Menari Ndundu Ndake Bersama Perempuan Flores
Kompas.com - 26/07/2017, 06:53 WIB
KOMPAS.com - Sang Surya terbit dari timur menerobos lembah dan gunung di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Pancaran sinarnya menembus hutan belantara dan pegunungan di Pulau Flores.
Peserta balap sepeda internasional sudah sering menyaksikan atraksi budaya Tarian Caci di Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat.
Kelincahan
dan kehebatan kaum laki-laki Manggarai sudah dipentaskan saat menari
Caci. Kali ini sangat unik. Keelokan para penari perempuan Flores dalam
atraksi Ndundu Ndake ingin memikat hati dan pikiran dari pebalap sepeda.
Sesungguhnya, Ndundu Ndake, memanggil kaum perempuan Manggarai untuk menari bersama-sama. Orang Manggarai, khususnya bagian Kecamatan Cibal, menyapa perempuan dengan sebutan Ndu.
Biasanya orang Manggarai memanggil untuk sapaan halus anak perempuan adalah Ndu. Sedang bagian Kolang memanggil anak-anak gadis dengan sapaan halus adalah Ikeng. Sedang wilayah Kecamatan Macang Pacar, khususnya wilayah Rego menyapa perempuan secara halus dengan sebutan Neng.
Kali
ini tarian massal Ndundu Ndake dipentaskan di lapangan Motangrua untuk
mengungkapkan kegembiraan warga Manggarai terhadap para pebalap sepeda
yang berani bertarung di jalan Transflores mulai dari Larantuka, Flores
Timur sampai di Labuan Bajo, Flores Barat. Warga Manggarai menghibur
pada pebalap itu dengan tarian Ndundu Ndake.Selasa pagi
(18/7/2017), ibu-ibu meninggalkan pekerjaan di rumah masing-masing.
Sebanyak 1.500 perempuan bergegas untuk berdandan dan mengenakan sarung
tenun Ikat Songke khas Manggarai dipadukan dengan kebaya Indonesia serta
selendang, dan Bali Belo, selendang bermotif kain songke, Mbero
(pakaian busana adat Manggarai untuk kaum perempuan).
Bali Belo dipakai di kepala kaum perempuan. Hari itu mereka menyambut para pebalap sepeda yang melintasi Pulau Flores dari Larantuka, Flores Timur, sampai Labuan Bajo, Flores Barat.
Dinginnya Kota Ruteng yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut tidak meluluhkan semangat mereka untuk bergegas ke Lapangan Motangrua, Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Ibu-ibu bersama dengan istri-istri pejabat, serta anggota TNI dan Polri mulai bergerak ke tengah lapangan Motangrua untuk menari Ndundu Ndake.
Dalam bahasa orang Manggarai, "Ndundu" berarti panggilan untuk kaum perempuan, khususnya yang berasal dari wilayah Kecamatan Cibal. Sapaan halus kaum perempuan adalah "Ndu" dan "Ndake" berarti menari lepas. Jadi "Ndundu Ndake" berarti tarian khas kaum perempuan Manggarai.
Ndundu Ndake itu perempuan yang menari di mana perempuan itu diajak untuk menari bahkan sembari berpelukan, dipeluk oleh seorang pria. Tarian ini biasa dibawakan saat upacara perkawinan dan upacara adat pada Congko Lokap (bersihkan rumah adat).
Lalu pada kegiatan Tour de Flores 2017 tarian ini dipentaskan secara massal dengan melibatkan 1.500 penari yang terdiri dari kaum ibu.Ini
merupakan sejarah pertama kaum ibu menunjukkan kebolehan menari Ndundu
Ndake secara massal di lapangan terbuka. Ini juga pertama kali
Pemerintah Kabupaten Manggarai menggandeng kaum ibu untuk menari Ndundu
Ndake.
Bupati Manggarai, Deno Kamelus kepada KompasTravel, Selasa (18/7/2017) menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Manggarai menyiapkan dengan matang untuk menyambut pebalap Tour de Flores 2017.
"Saya menghadirkan 1.500 penari perempuan untuk menari Ndundu Ndake di Lapangan Motangrua menyambut pebalap internasional. Tarian ini juga mengungkapkan rasa kegembiraan dari warga Manggarai terhadap peserta lomba balap sepeda yang bermalam di Kota Ruteng," kata Deno Kamelus.
"Mereka berlatih selama satu minggu. Mereka menggenakan pakaian adat khas Manggarai, yakni tenun songke, kebaya Indonesia, selendang, Mbero dan Bali Belo. Semua itu sesuai dengan cara berpakaian dari kaum perempuan Manggarai saat menari atau ada ritual adat di rumah adat Manggarai,” sambungnya.
Kamelus
menjelaskan, tarian massal Ndundu Ndake dengan melibatkan 1.500 penari
meraih rekor dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Leprid). Ini
merupakan rekor baru di lembaga itu atas pementasan massal tari
tradisional yang melibatkan warga setempat."Saya bangga dan
bergembira atas rekor ini yang diberikan oleh sebuah lembaga di
Indonesia. Ini juga memacu saya untuk terus memperhatikan kearifan lokal
dalam bidang budaya," katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur, Marius Jelamu mengungkapkan, cara warga dan Pemerintah Kabupaten Manggarai saat menyambut pebalap sepeda internasional Tour de Flores sangat berbeda dengan kabupaten lain di Flores.
"Saat kaum perempuan Manggarai menari Ndundu Ndake yang diiringi bunyi gong dan gendang di lapangan Motangrua, bulu kuduk saya berdiri. Saya ikut merinding melihat ribuan penari menghentakkan kaki secara bersamaan dengan gerakan tubuh yang indah dan memukau penonton dan pebalap sepeda,” katanya kepada KompasTravel di Ruteng, Selasa (18/7/2017).
Jelamu menjelaskan, ajang ini tidak sekadar untuk mengangkat potensi pariwisata budaya di NTT tetapi sesungguhnya mengangkat martabat daerah di kancah internasional serta martabat bangsa di dunia internasional. "Indonesia, khususnya NTT adalah negeri yang damai, aman, dan layak untuk dikunjungi," katanya.
Juara
Etape Kelima dari Borong-Ruteng, Daniel Whitehous asal Inggris
mengungkapkan, atraksi budaya di seluruh Pulau Flores sangat indah dan
menakjubkan. "It is amazing dance that I know. I love it. I love Flores," katanya.Pebalap
asal Indonesia yang bergabung di KFC team, Muhammad Imam Arifin yang
berhasil juara III pada Etape Kelima ini mengungkapkan keindahan Pulau
Flores tidak hanya pada alamnya, tetapi juga pada budaya dan manusianya
yang ramah dan senyum.
“Saat melintasi enam Etape dari Larantuka, Flores Timur sampai Labuan Bajo, Flores Barat, warga Flores memadati pinggir jalan Transflores sambil mengungkapkan kegembiraan lewat senyuman khasnya,” tutur Arifin.
Sebelum
matahari menyinari alam semesta di Pulau Flores, terlebih dahulu ayam
memberikan tanda-tanda dengan berkokok. Saat ayam berkokok, semua
makhluk hidup mengetahui bahwa matahari tak lama lagi akan menyinari
alam semesta.
Hari Selasa (18/7/2017) merupakan hari yang sangat
istimewa dibandingkan dengan hari-hari lainnya bagi warga Kota Ruteng
maupun penduduk Kabupaten Manggarai. Apa yang istimewa pada hari itu?
Pagi
itu warga kota Ruteng mempersiapkan diri menyambut peserta balap sepeda
internasional yang melintasi dan menginap semalam di kota dingin
Ruteng.
Kali ini penyambutannya sangat berbeda dengan tahun 2016. Kaum perempuan dilibatkan dengan atraksi budaya khas warga Manggarai.Peserta balap sepeda internasional sudah sering menyaksikan atraksi budaya Tarian Caci di Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat.
Perempuan
Flores, khususnya Manggarai segera berdandan dengan pakaian adat
Manggarai dan bergegas ke Lapangan Motangrua Ruteng bergabung bersama
penari lainnya yang akan menampilkan tarian massal Ndundu Ndake. Tarian
ini dibawakan oleh 1.500 penari, baik laki-laki dan perempuan.
Liukan tubuh dengan irama yang sama sambil merentangkan selendang
sungguh memukau para pebalap sepeda internasional dari Inggris, Rusia,
Iran, Asia dan Indonesia yang menyaksikan dari podium kehormatan di
halaman Kantor Bupati Manggarai.Sesungguhnya, Ndundu Ndake, memanggil kaum perempuan Manggarai untuk menari bersama-sama. Orang Manggarai, khususnya bagian Kecamatan Cibal, menyapa perempuan dengan sebutan Ndu.
Biasanya orang Manggarai memanggil untuk sapaan halus anak perempuan adalah Ndu. Sedang bagian Kolang memanggil anak-anak gadis dengan sapaan halus adalah Ikeng. Sedang wilayah Kecamatan Macang Pacar, khususnya wilayah Rego menyapa perempuan secara halus dengan sebutan Neng.
Ndake
adalah menari dengan diiringi musik gendang dan gong. Jadi pada zaman
dahulu, setelah panen padi, di kampung-kampung dilakukan tarian Ndundu Ndake di halaman rumah adat.
Bali Belo dipakai di kepala kaum perempuan. Hari itu mereka menyambut para pebalap sepeda yang melintasi Pulau Flores dari Larantuka, Flores Timur, sampai Labuan Bajo, Flores Barat.
Dinginnya Kota Ruteng yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut tidak meluluhkan semangat mereka untuk bergegas ke Lapangan Motangrua, Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Ibu-ibu bersama dengan istri-istri pejabat, serta anggota TNI dan Polri mulai bergerak ke tengah lapangan Motangrua untuk menari Ndundu Ndake.
Dalam bahasa orang Manggarai, "Ndundu" berarti panggilan untuk kaum perempuan, khususnya yang berasal dari wilayah Kecamatan Cibal. Sapaan halus kaum perempuan adalah "Ndu" dan "Ndake" berarti menari lepas. Jadi "Ndundu Ndake" berarti tarian khas kaum perempuan Manggarai.
Ndundu Ndake itu perempuan yang menari di mana perempuan itu diajak untuk menari bahkan sembari berpelukan, dipeluk oleh seorang pria. Tarian ini biasa dibawakan saat upacara perkawinan dan upacara adat pada Congko Lokap (bersihkan rumah adat).
Bupati Manggarai, Deno Kamelus kepada KompasTravel, Selasa (18/7/2017) menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Manggarai menyiapkan dengan matang untuk menyambut pebalap Tour de Flores 2017.
"Saya menghadirkan 1.500 penari perempuan untuk menari Ndundu Ndake di Lapangan Motangrua menyambut pebalap internasional. Tarian ini juga mengungkapkan rasa kegembiraan dari warga Manggarai terhadap peserta lomba balap sepeda yang bermalam di Kota Ruteng," kata Deno Kamelus.
"Mereka berlatih selama satu minggu. Mereka menggenakan pakaian adat khas Manggarai, yakni tenun songke, kebaya Indonesia, selendang, Mbero dan Bali Belo. Semua itu sesuai dengan cara berpakaian dari kaum perempuan Manggarai saat menari atau ada ritual adat di rumah adat Manggarai,” sambungnya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur, Marius Jelamu mengungkapkan, cara warga dan Pemerintah Kabupaten Manggarai saat menyambut pebalap sepeda internasional Tour de Flores sangat berbeda dengan kabupaten lain di Flores.
"Saat kaum perempuan Manggarai menari Ndundu Ndake yang diiringi bunyi gong dan gendang di lapangan Motangrua, bulu kuduk saya berdiri. Saya ikut merinding melihat ribuan penari menghentakkan kaki secara bersamaan dengan gerakan tubuh yang indah dan memukau penonton dan pebalap sepeda,” katanya kepada KompasTravel di Ruteng, Selasa (18/7/2017).
Jelamu menjelaskan, ajang ini tidak sekadar untuk mengangkat potensi pariwisata budaya di NTT tetapi sesungguhnya mengangkat martabat daerah di kancah internasional serta martabat bangsa di dunia internasional. "Indonesia, khususnya NTT adalah negeri yang damai, aman, dan layak untuk dikunjungi," katanya.
“Saat melintasi enam Etape dari Larantuka, Flores Timur sampai Labuan Bajo, Flores Barat, warga Flores memadati pinggir jalan Transflores sambil mengungkapkan kegembiraan lewat senyuman khasnya,” tutur Arifin.
PenulisKontributor Manggarai, Markus Makur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar