Kamis, 15 Oktober 2015

KABA BAKOK LATANG ATA JAWA


Inilah Makna Kebo Bule Kyai Slamet Bagi Orang Jawa

Kamis, 15 Oktober 2015 | 21:59 WIB
 http://regional.kompas.com/read/2015/10/15/21590361/Inilah.Makna.Kebo.Bule.Kyai.Slamet.Bagi.Orang.Jawa
KOMPAS.COM/ M Wismabrata Kirab Kebo bule saat malam satu suro di Solo, Kamis (15/10/2015).


SOLO, KOMPAS.com - Kerbau Bule atau dalam bahasa Jawa disebut kebo bule menjadi daya tarik tersendiri bagi ribuan warga yang tumpah ruah menhadiri perayaan malam satu Suro di Keraton Solo, Kamis (15/10/2015) dini hari.

Ribuan warga yang memadati jalan yang menjadi jalur kirab kebo bule, seakan tidak sabar untuk melihat sang kerbau. Kebo bule menjadi ikon istimewa warga Solo khususnya Keraton Surakarta, terutama pada saat perayaan Satu Suro.

Banyak kisah sekitar kebo bule Kyai Slamet tersebut. Salah satu kisah yang dianggap fenomenal adalah sebagian masyarakat Jawa percaya hewan tersebut membawa berkah dan keselamatan dari Sang Kuasa. Saat memperingati datangnya Satu Suro, warga selalu mencoba menyentuh, mengambil air jamasan dan bahkan ada yang percaya kotoran sang kebo juga memiliki khasiat.

Kebo Bule Kyai Slamet menurut Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta, Kanjeng Winarno Kusumo, mempunyai sejarah panjang. "Nama Kyai Slamet tersebut sebetulnya adalah salah satu pusaka berupa tombak milik keraton. Pada jaman Pakubuwono ke-10, sekitar tahun 1893-1939, melakukan tradisi membawa pusaka Kyai Slamet keliling tembok Baluwarti pada hari Selasa dan Jumat Kliwon. Saat itu, kebo bule selalu mengikuti di belakang," kata Kanjeng Winarno.

Winarno menambahkan bahwa tradisi dari Pakubowono X tersebut terus dilanjutkan oleh kerabat keraton dan sang kebo selalu mengikuti pusaka Kyai Slamet tersebut. "Nah lama-lama kerbau tersebut diberi nama Kebo Kyai Slamet," katanya.

Menurut Winarno, keberadaan kebo Kyai Slamet tersebut menjadi koleksi keraton Solo juga mempunyai sejarah. Kebo bule tersebut, menurut Winarno, adalah pemberian dari Bupati  Ponorogo setelah mengetahui Pakubuwono II berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dari tangan pemberontak Pecinan. Setelah itu, PB II pun akhirnya memilih hijrah ke desa Sala pada 20 Februari 1745.

"Mendengar PB II sudah bertahta kembali dan mendirikan negara Surakarta Hadiningrat, Bupati Ponorogo mengirim kerbau bule sebagai persembahan untuk dipotong. dan kerbau tersebut juga berkembang biak hingga sekarang," kata Winarno.

Winarno melanutkan pada sosok binatang kerbau mempunyai makna tersendiri. Kerbau adalah lambang rakyat kecil terutama kaum petani. Indonesia adalah negara agraris yang identik dengan kehidupan pertanian, tidak lepas dari binatang kerbau tersebut. Negara akan kuat apabila rakyat kecil juga kuat.

Kemudian, kerbau juga menjadi simbol penolak bencana. Dalam tradisi masyarakat Jawa, kerbau mempunyai kepekaan untuk mengusir roh jahat atai niat buruk. Dan yang terakhir, kerbau sebagai hewan bodoh, dan ada ungkapan dalam bahasa Jawa, bodho plonga plongo koyo kebo (bodoh tengak tengok seperti kerbau).

Menurut Winarno, sebagia manusia harus pintar jangan seperti kerbau. Sehingga, dalam perayaan Satu Suro, kehadiran kerbau Kyai Slamet sangat ditunggu masyarakat Jawa. Tidak hanya warga Solo, tetapi dari daerah lain yang menyempatkan waktu untuk mengikuti kirab kebo bule. Dan bagi warga yang masih percaya, rela untuk mencari air bekas memandikan kebo bule bahkan kotoran kebo saat malam Satu Suro.
Penulis: Kontributor Surakarta, M Wismabrata
Editor : Ervan Hardoko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar