Minggu, 25 November 2018

BUDAYA COCOK TANAM DI MATIM

BUDAYA  COCOK TANAM DI MATIM

https://regional.kompas.com/read/2018/11/26/11013981/weri-mata-nii-tradisi-tanam-padi-suku-gunung-di-flores-barat?page=all

  1. Weri Mata Nii  (Menanam benih padi di lahan kering) di Suku Gunung dan Kenge , Kota Komba, Manggarai Timur. 
Beberapa hal penting untuk dikketahui dan dipikirkan solusinya:
1. Anak ranar (anak rona)  = pemberi  pengantin perempuan dalam sistem perkawinan
2. Budaya asali Manggrai adalah  budaya lahan kering sedangkan budaya sawah adalah budaya impor.  Sekarang seiiring dengan trend makan nasi,  budaya ladang dengan begitu bayak tanaman (kacang panjang, jewawut, mentimus, kestela)  itu hampir punah karena diganti budaya sawah. Perubahan ini bukan tanpa resiko pada budaya. Budaya ladang kayan dengan ritus-ritus / budaya lisan. Resiko itu adalah budaya berladang semakin tergerus makan dengan sendirinya  ritus ladang  turut terancam punah.  Bagaimana masyarakat (adat) Manggarai  menyikapi hal ini. 

Ada usulan bahwa  2 wilayah (ladang dan sawah) itu harus tetap ada, terutama wilayah ladang. Krn dengan demikian maka  budaya dan ritusnya akan tetap terpelihara.

3. Peran Tua'  Golo dan Tua' Teno. Tua' Golo (Gendang)  adalah kepala kampung (rumah), sedangkan Tua' Teno adalah kepala Lingko  Tanah Ulayat. Pembagian  Tanah Ulayat menjadi kewenangan Tua Teno. Keduanya dwitunggal, namun tetap perlu ada demarkasi dalam pembagian tugas. Komunikasi yang intens antara keduanya merupakan suatu memutlakan.

4. Dalam rangka lestarinya kebudayaan,  penting bahwa Masyarakat Adat  Memiliki  Kalender Pertanian sendiri. Kalennder itu lalu diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah perlu mendukung upaya itu.

5.  Budaya Sawah tetap perlu mengedepanlan  budaya  lisan. Meski disinyalir sebagai budaya impor,  ritus -ritus budaya ladang tetap perlu diterapkan di sawah.  Sawah jangan dibiarkan tanpa budaya.


JPS, 26 November 2018.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar