia paham adat Manggarai. "Kami orang Wae Welo, Todo. Kami punya totem, yakni anjing. "Bila melanggara totem amakn akan sakit" katanya. Obrolan kami sangat asyik. Saya  ketemu dengan orang Jawa Timur yang merentau ke  Flores. Mereka kerja di  Manggarai, Ende, Maumere. "Orang Manggarai itu gengsi, tak mau kerja yang tampaknya sepele tapi sesungguhnya bisa mendatangkan duit, misalnya kumpulkan besi tua, barang pecah belah rumah tangga,  daur ulang sampah. Semua yang kerjakan itu di sini orang Jawa. Ya... karena orang Jawa sudah melihat  akses  penjualannya di sana. Mereka sudah tahu penadahnya di sana (Surabaya)," katanya. Mereka  benar. Saya  ketemu orang dari kawasan Lumpur Lapindo. "Saya mendapat keuntungan besar dari marketing perjualan tanah / kawasan di daerah Lumpur Lapindo," katanya. "Wow.... ini orang  rupanya  calo tanah di sana. Dia licin, gesit memanfaatkan peluang, " kataku. Malam semakin larut. Kami agak lapar. Kami makan biskuit dan minum air. kraeng tua Alo (Bapa Any) tampak lelah. Dia tidur di lantai / kursi. Kasihan juga mereka. Tanti dan Filo juga  mengantuk. waktu menunjukkan pkl 23:00 pm. Kapal Sirimau belum datang  juga. Waktu terus berjalan. Waktu menunjukkan pkl 12:30 am. Kami putuskan untuk menuju dermaga, menunggu kapal yang akan sandar. Kami membawa barang-narang ke sana. Hati saya dag-dig - dug  karena  belum mendapatkan kepastian apakah  bisa  masuk dermaga / kapal Sirimau atau tidak namun hati tetap optimis bahwa  bisa  masuk kapl untuk melanjutkan perjalana, sebab kalau tidak, bagaimana solusinya, sementara Tanti dan Filo sudah dapat tiket, baik Kapal maupun bis. Namun, saya  tetap menyakinkan diri bahwa saya  bisa  masuk kapal  saat ini. Kami berdiri di dermaga menyambut datangnya kapal Sirimau yang  hendak sandar. Dermaga Labuan Bajo masih terlalu tertinggal bila dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya, sebut saja Bima, Lembar - Lombok  dan  Benoa - Bali. Apanya yang tertinggal?  Dermaga Wae Cicu Labuan Bajo tanpa tangga untuk menghubungkan  tanggal kapal dengan Dermaga. Selama ini Tangga Kapal harus turun jauh ke dermaga dan atau menaikan tangga  dari dermaga. Para buruh bekerja keras untuk maksud ini. Di tengah malam mereka melakukan hal ini. Ada dua tangga. Satu dari kapal Sirimau, kedua tangga yang dinaikan dari bawah, dari pelabuhan. Nreri-ngeri sedap  juga pemandangan pelabuhan Wae Cicuc Labuan Bajo ini.  Resiko kondisi pelabuhan yang miris ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk menurukan dan menaikkan penumpang  sangat lama. Hari ni, Rabu, 14 Juli 2015. Kapal tiba pkl 01:00 am. Butuh waktu lebih dari 1 jam untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Saat tangga-tangga sudah terhubungkan dengan dermaga dan kapal, penumpang tujuan labuan Bajo  turun. Sementara penumpang masuk antre. Antrean cukup panjang dalam suasana berdesak-desakan. Hati saya masih dag-dig - dug, apakah bisa masuk kapal ataukah tidak. Namun, saya tetap optimis bahwa bisa masuk kapal untuk selanjutnya melakukan perjalanan menuju Pulau Jawa. "Enu Tanti dan Filo, kamu masuk duluan ke dalam kapal. Tunggu saya  di dalam kapal," kataku kepada mereka. Saya menyaksikan mental orang NTT yang  tak sabaran, maumya instan, tak mau antri. Saling  rebut terjadi. Mental  orang Barat, para turis  tampak lebih cerdas daripada orang lokal (Flores, NTT). Mereka (para turis) tampak santai meski   sebagaian tak memiliki tiket  kapal. Merka mengandanlkan tiket   bis. "Sama kita. Ternyata saya memiliki teman. Saya tak sendiri yang  tak memiliki tiket.Orang Barat agak santai, mereka antri, menunggu arahan petugas. Di pintu masuk ada pengamanan berlapis,  petugas pelabuhan, petugas kapal, aparat polisi, aparat tentara. Ketika  ada orang tak bertiket mau menerobos masuk dengan mudah diciduk para petugas. "Bersabar, semua kan diberi kesempatan untuk masuk, hanya tolong utamakan yang bertiket. yang tak bertiket, silahkan menunggu." kata  petugas  kapal. "Kasihan ya, orang yang tak punya tiket," celoteh seorang polisi yang menjaga di pelabuhan Labuan Bajo. "Kasihan benar polisi ini. Coba komentar yang membesarkan jiwa  penumpang tak bertiket. Ini malah komen membuat galau," kataku dalam  hati. Setelah sabar menunggu,  seorang suster yang memiliki tiket masuk. Suster ini cerdas. Dia memilih waktu terakhir. Tak ada saling dorong dalam perjalanan. Dia naik dengan plong, aman. Hanya resikonya, tak mendapat tempat  tidur dalam kapal  karena orang duluan merebut tempat tidur. Ya... ada plus minusnya  keputusan yang diambil. Tiba giliran kami yang tak berkiket. Petugas menghitung  hampir 100  orang. Saya harus memikul beban yang cukup berat saat menaiki tangga kapal yang  panjang  dan cukup curam.  Ada tiga jenis barang yang harus saya pikul: tas kecil (hitam), tas sedang (merah)  dan kardus oleh-oleh. Keluarga yang mengantar tak diizinkan masuk kapal, jadinya saya  harus pikul sendiri barang-barang ini. Wow... beratnya  perjalanan ini. "Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan,"  kutipan lagu Ebith G. Ade ini pas melukiskan perjalanan ini. Aku harus berhenti di tangga guna bernafas. Lalu berusaha membangun kekuatan untuk melanjutkan perjalanan memikul beban. Semangat," kataku dalam  hati. Akhirnya sampai juga di atas kapal. Saya menurunkan barang. Saya berhenti untuk mengambil nafas. "Papa, posisi di mana?" Tanti sms. "Tenang, saya  sudah dalam kapal. Kapal berangkat  dari palabuhan Labuan Bajo, Manggarai Barat  menuju pelabuhan Bima, pkl  02:00 am. Kapal berlayar. Saya mengatur barang-barang. Saya titipkan kepada sesama orang Manggarai barang-barang saya. Saya membeli kertas plastik untuk alas tidur Rp 10.000. Saya beli 3 @ Rp 10.000 = Rp 30.000. Lalu saya telepon Tanti. Ternyata mereka di Dek 3. Mereka bersama teman-teman, orang Manggarai. Mereka bertemu teman laki-laki dari Manggarai. Mereka  berasal dari Lekature dengan tujuan perantauan  ulau Bali, yang seorang dari Hawe, Koang dengan tujuan perantauan kota  Malang, Jawa Timur. Kami ngobrol. Saudara  yang dari Hawe, Koang ternyata besannya Fon Jaban. Kami ngobrol. Lalu saya mengatur tempat untuk istirahat untuk Tanti dan Filo. "Permisi Pa, boleh geser sedikit, biar para perempuan tersendiri, laki-laki tersendiri," pintaku.  Lelaki itu rela saja. Tanti dan Filo bisa tidur di kasur. Saya akhirnya dapat tempat tidur meski  hanya untuk seukuran badan karena seorang penumpang mungkin ke tempat sholat. Selanjutnya saya tidur. Perjalanan aman. "Bagi saudara/i kaum muslimin - muslimat yang menunaikan ibadah puasa, silahkan ambil makanan sahur," demikian   suara petugas kapal mengingatkan orang yang puasa. Pagi tiba. Kami tiba di pelabuhan Bima. "Bagi penumpang tujuan Bima yang mau makan pagi, silahkan ambil di tempat yanbg telah disiapkan," demikian  suara awak kapal ketika kami sudah siap-siap turun. "Wow...ini ajakan tak iklas. Coba sejam sebelum turun dibrikan informasi untuk ambil makan, baru fair. Ini diumumkan ketika mau turun," celotehku bersama penumpang lain yang mau turun di Pelabuhan  Bima, Sumbawa, NTB. "Kita kerja tim. Saya jaga barang-barang di kapal, Tanti, Filo, teman laki dari Lekaturi dan dari Hawe turun duluan. Tanti dan Filo jaga barang, kamu dua naik lagi untuk mengambil  barang-barang," kami berkoordinasi. Sepakat. Kami lakukan itu. Saya terpancing untuk sewa buruh, namun mereka minta cukup mahal. Saya perlahan menggeser sendiri barang-barang  kami.  Kedua saudara saya muncul. Wow.... ternyata rencana kami sukses. Kerja tim yang baik. kami pikul barang-barang kami. Tanti dan Filo menjaga barang bawaan. sukses kerja  team yang raih. Proses menurunkan dan menaikkan penumpang di Bima terlolong lancar karena di dremaga ada  tangga  di dermaga untuk menerima tangga kapal. Tangga kapal terhubung dengan tangga dermaga sehingga proses menurunkan dan menaikan penumpang berjalan lancar, lebih cepat.  Kami beristirahat di ruang tunggu. Petugas pelabuhan dibantu polisi dan tentara sibuk mengatur penumpang yang keluar. Kami bertemu sesama orang Manggarai. Orang Manggarai yang turun kebanyakan penumpang kapal Tilong. Kapal Tilong baru   berangkat hari ini, sekitar pkl 09:00 am dari Labuan Bajo, itu berarti sekitar pukul  15.30 tiba di Bima. Kami beristirahat sebentar. Kami makan biskuit dan minum air. Kami ngobrol. Setelah melepas lelah  saya keluar ruang tunggu pelabuhan Bima. "Pa, kalau mau ke Terminal Bima dari sini, naik apa  baiknya?" tanyaku kepada seorang tentara yang sedang  bertugas. "Bisa pakai angkot, bisa pakai dokar," jawabnya. Terima kasi Bapak," kataku. Lalu saya keluar. Saya ketemu pemilik dokar. "Mas kalau ke Terminal Bima, mau? Ada 3 orang penumpang beserta barang. Berapa  ongkos itu semua? tanyaku. Kami nego. Akhirnya sepakat Rp 40.000. Dua (2) saudara yang dari Hawe dan dari Lekature mengantar kami keluar. Barang mereka dititipkan pada sesama teman Manggarai. Saaya agak ringan jadinya karena dibantu mereka.  pemilik dokar juga datang. Kami berpisah dengan suadara-saudara itu di pelabuhan Bima."Terima kasih unbtuk kebersamaan dan bantuan. Samapau jumpa," kataku. Kami naik ke dokar. Untuk pertama kali saya naik  dokar. Wah..... ngeri juga hnetkannya di jalan jelek. Lebih dasyat dari hentakan mobil," Kataku. Setelah berjalan 20' menit  kami tiba. Kami turun di agaen bus Dunia Mas. saya membayar Rp 40.000."Terima kasih ya Mas," kataku. Kami disambut oleh crew bus Dunia Mas. Kami ketemu orang Manggarai lain. Mereka mau ke Manggarai. Mereka diantar menuju ke pelabuhan Sape. Kami lapar. Kami pergi makan. Kami masuk warung di samping agen Bus Dunia Mas. Makanan 1 porsi Rp 25.000, menunya nasi ayam," kata ibu yang asli Malang. Wow...mahal  banget. Tapi karena butuh,  kami mau juga. Saya membayar Rp 75.000 untuk  kami bertiga. Kemudian saya tahu bahwa masih ada warung yang lebih murah Rp 10.000. Wow.... kurang penjelajahan," kataku  menyesal. Kami selesai makan. "Pa, itu tas kita diangkut ke mobil," kata Tanti. "Maaf, mobil ini ke mana? tanyaku. "Ke Sape," jawab crew bus. "Wow... kami ke Jakarta," kataku. Silahkan turunkan barang-barang kami," kataku. Wow.... berbahaya bila tidak cepat dilihat," kataku. "Akh...ke mana saja  tadi," kata Pa Ahmad, agen Dunia Mas. "Waw... mengapa kamu meretui untuk menaikkan barang-barang ini? Kenbapa kamu tak melarang crew bis yang  menaikan barang kami yang bukan tujuan Sape? kataku dalam hati. Kami berhasil menyelamatakan barang-barang kami dari proses salah muat. Lalu  kami mandi, istirahat. Kamingobrolm soal harga tiket. "Pa, ini ada perubahan harga, karena hari Raya. Silahkan tambah Rp 300.000," kata Pa Ahmad kepada saya. "Jadinya ke Jakarta dapat Rp 1.100.000," kataku dalam hati. Kami nego. Akhirnya sepakat Rp 1.000.000. saya serahkan rp 200.000.  Uang Rp 800.000 tidak hangus. "Ya... saya bersyukurlah. daripada rugi Rp 800.000, lebih baik rugi Rp 200.000," kataku dalam hati. Tanti dan Filo istirahat di lantai 2 di rumah agen dunia MNas. Tidur di lantai. Ya.... itulah perantau, harus rela hati untuk menaggung sengsara, rela berkorban.   Jadwal  berangkat bis dunia mas sore hari. Kmi ngobrol. kami beli es cendol di sana pada pkl 15:00. Ada penumpang dari Flores lain yang  pakai bus Dunia Mas. Ternyata kelaurga dari Bapak Alex Dhase, orang Ngada / Nage keo yang  sukses di manggarai. Sayangnya sudah meninggal. Beliau banyak membantu Manggarai, terutama kalangan Gereja," kataku. "Iya... betul, hanya sayangnya  anak-anaknya teak terlalu sukses," kata ipar  dan saudarinya. Mereka tujuan Mataram. Bapak itu pensiunan guru. "Kami orang Bajawa / Nagekeo itu pekerja," katanya. "Benar, kalau dilihat di manggarai,  sopir dan kernet yang dipercayai Cina adalah orang Bajawa<' kataku.. Sore  tiba. Bis Dunia Mas   masuk terminal. Kami memasukkan barang-barang ke bus. Kami duduk. Sekitar pukul 19:30 bis berangkat. Saya tidur dalam bis. Bis penuh. Kami makan malam di Badas. Saya makan cukup kenyang. Pagi hari kami menyeberang ke Pulau Lombok. Kami tiba padi di Pelabuhan kayangan, Lombok Barat (? / Timur). Kami tiba pkl 07:00 di Terimal Mataram. Ternyata hanya 5 orang penumpang menuju  Pulau Jawa. Wow..... bermasalah lagi perjalanan ini.Kami harus ganti bis. Penumpang lain yang tujuan Bandung, kami lihat mau pakai pesawat. Mereka hanya minta pengembalain separush uang tiket menuju Jakarta. Crew bus mengurus mereka tiket pesawat. Kami menunggu. Saya telepon Tin di Mataram. Bapa Oby di tempat kerja. saya telepon keluarga di Wela. Merek doakan yang terbaik untuk kami. Crew Dunia Mas mencari mobil untuk kami. Kami pakai bus Safari Dharma Raya. Kami masuk. Kami diberikan kue. Kami tampak berbut tempat dengan pemumpang  dengan tujuan  Jogyakarta / Solo. Bus Safari ini tujuan Solo /  Yogyakarta. Kami numpang sampai Surabaya. "sampai di sana silahkan cari mobil lain menuju Jakarta," kata  crew  bus  Dunia Mas. Kami naik. Kami masih dikenai biaya oleh  crew bis berseragam Safari Dharma raya  di mataraman Rp 20.000. Wow..... ini pungli lagi. NTB  kuat dengan pungli," celotehku dalam hati.  saya dapat tempat duduk. Crew bus melayani saya dengan baik, ramah dan sopan. Rupanya mereka  orang Jawa. Beda sekali dengan pelayanan orang NTB.  "Banyak tempat kosong, silahkan pilih saja yang kosong," kata  crew bis kepadaku. "Terima kasih Pa," kataku. Kami berangkat. Di Pelbuhan Lembar sya pikir ada pemeriksaan   KTP. Ternyata  tidak. Kami masuk kapal. Hanya 1 bis yang dimuat Ferry saat ini Ada kendaraan pribadi dan beberapa truk. Muatan di dek kapal agak sepi hari ini. Penumpang juga  sepi, mungkin  karena menjelang hari Raya idulfitri. Saya tergesa-gesa mengambil keputusan  membeli nsi. saya beli 3 @ 10.000 = Rp 30.000. Ternyata nasi lama. Ada bau amis karena ika dan nasinya sudah dingin. Ini repotnya  beli nasi di atas  kapal. saya memberi pop mie juga hanya tak ambil air. saya beli air di kapal. Rp 5.000 saya harus bayar air untuk 3 pop mie. Nasi bungkus bau amis. Kami buang. Ini resiko. Rugi. Daripada sakit, biar rugi Rp 30.000. Kami makan mie dan istirahat. Siang kami merapat di Padang Bai. Kami masuk Bis safari Dharma Raya. Fasilitas Bus ini terbiulang elit. Baru pertama kali kami numpang bis ini. Fasilitas dan pelayanan lebih bagus daripada bis-bis lain yang pernah sya ikuti. "Mungkin harganya juga lebih mahal," kataku dalam hati karena  ada kualitas, ada  harga. Saya  menelepon kakak laki-laki sulung, Beny di Wela untuk mengantisipasi bilamana kami tiba dinihari di Terimanal Bungurasih. "Nanti saya  kontak Tyas, saudara ipar kita dari karot di Surabaya," dia bilang. "Mohon kirim nomornya juga kepadaku," pintaku,. Beny mengirimnya. Saya menontak Tyas. "Ktaeng sore. Saya Frans, adiknya Beny dari Werla. Saya mohon bantuan. Mungkin kami tiba dinihari di terimanal Purbaya / Bungurasih. Mohon bantuan untuk menjemput, biar aman, sebelum kami melanjutkan perjalan ke Jakarta. Maaf, bila merepotkan. Okay, tak apa. bila agak dekat Syrabaya nanti tolong dikabarkan," katanya. Okaym terima kasuh.  Kami melintasi Pulau Bali. Kami makan siang di Denpasar. Makanan di RM itu tak enak-enak banget. Itu standar enaknya. Cukup untuk menyenyangkan perut. "Penong bea" kata orang Manggarai. Kami melanjutkan perjalanan menuju Jembrana. Kami berjalan hampir sepanjang pantai. Hutan di daerah Klatakan, Jembarana  Bali masih perawan. Wah... orang  Bali sangat hebat. Pada zaman modern ini, orang masih megnhargai alam. Sementara hutam di kawasan lain di Indonesia hancur, hutan di Klatakan bali masih perawan. orang Hindu Bali sangat menghargai alam. Tak serakah sepaerti  masyarakat di belahan dunia lainnya di Indonesia," kataku. Sore tiba. kami tiba di  pelabuhan Gili Manuk Bali. Pulau Jawa dan gunung-gunungnya  tamapak menjulang tinggi . Kami meyeberang pada senja  hari.Gema takbiran di dalam Kapal Fery berkumandang. Malam ini adalah malam takbiran. Umat Muslin merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa.  Sekitar 1,5 jam menyeberang kami tiba di Palabuhan Ketapang - banyuwangi, Jawa Timur. Perjalanan terus melaju meliontasi hutan Baluran - Banyuwangi - Situbondo. Kami makan malam di RM........ di Situbondo. Kami makan sepuas-puasnya. Kami harus  ganti bis lagi  di Situbondo. kami masuk ke Safari Dharma Raya tujuan Surabaya. Kami ganti bis lagi. Ya...inilah resiko perjalanan, resiko merantau. Perantau harus  tahan banting, tahan uji, tidak cengeng, siap menerima segala kemungkinan yang bakal terjadi, termasuk gonta-ganti bis seperti ini.   Di daerah Pasuruan saya coba kontak  Tyas. Kami ada dekat pintu tol mau masuk Surabaya sekarang. Kami harus  ganti bis  lagi. Kami masuk ke bis Sandy Putra )Banyuwangi - Surabaya. wow.... benar-benar merepotkan. Saya   kontak Tyas. Kami tiba di terminal Purbaya. Ternyata  Tyas  sudah tiba. Kami turun, ambil barang. Tyas mencari mobil. dapat travel / omprengan. Sepakat Rp 150.000 ke rumahnta di kawasan Tambak  Sumur 2 Surabaya. kami ngobrol. Kami tiba di rumahnya pkl 03:00. Mereka terima  kami dengan hangat. Kami tidur. Syukur sudah bisa tiba dengan selamat. Mereka tidur di luar  rumah. Pagi kami bangun. Kami ngobrol. Kami bincang-bincang  tentang keluarga, termasuk silsilah keluarga."Maaf, saya belum tanya mama tentang keluarga kita di karot,  bagaimana  hubungannya. Besannya Tyas membantu mengerjakan rumah mereka di Surabaya. "Sekaramg ini di manggarai, musin "Lonto Rae," tak ada pekerjaan karena baru selesai panen, yang ada adalah duduk-duduk ngobrol urus adat (PERKAWINAN, KEMATIAN, SEKOLAH)," DEMIKAIN KRAENG......., DARI  Orong, Welak. Kami bica politik. "Pa Fedelis  tak mendapat dukungan maksimal di 4 desa di Kecamatan Welak,, karena  dia mau mengambil semua tanah yang telah diserahkan  kepada orang di 4 desa itu. Bahkan  padi yang sedang menguning  juga dia dan keluarganya ambil juga" katanya. "Oh... begitu, maslah di Welak ya.... Padaahal orang di wilayah  lain memfavoritkan Pa Fidelis," kataku. siang tiba.. Kami harus melanjutkan perjalanan ke Jkarta. Kareng Tyas mencari taksi setelah kami  saraoan pagi. Taksi tiba. 'Terima  kasih sekali atas bantuan selama kami di sini. Maaf, bila merepotkan," kataku kepada mereka. Tyan dan Katrin, anaknya mencari Taksi untuk kami. Taksi datang. Kami pamit. kami masuk taksi menuju terminal Purbaya / Bungurasih - Surabaya. Hampir Rp 100.000 biaya taksi.  Semua itu ditanggung Tyas. Wow... luar  biasa pengorbanan kraeng  Tyas ini.   Saya  kontak dengan  agen bis Dunia Mas. Dia telepon balik. "Nanti dengan bis Sari Indah menuju jakarta. berangkat pkl 15:00,' kata agen itu.  Kami turun di dekat terminal lalu perlahan  masuk ke dalamnya. Surabaya terminal besar. Kami harus jalan cukup panjang. Akhirnya tiba di tempat tunggu untuk bus tujuan jakarta. Tyas antar kami sampai di bus. Wow... kenapa pakai bus tua ini. Bisa tidask bisnya ini samapi jakarta. Kami  ngobrol dengan  agen / calo soal kondiisi bis. "Ini bis biasa ke Jakarrta. Tampaknya  bis ini naru keluar dari kandangan pembuangan. Masih ada  jaringan laba-labanya. Ini memang dipakai pada saat hari lebaran begini," kataku dan Tyas. Kami harus bayar Rp 325.000 per orang. Untuk hanya Tanti dan Filo yang bayar. saya pakai tiket bus Terusan - Bima - Jakarta. Syukur bahwa  tiketnya  masih berlaku. Kraeng Ytas pulang. "Untuk pertama kali saya  pakai bis reot begini dalam perjalanan jauh Surabaya - jakarta," kataku dalam hati.  Saya agak iri dengan penumpang lainnya yang daoat  bis bagus. "Tapi sudahlah. Semoga Allah memberkati kami dan  mobil tua ini,: kataku dalam hati. Aku mampir di posko mudik. Ada pemeriksaan kesehatan  gratid. Saya mampir. Tensi garahky 165.000 ///// Wah... tinggi juga. saya mendapat obat darah tinggi dan obat untuk mengtasi rasa lelah. Saya membeli kue dan air minum. Sore sekitar pkl 17:00  bis berangkat. Tak terlalu penuh juga. Saya lelah. Akhirnya  ngatuk. Tidur. Kami abgun makan di  Uban. Makanan di warung itu  aromanya sangat menggugas  selera makan. Makanan porsinya sedikit hnaya aromanaya menarik. Kami melanjutkan perjalanan. Bus  macet di  kota Semarang. AC mati, pans. Untung  mereka  bisa perbaiki. Bis jalan lagi.  Say tak sadar  banyak penumpang turun di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. kami tiba di  Indramayu. Penumpang lain bertanya: "Mas, Jati Barang Cirebon masih jauh ya...." tanya mereka kepada cre bus."Wow.... Jati Barang sudah lewat... kenapa tak ngomong dari tadi," jawab kernet. Penumpang marah... Wah... tugas kamu kan mengingatkan  penunpang. Asu (anjing" kata penumpang laki-laki itu. Merka harus putar balik. Butuh biaya lagi untuk sampai ke Jati barang, Cirebong. Crew bis  teledor. Mereka  tidak professional. Kami berhenti makan di Indramayu. "Makan bayar sendiri. Saya  belanja soto ayam + nasi Rp 25.000  @ 3 = 75.000. Sayang Tanti dan Filo tidak berselera  menghabiskan makanan itu. Wow.... crew  bus seenaknya saja. Bilang makan 2 x ternyata  makan sekali. Mereka tampak saling mempersalahkan.  Begitu masuk tol Cikampek, mnereka keluar di tol Cikunir, menuju  TMII. Kami mulai mempertanyakan itu. Akhirnya putar kembali di TMII / Pondok Gede menuju Cililitan - masuk tol Tanjung priuk untuk keluar di Gerbang  Tol  Cempaka Putih. Kami turun di Jl. Perintis Kemerdekaan. Kami menyeberang. Rupanya merek ini sopir tembak, jarang masuk jakarta," kataku. Mobilnya pelat polisi nomor L. "Itu mobil Surabaya," kata Mr. Harnoto.  Kami pakai bajaj Rp 40.000 menuju Gang Bacang. Kami kontak Rony. Dia masih di Bekasi. "Rony sudah pindah," kata tetangga kepada  Tanti. tanti sampaikan kepada saya. saya coba kontak Nando. Lama baru Nando balas. ando datang menjemput kami mmenuju kosnya di Jl.  Mardana, Cempaka Putuh, Jakarta Pusat. Syukur kami tiba dengan selamat di jakarta. Saya coba kontak Bp Juan. Kami di RS Persahabatan, jakarta. Malam baru turun ke Cikarang. Tanti dan Filo bareng kami ke Cuikarang. " kata Bp Juan. kAMI ISTIRAHAT DI KOSNYA NANDO. KAMI MAKAN SIANG DI SANA. Saya  mandi dan  cucci pakain kotor. lalu kami ke  tempat Rony. kami ngobrol di sana samapai malam. Kami makan malam di sana. Ada menu ikan Kencara. Hedvy bawa ikan cara. Hedy baru pulang dari  Manggarai juga.  Pada malam kami turun ke Cikarang. Kami singgah di bekasi. Saya turunkan tasku di sana. saya menyalami tetangga. "Selamat Idulfitri" kataku. Lalu saya masuk mobil lagi menuju Cikarang. kami  antar Tus dan keponakannya di  Stasiun bekasi. Kami terus ke Cikarang, tiba pkl 11:30 di sana. Kami ngobrol lalu istirahat. Sykur Tuhan  kami tiba dengan selamat di  Jakarta, Bekasi dan Cikarang. Perjalanan lancar, aman, tak ada perkelahian. Mungkin karena   berkat upacara  teing hang  empo  sebelum benangkat menuju tanah rantauan. Ternyata ada guan gananya  ritus adat ini. Kami  tiba di Jakarta pada Sabtu, 18  Juli 2015, 5 hari perjalanan dari  rumah hingga Jakarta.
JPS,  1 Agustus 2015





Tidak ada komentar:

Posting Komentar